5 Bahaya yang Mengintai Bila Aktivitas Seksual Kamu Direkam

Selalu hati-hati dan waspada ya

Penulis: Ufiya Amirah

Kejahatanan berbasis cyber telah masuk ke dalam ranah privat. Eksploitasi seksual menjadi salah satu motif agar korban tetap dalam kekuasaan pelaku. Tak jarang, hubungan seks yang diawali konsensualitas kedua belah pihak, namun setelah hubungan berakhir, bisa berpotensi menjadi bumerang dan ancaman bagi korban.

Misalnya, pelaku mengancam akan menyebarluasan foto dan video saat berhubungan seks. Berikut 5 bahaya yang mengintai apabila aktivitas seksual kamu direkam:

Baca Juga: Sisi Gelap Bali: Sejarah Perbudakan di Pulau Dewata  

1. Video dan foto rentan dijadikan alat eksploitasi

5 Bahaya yang Mengintai Bila Aktivitas Seksual Kamu DirekamIlustrasi pornografi (IDN Times/Sukma Shakti)

Kenapa perlu berhati-hati dalam merekam aktivitas seksual? Rekaman tersebut bisa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang tentunya akan merugikan kamu. Rekaman video atau foto hubungan intim rentan dijadikan sebagai alat untuk mengancam dan mengontrol korban. Selain memaksa untuk mendapatkan imbalan materi dari korban, pelaku juga mengeksploitasi untuk pemuasan hasrat.

"Jika kamu tidak mau berhubungan seks sama saya, video intim kita akan saya sebar."

Dalih penyebaran konten syur membuat korban tunduk dan patuh pada pelaku. Berkaca dari kasus remaja Gianyar pada 30 April 2021 lalu yang diperkosa oleh lima laki-laki. Kekerasan seksual tersebut diawali oleh ancaman penyebaran foto korban oleh pelaku. Walaupun di awal dilakukan dengan konsensus, namun bisa jadi bom waktu di kemudian hari.

Apabila pasanganmu tetap memaksa merekam kegiatan seksual kalian, atau bahkan melakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi, kamu perlu bersikap tegas dan tidak memberi toleransi perilaku tersebut.

Menurut Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM), Ni Putu Candra Dewi SH, pendokumentasian hubungan intim dapat berdampak panjang terhadap korban.

“Pahami konsep konsensus dan pastikan hal itu dipahami secara bersama dengan pasangan maupun teman dekat. Dalam kondisi hukum yang tidak berperspektif korban hari ini, sebaiknya hindari mendokumentasikan hubungan intim. Ada cara preventif pemerintah di Korea misalnya untuk default kamera smartphone berbunyi dan harus mendapatkan izin ketika memposting wajah seseorang di media sosial. Terlihat sederhana namun pembiasaan ini juga berdampak panjang," ungkap Candra, Kamis, (3/2/2021). 

2. Apabila video itu tersebar, nama baik korban bisa tercemar

5 Bahaya yang Mengintai Bila Aktivitas Seksual Kamu Direkamilustrasi korban. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sudah jatuh, tertimpa tangga lagi. Sebuah pepatah yang menggambarkan realitas korban pasca mengalami kekerasan seksual.

Dalam daftar jenis-jenis kekerasan seksual yang dirilis Kominasi Nasional Anti Kekerasan (Komnas) Perempuan, penyebaran konten pornografi sebagai modus ancaman termasuk perilaku kekerasan seksual kategori eksploitasi seksual.

Walaupun eksploitasi bersifat merugikan korban dan menguntungkan pelaku, tetap saja, dalam masyarakat yang patriarkis, kerap korbanlah yang disebut bersalah atas kerugian yang dialaminya.

Tindak kekerasan seksual kerap dipandang sebagai pelanggaran susila, bukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam nilai-nilai dan norma susila yang dianut masyarakat Indonesia kebanyakan, perempuan yang dianggap paling bertanggung jawab untuk menjaga kesucian nilai. Maka apabila terjadi asusila, perempuanlah yang kembali disalahkan.

Apabila ada konten syur yang tersebar, yang disorot adalah perempuan. Siapa namanya ? Berasal dari keluarga mana? Apa pendidikannya? Profil korban tiba-tiba menjadi perbincangan hangat. Nama korban tercoreng karena dinilai mengotori kesucian nilai-nilai yang dianut masyarakat. Mereka fokus menyalahkan korban, tanpa melihat apa motif kejahatan pelaku. Apa tujuan konten tersebut disebar?

Candra menilai sistem hukum dan sistem masyarakat yang tidak berpihak pada korban, revenge porn, menandakan bahwa konstruksi sosial kita hari ini masih jauh dari perspektif gender.

“Katanya data itu lebih berharga dari emas. Tapi data juga seperti air yang mengalir dan sulit dikendalikan. Selalu berani bersikap dan katakan tidak bila tidak berkenan maupun ragu. Pahami juga sifat-sifat konsensus yang pada satu waktu tertentu dan tidak berlangsung berulang kali atau selamanya. Konsensus juga dapat dicabut. Untuk lelaki pun harus memahami arti kata tidak yang berarti adalah tidak,” kata Candra. 

Menurutnya, banyak yang asal sebut bahwa penyebaran konten intim adalah revenge porn, seolah korban layak mendapatkannya. Padahal dilihat dari sisi manapun, ia adalah korban. Itu menandakan bukan saja sistem hukum, tapi masyarakat yang tidak berpihak dan menggunakan lensa gender. Kuncinya adalah relasi yang setara dan menghargai martabat sesama manusia.

3. Stigma buruk keluarga dan publik

5 Bahaya yang Mengintai Bila Aktivitas Seksual Kamu Direkampixabay.com/depresi

Selama laki-laki menjadi subjek yang dominan dengan maskulinitas yang dibawanya, maka dalam perilaku yang dikategorikan asusila berdasarkan norma dan nilai yang ada, perempuan masih kerap mengalami victim blaming. Ya, perempuan yang paling dirugikan dari segi sosial, mental, tak jarang juga materiil.

Bahkan saat pelaku terlihat jelas dalam konten syur, namun yang kemudian menjadi korban adalah perempuan yang cenderung menjadi sorotan. Masyarakat seksis akan menstigma perempuanlah yang binal dan nakal atas asusila yang terjadi.

Kenapa laki-laki tidak dicap dengan stigma yang sama, sebagaimana yang disematkan masyarakat kepada korban?  Stigma timpang ini memberikan peluang besar kepada pelaku untuk melakukan kejahatan berupa eksploitasi seksual kepada korban.

4. Beban trauma berlapis

5 Bahaya yang Mengintai Bila Aktivitas Seksual Kamu Direkamilustrasi trauma antargenerasi (pexels.com/Pixabay)

Masih ingat kasus eksploitasi seksual yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) beberapa waktu silam? Lagi-lagi pelecehan seksual terjadi karena adanya ancaman konten pornografi. Kali ini dengan korban seorang laki-laki.

Namun demikian, dari cerita yang ditulis korban dalam surat terbukanya, mengungkapkan betapa traumatisnya korban atas ancaman-ancaman yang dialaminya. Korban mengalami trauma berlapis. Bahkan tidak sedikit di antara mereka mengalami keterpurukan hidup.

Trauma tidak dapat pulih layaknya proses penyembuhan luka fisik. Sebaliknya, trauma yang disebabkan kekerasan seksual dapat berlangsung seumur hidup. Sekali konten tersebar, maka otomatis akan terarsipkan di internet.

Jejak digital sangatlah berbahaya karena bersifat permanen. Walaupun terdapat upaya penghapusan konten, tetap saja, hasrat publik untuk menyimpan data syur tersebut cukup besar.

Jejak digital, stigma sosial, ketidak berpihakan sanak keluarga dan orang-orang terdekat, ketakutan pasca eksploitasi, menyebabkan trauma korban tak berkesudahan.

5. Risiko pidana terhadap korban

5 Bahaya yang Mengintai Bila Aktivitas Seksual Kamu Direkamilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Korban dipidana. Kok bisa? Pertanyaan tersebut sudah muncul sebelum disahkannya Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang pornografi. Telah banyak video amatir yang mendokumentasikan aktivitas seksual beredar ke publik atau bahkan terpublikasi di situs tertentu. Padahal, belum tentu pihak yang ada dalam video itu memberikan konsen atas publikasi dokumentasi kegiatan seksualnya.

Pelaku eksploitasi seksual dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016. Namun di saat yang bersamaan, korban juga rentan mendapatkan sanksi pidana berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi atas perbuatan pelanggaran hukum berupa merekam aktivitas seksual.

Pada Desember 2020, GA yang merupakan korban penyebaran konten pornografi, oleh Penyidik Polda Metro Jaya, ditetapkan menjadi tersangka sebagai pelaku dalam video pornografi. 

“Masih ada kekosongan hukum untuk melindungi dan merehabilitasi korban-korban KBGO. Kendati masih banyak yang menganggap KBGO adalah isu yang kontemporer, sudah seharusnya Indonesia cepat tanggap dalam memberikan rasa aman berbasiskan perspektif gender terhadap siapa saja,” jelas Candra.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani
  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya