Sejarah Museum Manusia Purba Gilimanuk, Awalnya Tempat Penguburan
Museum ini menyimpan 210 koleksi, termasuk sarkofagus
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Museum Manusia Purba Gilimanuk terletak di ujung paling barat Pulau Bali, tepatnya di Jalan Rajawali, Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana. Apabila ditempuh dari Denpasar, jaraknya sekitar 160 km. Museum ini didirikan di atas Situs Arkeologi di Tepi Teluk Gilimanuk, dengan luas lebih dari 20 hektare.
Pada tahun 1993, museum ini selesai dibangun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jembrana. Dalam proses pembangunannya, Pemkab Jembrana bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Jakarta dan Balai Arkeologi Denpasar.
Dalam tulisannya pada jurnal Forum Arkeologi Volume 29, Nomor 3, November (2016), berjudul Revitalisasi Museum Manusia Purba Gilimanuk, Ida Ayu Gede Megasuari Indria, dari Balai Arkeologi Bali, memaparkan bahwa Museum Manusia Purba Gilimanuk menyimpan 210 koleksi berupa model penguburan di Situs Gilimanuk, rangka manusia purba, sarkofagus sebagai media penguburan, alat-alat logam, perhiasan, manik-manik, peralatan dari tanah liat, dan alat batu.
Koleksi tersebut dipajang di dalam ruang pameran tetap museum yang terdiri dari tiga lantai. Dalam penyajian koleksinya, digunakan pendekatan kronologi dan taksonomi. Pendekatan kronologi berdasarkan pada urutan waktu dengan menggunakan objek seni dan sejarah tanpa interpretasi yang jelas. Sedangkan pendekatan taksonomi berdasarkan pada kualitas, kegunaan, gaya, periode, dan pembuatnya.
Disebutkan pula bahwa pendirian museum ini didasarkan atas studi kelayakan warisan budaya dan hasil penelitian di Situs Gilimanuk. Prof Dr R P Soejono pada tahun 1963 merintis penelitian di Situs Gilimanuk dan ditemukan kubur tanpa wadah dan sebuah kubur dengan wadah tempayan bertumpuk. Ada juga banyak pecahan gerabah, kulit kerang, dan siput laut. Berdasarkan temuan itu, diprediksi Situs Gilimanuk di masa lalu pernah digunakan untuk pemukiman sekaligus tempat penguburan.
Baca Juga: Sejarah Museum Bali di Denpasar, Arsiteknya Dibantu Orang Jerman
1. Jadi sarana pelestarian hasil-hasil penggalian arkeologi di Gilimanuk
Keberadaan museum ini diharapkan bisa menjadi sarana pelestarian hasil-hasil penggalian arkeologi di Gilimanuk yang dirintis oleh Soejono. Dilansir dari situs resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id, diketahui bahwa berdasarkan hasil-hasil penggalian, Gilimanuk merupakan sebuah necropolis yaitu perkampungan atau pemukiman nelayan. Selain itu, Gilimanuk juga menjadi tempat pemakaman penduduk, dari masa perundagian, yakni sekitar 2.000 tahun yang silam.
Warisan budaya yang disimpan di sana terbilang sangat kaya. Hasil temuan masa lalu sangat melimpah, di antaranya ada ratusan rangka manusia purba, baik anak-anak, laki-laki, maupun perempuan. Mereka dikuburkan bersama dengan benda-benda bekal kubur, termasuk periuk, barang-barang perunggu, gelang kayu, hingga gelang kaca.
Menarik perhatian, ialah ratusan periuk berhias (ada juga yang polos) ditemukan di sini bersama-sama dengan dua buah tempayan besar yang disusun tumpuk sebagai wadah kubur. Di samping itu ditemukan juga wadah kubur lainnya, ialah berupa sarkofagus, berdampingan dengan penguburan tanpa wadah.