TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Tari Telek Khas Sidakarya Bali, Tidak Dipentaskan

Penyebutannya bukan dalam Bahasa Jawa ya guys

Tari Telek khas Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Kota Denpasar. (YouTube.com/Made Wijaya)

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Sekadar diketahui bahwa seni, budaya, dan agama di Bali saling berkaitan. Banyak karya seni, terutama tarian, masuk ke dalam kesenian yang sakral. Tentu saja bukan tarian yang sering kamu lihat di tempat wisata ya.

Sebab tarian sakral ini tidak boleh dipentaskan di sembarang tempat. Hanya dipentaskan pada saat pelaksanaan upacara atau yadnya. Kesenian sakral ini sangat dikeramatkan dan disucikan oleh masyarakat Bali.

Ambil contoh Tari Telek yang ada di Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Kota Denpasar. Berikut ini sejarah Tari Telek khas Bali, yang dikutip dari Jurnal Pendidikan Seni Batarirupa oleh Ni Nyoman Ayu Bintang Agustini Maha Putri, Gusti Ayu Made Puspawati, dan Ni Made Pira Erawati pada tahun 2021.

Baca Juga: Sejarah Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Dulunya Dikutuk

Baca Juga: Makna Tumpek Landep di Bali, Bukan Upacara untuk Kendaraan

1. Berawal dari karya seni anak-anak di Desa Sidakarya

Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya. (YouTube.com/Adi_Tombong Bali Chanel)

Desa Sidakarya pada zaman dahulu terbagi menjadi dua, yaitu Dauh Jlinjing dan Danging Jlinjing. Anak-anak di masing-masing daerah tersebut membuat seni tari joged dan janger sederhana.

Dauh jlinjing membuat joged berisi tarian rangda, dan Dangin Jlinjing membuat janger berisi tarian barong. Bahan-bahan yang digunakan sebagai kostum juga sangat sederhana. Seiring perkembangan waktu dan zaman, kostum yang digunakan semakin dibuat lebih baik dan taksu (Kekuatan suci) mulai terpancar dari kedua tarian tersebut.

2. Dauh Jlinjing dan Dangin Jlinjing disatukan

Tari Telek khas Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Kota Denpasar. (YouTube.com/Made Wijaya)

Karena dirasa kedua seni tari tersebut memiliki taksu, akhirnya para tetua (penglingsir) adat turun untuk memperbaiki tarian tersebut. Hal ini dimulai dengan nunas (Memohon) kayu pole untuk pembuatan tapel (Topeng).

Setelah selesai, langsung diupacarai sebagaimana mestinya, yang diikuti dengan proses mejaya-jaya. Seiring berjalannya waktu, akhirnya Dauh Jlinjing dan Dangin Jlinjing disatukan.

3. Terdapat 5 tapel dan kostum yang disakralkan. Ttidak boleh sembarang orang menarikannya

Tari Telek khas Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Kota Denpasar. (YouTube.com/Made Wijaya)

Setelah penyatuan tersebut, tarian ini kemudian dilengkapi dengan tapel telek dan jauk. Hingga iini, Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya memiliki tapel telek lengkap dengan kostumnya, di mana tidak boleh ditarikan oleh sembarang orang.

Hanya orang yang telah disucikan atau nyungsung saja yang boleh menarikannya. Tarian ini ditarikan oleh empat penari laki-laki dan satu penari perempuan.

Masing masing penari memiliki sebutannya masing-masing yaitu Ratu Mas Pemayu Jagat (Ratu dari Tari Telek sesuhunan), Ratu Mas Sekar Jepun, Ratu Mas Sekar Cempaka Kuning, Ratu Mas Sekar Cempaka Putih, dan Ratu Mas Sekar Tunjung.

4. Tarian Telek dipentaskan ketika Hari Raya Tumpek Landep

Tari Telek khas Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya, Kota Denpasar. (YouTube.com/Made Wijaya)

Tari Telek sakral ini dipentaskan di Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarya. Pementasannya bertepatan dengan upacara piodalan di pura tersebut, yang jatuh di Hari Tumpek Landep setiap 210 hari sekali.

Pementasan Tari Telek biasanya berbarengan dengan Ida Sesuhunan yang berwujud barong dan rangda napak pertiwi (Menari atau mesolah). Selama pementasan, biasanya penari akan kesurupan atau kerauhan. Selain di Pura Mutering Jagat Dalem Sidakarta, Tari Telek juga dipentaskan di Pura Dalem Sudha Sidakarya pada rahinan Anggara Kasih, Wuku Medangsia.

Berita Terkini Lainnya