Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Banjarangkan Klungkung
Warga meyakini tarian ini menetralisir wabah dan penyakit
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setiap desa di Bali memiliki kesenian unik yang sangat khas. Seperti halnya di Desa Adat Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Wilayah ini juga memiliki kesenian Tari Sanghyang Jaran yang sangat disakralkan warga setempat.
Tarian ini biasanya hanya ditarikan pada saat Buda Umanis Medangsia (Kalender Bali) di Pura Puseh Sari. Warga meyakini, tarian sakral tersebut bertujuan untuk menetralisir bumi atau semesta yang mengalami ketidakseimbangan wabah dan penyakit.
Baca Juga: Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan Bali
Baca Juga: Eks Galian C Klungkung Disebut Kuburan Korban PKI, Benarkah?
1. Tarian ini bisa sembarangan dipentaskan begitu saja
Pertunjukan Tari Sanghyang Jaran khas Desa Adat Banjarangkan sangatlah sakral. Tariannya pun dipersiapkan dengan berbagai upacara yang kompleks. Bendesa Adat Banjarangkan, Anak Agung Gede Dharma Putra, menjelaskan ritual upacaranya diawali dengan melakukan persembahyangan bersama yang dipimpin oleh pemangku pemucuk (Utama) di Pura Puseh Sari.
Setelah sembahyang berakhir, beberapa orang membentuk kelompok untuk berkidung. Mereka akan duduk bersila tepat di depan bangunan pelinggih pengaruman. Kelompok kidung inilah yang nantinya akan melantunkan tembang ketika Sanghyang Jaran menari.
Disiapkan pula pengasepan (Terbuat dari tanah liat yang diisi dengan bara api) di atas sebuah dulang (Tempat untuk menaruh sesaji). Penglingsir kemudian memolesi tubuh penari menggunakan tapak dara yang telah disiapkan.
"Tarian ini termasuk tarian sakral. Tidak sembarangan untuk dipentaskan. Harus melewati serangkaian ritual," ujar Anak Agung Gede Dharma Putra.