Legenda Barong Landung di Bali, Dipercaya untuk Penolak Bala

Dikenal sebagai perwujudan Raja Penguasa Bali dan permaisuri

Belakangan ini publik dihebohkan dengan munculnya kebiasaan mengadopsi boneka sebagai anak angkat. Hal ini menjadi fenomena baru di masyarakat dan bahkan diikuti oleh beberapa publik figur di Tanah Air.

Sesungguhnya bukanlah hal yang aneh apabila ada yang menganggap bahwa boneka memiliki nilai spiritual, khususnya di Bali. Misalkan saja Barong Landung. Hampir setiap desa di Pulau Dewata memiliki kepercayaan dan meyakini nilai spiritualnya sehingga disakralkan oleh masyarakat.

Barong Landung menyerupai sepasang boneka yang tinggi menjulang. Satu barong bersosok laki-laki wana hitam dan satu barong wanita berwarna putih dengan mata sipit. Bagi masyarakat Bali, Barong Landung dikenal sebagai perwujudan dari Raja Penguasa Bali pada zaman Bali Kuno, yakni Sri Jaya Pangus, dengan permaisurinya asal Tiongkok, Kang Ching Wie. Dikutip dari berbagai sumber, berikut sejarah Barong Landung di Bali. 

Baca Juga: 10 Lawan Kata dalam Bahasa Bali, Belajar Yuk!

1. Kisah Barong Landung bermula pada masa Kerajaan Bali Kuno Balingkang

Legenda Barong Landung di Bali, Dipercaya untuk Penolak BalaBarong Landung. (instagram.com/baronglandungbali)

Kisah Barong Landung bermula saat zaman Kerajaan Bali Kuno, Balingkang dengan Raja Sri Jayapangus. Pada masa pemerintahannya, sang raja banyak menjalin kerjasama dengan para pedagang asal Tiongkok. Perekonomian masyarakat sangat baik, mereka hidup sangat makmur dan tentram. Mulai dari ketahanan militer hingga perdagangannya.

Dari hubungan dagang dengan Tiongkok inilah, Raja Jaya Pangus bertemu dengan seorang wanita Tiongkok bernama Kang Ching Wie yang merupakan putri dari seorang saudagar kaya raya.

Kecantikan Kang Ching Wie membuat Raja Jaya Pangus memutuskan untuk meminangnya. Pernikahan Jaya Pangus dan Kang Ching Wie ini bahkan dirayakan dengan suka cita oleh masyarakat Balingkang.

Bertahun-tahun menjadi pasangan suami dan istri, Raja Jaya Pangus dan Kang Ching Wie tidak kunjung dikaruniai anak. Hal ini membuat masyarakat turut sedih dan tidak membuat kegiatan berhura-hura. Kang Ching Wie dan Raja Jaya Pangus sangat sedih dengan kondisi itu. Raja Jaya Pangus memutuskan untuk mencari pencerahan, hingga terdampar di sebuah wilayah di kaki Gunung Batur. Raja Jaya Pangus pun memutuskan bermeditasi di sana.

2. Raja Jaya Pangus tergoda oleh rayuan Dewi Danu

Legenda Barong Landung di Bali, Dipercaya untuk Penolak BalaBarong Landung. (instagram.com/baronglandungbali)

Kehadiran Raja Jaya Pangus di kaki Gunung Batur menarik hati Dewi Danu yang menjadi penguasa di wilayah tersebut. Dewi Danu berusaha menggoda Raja Jaya Pangus dari meditasinya. Akhirnya Raja Jaya Pangus tergoda dan memutuskan menikahi Dewi Danu. Dari pernikahan ini, dikaruniai seorang putra.

Sekian tahun berlalu, Kang Ching Wie diratap kesedihan karena suaminya tidak kunjung pulang. Lalu putri saudagar Tiongkok itu memutuskan bertualang mencari suaminya. Ia akhirnya bertemu seorang remaja yang ternyata anak dari Raja Jaya Pangus dan Dewi Danu.

Mengetahui suaminya telah menikah lagi, hancurlah hati Kang Ching Wie. Ia lalu menyerang Dewi Danu untuk merebut suaminya dengan mengerahkan pasukan Balingkang. Mendapatkan serangan ini, Dewi Danu murka. Ia mengerahkan pasukan berupa raksasa dan memorak porandakan pasukan Kang Ching Wie.

Merasa istri pertamanya dalam bahaya, Raja Jaya Pangus berusaha melindungi Kang Ching Wie. Ia menyadari cintanya kepada Kang Ching Wie tidak akan pernah pudar. Hal ini membuat Dewi Danu murka dan mengutuk keduanya menjadi patung.

3. Dewi Danu menyerahkan putranya dan Raja Jaya Pangus ke masyarakat Balingkang

Legenda Barong Landung di Bali, Dipercaya untuk Penolak BalaBarong Landung. (instagram.com/baronglandungbali)

Berubahnya Raja Jaya Pangus dan Kang Ching Wie menjadi patung membuat seluruh masyarakat Balingkang bersedih. Hal ini lah yang membuat Dewi Danu tersadar atas kesalahannya. Ia lalu menyerahkan putranya dan Jaya Pangus ke masyarakat Balingkang. Kelak putra Jaya Pangus dengan Dewi Danu ini yang menjadi raja penerus kerajaan Balingkang.

Sementara itu, Dewi Danu meminta masyarakat Balingkang untuk selalu mengenang sosok Raja Jaya Pangus dan Kang Ching Wie yang memberikan ketentraman, kemakmuran, dan keamanan bagi masyarakat.

4. Menjadi simbol cinta sejati dan ketentraman

Legenda Barong Landung di Bali, Dipercaya untuk Penolak BalaBarong Landung. (instagram.com/baronglandungbali)

Guna mengenang sosok Raja Jaya Pangus dan Kang Ching Wie, masyarakat membuat Barong Landung. Raja Jaya Pangus diwujudkan sebagai sosok orang bertubuh besar, berkulit gelap dan gigi yang besar. Sementara Kang Ching Wie divisualkan berupa wanita tinggi, berkulit putih, dan bermata sipit.

Hampir setiap desa di Bali memiliki Barong Landung dan meyakininya sebagai sesuhunan (Warisan luluhur) yang disakralkan. Masyarakat Bali sampai saat ini menggangap Barong Landung ini sebagai simbol cinta sejati yang menjaga ketentraman di desa.

5. Barong Landung selalu dihadirkan dalam ritual untuk menolak bala

Legenda Barong Landung di Bali, Dipercaya untuk Penolak BalaBarong Landung. (dekyan002 via Instagram.com/baronglandungbali)

Barong Landung di Bali juga erat kaitannya dengan pencipta ketentraman dan kedamaian di desa. Kedua barong biasanya selalu dihadirkan dalam ritual nangluk merana yang bertujuan untuk menolak bala (bahaya) ataupun penyakit.

“Mungkin nama ritualnya di setiap desa di Bali berbeda-beda, demikian juga waktu pelaksanaannya. Namun Barong Landung ini memiliki tujuan yang sama di setiap desa di Bali. Biasanya dihadirkan dalam ritual untuk menolak bala di suatu desa, untuk mencapai ketentraman,” ungkap budayawan asal Klungkung, Dewa Saputra.

Biasanya di hari-hari tertentu, kedua Barong Landung ini ditarikan atau dibawa mengelilingi desa dengan maksud untuk mengusir segala bahaya seperti wabah ataupun penyakit di desa. Tujuannya agar desa menjadi aman, tentram, dan masyarakatnya bahagia.

“Ini erat kaitannya dengan sejarah Barong Landung itu sendiri, yakni kisah Raja Jaya Pangus dan Kang Ching Wei. Pada masa Jaya Pangus dahulu, masyarakat Bali mengalami ketentraman dan kedamaian sehingga secara turun menurun warga mengenangnya melalui Barong Landung ini,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya