Pengrajin Arak Bali: Gak Kucing-kucingan Lagi dengan Aparat

Penetapan Hari Arak Bali mendapat respon dari pengrajin arak

Karangasem, IDN Times - Varian bahan baku arak ternyata tidak hanya dari nira pohon kelapa, pohon anau (aren), dan pohon ental (lontar). tetapi juga dari bahan lainnya. I Wayan Sudartama, pengrajin arak asal Desa Ulakan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem telah mengembangkan arak dari bahan dasar salak, kopi, dan injin atau ketan hitam. Apa ya tanggapan dia tentang penetapan Hari Arak Bali tanggal 29 Januari?

Baca Juga: Hari Arak Bali Ditetapkan, Perajin: Semoga Bukan Seremonial Saja

Baca Juga: Hari Arak Bali, Antara Tradisi dan Sarana Bersosialisasi

1. Permintaan arak salak mencapai 80 botol dalam dua bulan

Pengrajin Arak Bali: Gak Kucing-kucingan Lagi dengan AparatArak salak Dhadi San (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Sejak arak di Bali didorong untuk menjadi minuman legal, Sudartama mengikuti alur untuk mendapatan izin legal dalam menjual arak. Araknya yang terbuat dari salak dan injin telah mendapatkan nomor izin edar MD (Makanan Dalam) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sedangkan arak kopi masih dalam proses perizinan.

Sejak diluncurkan dua bulan lalu, arak salaknya dengan nama merek Arak Dhadi San ini sudah laku 80 botol seharga Rp325.000 per botol.

"Saat ini mulai memasukkan arak salak ini ke hotel dan restoran. Kini sedang mencari link untuk ekspor. Untuk arak injin, karena baru saja keluar izin edarnya, jadi masih belum diluncurkan resmi," jelas Sudartama, Minggu (1/1/2023).

2. Sudartama mengaku arak salak, injin, dan kopinya diterima baik masyarakat lokal

Pengrajin Arak Bali: Gak Kucing-kucingan Lagi dengan AparatProses pembuatan arak salak (Dok.IDN Times/Istimewa)

Sudartama telah mengembangkan bisnis arak salak sejak lima tahun lalu. Arak injin dan kopinya dikembangkan tiga tahun lalu. Arak ini awalnya dijual ke masyarakat lokal untuk mendapatkan respon pasar. Namun siapa menyangka jika arak buatannya diterima dengan sangat baik.

"Respon besar dari pasar lokal ini yang mendorong saya untuk mendaftarkan araknya ke BPOM. Untuk arak kopi masih menunggu validasi," kata Sudartama.

Bisnis yang dilokani Sudartama ternyata menyerap hasil pertanian dari masyarakat Bali. Seperti mengambil salak dari petani salak di Kabupaten Karangasem, dan kopi robusta yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.

3. Pengrajin tidak lagi kucing-kucingan dengan aparat

Pengrajin Arak Bali: Gak Kucing-kucingan Lagi dengan AparatProses pembuatan arak salak (Dok.IDN Times/Istimewa)

Sudartama menyambut gembira atas pelegalan arak dan penetapan tanggal 29 Januari sebagai Hari Arak Bali.

"Gembira bukan dalam artian  bebas untuk minum-minum. Tetapi dengan adanya koridor aturan nantinya, baik tata distribusi maupun tata kelola minum di masyarakat lebih terkontrol. Daripada kucing-kucingan antara masayarakat penikmat, petani arak, dan aparat. Jadi kan lebih baik dibuatkan payung hukum dan aturannya," ungkapnya.

Sudartama berharap arak Bali akan menjadi spirit agar setara dengan minuman terkenal di dunia, bahkan kalau bisa lebih baik lagi.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya