TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Syarat Persetujuan Untuk Berhubungan Seks, Harus Dipenuhi

Suka sama suka saja, apa iya memenuhi syarat persetujuan?

IDN Times/Sukma Shakti

Penulis: Ufiya Amirah

Tak jarang, kasus kekerasan seksual di kalangan mahasiswa dianggap sebagai kasus suka sama suka. Lantaran sudah memenuhi usia dewasa, paham konsekuensi dan risiko, serta seringnya kekerasan yang terjadi ketika berstatus pacaran. Stigma tersebut, cukup menjadi momok dalam kontruksi sosial yang tidak berpihak pada korban.

Tulisan ini berdasarkan riset yang dilakukan oleh Charlene L Muehlenhard, Terry P Humphreys, Kristen N Jozkowski, dan Zoe D Peterson (2016), yang berjudul The Complexities of Sexual Consent Among College Students: Conceptual and Empirical Review.

Berikut 5 syarat yang perlu kamu penuhi sebelum melangkah lebih jauh melakukan hubungan seks:

Baca Juga: 5 Bahaya yang Mengintai Bila Aktivitas Seksual Kamu Direkam    

Baca Juga: Menjadi Feminis adalah Keharusan, Benarkah? Baca Dulu Ini

1. Psikis pasangan tidak dalam tekanan

IDN Times/Sukma Shakti

Hickman SE dan Muehlenhard CL (1999), By the semi-mystical appearance of a condom: How young women and men communicate sexual consent in heterosexual situations, menjelaskan bahwa konsen (persetujuan) adalah kesediaan atau keputusan yang didasarkan pada kenyamanan psikis seseorang, dan mengekspresikannya melalui tindakan yang bersifat verbal atau nonverbal.

Seringkali, pelaku menginterpretasikan sepihak kemauan pasangannya dalam melakukan kegiatan intim. Padahal, kondisi psikis pasangan dalam keadaan tertekan. 

Dalam konteks eksploitasi seksual di ranah mahasiswa, seorang dosen mengancam tidak akan meluluskan mata kuliahnya apabila dia tidak mau melakukan hubungan seks dengannya. Jika terdapat konsensualitas pascapengancaman, maka persetujuan tersebut tidak lagi bersifat absah, karena kondisi psikis korban dalam tekanan.

2. Yes mean yes, no mean no. Karena jawaban spekulasi bukanlah konsen

IDN Times/Sukma Shakti

Apakah diam bermakna setuju untuk melakukan kegiatan seks ? Belum tentu. Tanyakan kepada pasanganmu secara lugas, apakah akan melakukan hubungan intim atau tidak. Jika jawabannya dengan menunjukkan sikap diam saja, maka kamu tidak perlu bertindak lebih jauh.

Namun dalam beberapa situasi, tak jarang, diamnya pasangan dianggap sebagai tindakan persetujuan. Jawaban yang bersifat spekulatif oleh satu pihak, dapat berindikasi kegiatan intim tersebut bersifat kriminal.

Menyentuh sembarangan seseorang untuk tujuan pemenuhan hasrat, dapat mengakibatkan korban mengalami freeze, dan apakah bentuk diam seketika dapat diartikan korban menyetujui tindakan lebih jauh? Tidak. Korban sedang ketakutan.

Maka, diam bukanlah persetujuan. Jangan berasumsi, mintalah pendapat pasanganmu sedemokratis mungkin.

3. Ingin melakukan seks dan setuju melakukan seks adalah hal berbeda

ilustrasi berhubungan seks atau jimak (everydayhealth.com)

West R (2008), Sex, law, and consent. In A. Wertheimer & W. Miller Eds., The ethics of consent: Theory and practice, mengungkapkan bahwa seseorang mungkin berkeinginan melakukan seks, namun tidak bersedia melakukan kegiatan seks. Misalnya:

Seseorang dalam situasi yang tidak mood, namun karena ada nilai agama tertentu yang dianutnya menginstruksikan taat, maka ia tetap melakukan hubungan intim walau sebenarnya ia tidak bersedia.

Konstruksi sosial telah memberlakukan sinonimitas 'keinginan' dan 'kesediaan' dalam kegiatan seks. Padahal, perilaku sinonimis tersebut rentan kekerasan karena belum terpenuhinya syarat konsensual.

Perilaku altruisme, mementingkan kebutuhan orang lain di atas kepentingan diri sendiri dapat mengakibatkan kerugian kepada satu pihak.

Jadi sebelum melakukan hubungan seks, pastikan pasanganmu sudah dalam keadaan yang siap sedia, jangan hanya berkeinginan saja ya.

Baca Juga: Sisi Gelap Bali: Sejarah Perbudakan di Pulau Dewata  

4. Spesifik: meminta persetujuan untuk apa?

Ilustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Riset Yusuf A A dan Muehlenhard CL (2016), berjudul Women’s and men’s reactions to being sexually coerced: A quantitative and qualitative analysis, memberikan ilustrasi kekerasan seksual terjadi karena nihilnya spesifikasi pertanyaan oleh pelaku.

Pada suatu waktu, seorang perempuan berkencan dengan pria yang disukainya. Tiba-tiba, pria tersebut berjongkok dan menyentuh kakinya, ia bertanya kepada sang perempuan, "Apakah tidak apa-apa"?, dan si perempuan mengiyakan. Tak selang berapa lama, ia merasakan elusan dari kaki hingga pangkal vagina. Perempuan ini mengalami ketakutan dan freeze seketika.

Pertanyaan yang ambigu, entah disengaja atau tidak, menunjukkan tidak adanya spesifikasi sehingga mengakibatkan suatu masalah yang sangat krusial. Tanyakan dengan jelas, jangan ambigu. Berikan jawaban yang spesifik dan lugas.

Berita Terkini Lainnya