Mengenal Tradisi Unik Pura Dalem Kahyangan Kedaton Tabanan

Tidak boleh nyalakan dupa dan ada tradisi ngerebeg

Tabanan, IDN Times - Pura Dalem Kahyangan Kedaton  yang berlokasi di Daya Tarik Wisata Alas Kedaton, Desa Kukuh, Marga, Kabupaten Tabanan, memiliki tradisi unik. Umat Hindu tidak diperbolehkan menghidupkan dupa saat persembahyangan berlangsung.

Selain itu juga ada tradisi ngrebeg yang digelar setiap piodalan (hari suci) pura tersebut yang jatuh pada Anggara Kasih Medangsia. Seperti apa tradisi tersebut? Berikut pemaparan Bendesa Adat Kukuh, I Gusti Ngurah Arta Wijaya:

Baca Juga: Muncul Belatung Jika Dilanggar, Tradisi Potong Babi di Desa Adat Kukuh

1. Sejak tahun 1775, persembahyangan tanpa menghidupkan dupa

Mengenal Tradisi Unik Pura Dalem Kahyangan Kedaton Tabananilustrasi dupa. (unsplash.com/denisolvr)

Menurut Ngurah Arta, tradisi tidak menghidupkan dupa saat persembahyangan di Pura Dalem Kahyangan Kedaton sudah dilaksanakan sejak pura ini ditemukan pada tahun 1775. Ketika pertama kali ditemukan, lingkungan pura dalam kondisi sangat panas. Lalu sejak itulah larangan tidak menghidupkan dupa mulai diberlakukan.

"Tetapi  kalau secara logika, Pura Dalem Kahyangan Kedaton itukan ada di tengah hutan Alas Kedaton yang memiliki banyak habitat kera. Jadi kalau menghidupkan dupa, lalu tiba-tiba dibawa kera ke tengah hutan, tentunya ditakutkan akan terjadi kebakaran hutan," papar Ngurah Arta.

Menurutnya semenjak tradisi ini diterapkan, tidak pernah dilaporkan adanya pelanggaran. "Tidak pernah dilanggar. Sampai sekarang jika sembahyang di sana memang tidak menghidupkan dupa," jelasnya.

2. Utama Mandala berada di posisi paling rendah

Mengenal Tradisi Unik Pura Dalem Kahyangan Kedaton TabananPura Dalem Kahyangan Kedaton (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Menurut Ngurah Arta, ada keunikan lain yang bisa ditemukan di Pura Dalem Kahyangan Kedaton. Biasanya di setiap Pura, Utama Mandalanya akan lebih tinggi dari bagian Madya. Tetapi di Pura ini, Utama Mandalanya justru lebih rendah dari Madya.

"Ini ada ceritanya. Dulu saat masih dalam kekuasaan Belanda, Lingga Yoni yang berada di bagian Utama Mandala Pura Dalem Kahyangan Kedaton berusaha dipidahkan untuk dibawa ke Belanda. Namun semakin digali, dasar Lingga Yoni semakin ke bawah sehingga lama kelamaan bagian Utama Mandala menjadi lebih rendah dari Madya. Karena Lingga Yoni tidak bisa dipindahkan, akhirnya Utama Mandala dibiarkan saja seperti sekarang kondisinya," jelas Ngurah Arta.

3. Ada tradisi ngerebeg yang paling ditunggu-tunggu

Mengenal Tradisi Unik Pura Dalem Kahyangan Kedaton TabananPura Dalem Kahyangan Kedaton (kukuh-marga.desa.id)

Tradisi unik lainnya di Pura Dalem Kahyangan Kedaton yang sampai sekarang masih dilakukan yaitu tradisi ngerebeg dan kegiatan piodalan tidak boleh melewati jam 19.00 Wita atau sebelum matahari terbenam.

Mengapa harus sebelum matahari terbenam? Menurut Ngurah Arta, karena dipercaya sampai saat ini ada penangkilan secara niskala, di mana wong samar (mahkluk halus) akan bergiliran sembahyang setelah matahari terbenam. 

Sementara tradisi ngerebeg menjadi simbol melepas hawa nafsu dan bermakna gereget suka cita atas selesainya seluruh rangkaian piodalan. Biasanya prosesi upacara Pujawali di Pura Dalem Kahyangan Kedaton diawali dengan ngebeji (mensucikan) Ida Bhatara ke Pura Beji yang berlokasi di sisi timur Hutan Kedaton.

Pukul 13.00 Wita, dilakukan tradisi mepeed gebogan (berjalan beriringan dengan menjunjung gebogan) dari 12 banjar pakraman. Dalam tradisi mepeed gebogan ini, sekaligus ngiring patapakan barong ket dan barong landung yang ada di masing-masing banjar adat. Sebagai penutup, barulah tradisi yang paling dinanti anak-anak, yakni ngerebeg.

Ngurah Arta memaparkan pada pukul 18.30 Wita, saat matahari senja memancarkan cahayanya, kegiatan persembahyangan ditutup dengan sembahyang bersama antara pamangku (pemimpin agama) dan pacalang (keamanan) dan pamedek (umat). Setelahnya, mulai siap-siap untuk melaksanakan tradisi ngerebeg.

Pamedek, khususnya anak-anak, sangat menunggu tradisi ini. Sejak sore mereka telah mempersiapkan sarana ngerebeg, berupa ranting kayu yang dihias. Selain ranting kayu, ada juga yang mengarak lelontek, bandrang, tedung dan tumbak untuk diarak berlari mengitari pura. Begitu patakapan barong ditedunkan dari balai panjang, anak-anak yang mengikuti tradisi ngerebeg langsung bersorak.

Mereka menunggu percikan tirta (air suci) dari pamangku sebagai aba-aba mulai berlari sekencang-kencangnya. Begitu tirta dipercikkan, puluhan peserta ngerebeg langsung melesat berlari seperti peluru saat pemicunya ditekan. Setelah mereka berlari tiga kali mengelilingi areal pura yang cukup luas, barulah tradisi ngerebeg dihentikan.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya