Indonesia Belum Ada Kebijakan Pemasaran Produk Herbal

Gianyar, IDN Times - Produk herbal atau tradisional kini kian diminati oleh masyarakat Indonesia. Sebab selain dikenal khasiatnya, juga diklaim mampu menekan pengeluaran pengobatan menjadi lebih murah. Hal tersebut diungkap oleh Visioner & Founder Sanga-Sanga by PT Kutus-Kutus Herbal, Babe Bambang Pranoto.
Ia katanya menjalankan metode tersebut belasan tahun. Manfaat rempah tersebut ia maksimalkan dalam produk Sanga-Sanga yang diklaim menggunakan 140 bahan herbal atau rempah Indonesia.
"Jadi tidak ada ingredients impor. Jadi semua 100 persen dari negeri sendiri karena mereka sudah mulai menanam," terangnya.
1. Produk herbal rempah harus menyesuaikan dengan kebutuhan pasar

CEO and Founder Sanga-Sanga, Riva Effrianti, mengatakan sebagai produk herbal yang lahir dari kearifan lokal Bali dan persembahan alam Indonesia, Sanga-Sanga memanfaatkan 140 jenis bahan rempah. Lalu mengemasnya secara kekinian, dan aroma rempah juga menyesuaikan kesukaan konsumen. Tidak hanya minyak balur, produk herbal ini dikembangkan menjadi skincare dan obat kesehatan lainnya.
"Komposisinya di kami 140 jenis bahan. Kami mempertahankan aroma rempah sesuai kebutuhan pasar," terangnya.
Babe Bambang Pranoto menambahkan, hampir ratusan jenis rempah-rempah yang ia gunakan itu berasal dari Indonesia. Walaupun beberapa tanaman lainnya bukan asli Indonesia, namun telah dikembangkan di wilayah Bali. Seperti Rosemary yang banyak dibudidayakan di Bedugul, Kabupaten Tabanan.
2. Produk tradisional dan herbal memerlukan dukungan kebijakan pemasaran

Babe Bambang Pranoto mengatakan, produk tradisional atau herbal di Indonesia belum sepenuhnya didukung oleh kebijakan, terutama pemasarannya di apotek. Ia mengamati, permintaan produk tradisional di pasaran mulai meningkat, kemudian membandingkan kondisi ini dengan di Eropa.
"Kalau di Eropa itu diberi aturan. Apotek harus menjual 30 persen herbal. Tapi Indonesia belum ada aturannya. Mudah-mudahan sebentar lagi pemerintah mengeluarkan aturan untuk mengembangkan obat herbal," terangnya.
Meski demikian, produk herbal inovasi terbarunya yang baru setahun di pasaran ini mulai mendapatkan peluang masuk ke 1.064 outlet di apotek. Produk ini ia akui merupakan transformasi dari produk sebelumnya yang ia ciptakan pada 2013, yakni Kutus-Kutus.
"Beberapa hari yang lalu kami mendapat order dari Kimia Farma untuk mengisi Apotek Kimia Farma se-Indonesia ya. Itu luar biasa," terangnya.
3. Generasi muda harus sadar potensi rempah Indonesia

Ia mengingatkan generasi muda saat ini, bahwa Indonesia memiliki sejarah hebat terkait rempah-rempah sejak zaman nenek moyang. Potensi rempah Indonesia menjadi barang dagangan termahal yang diperdagangkan oleh VOC. VOC sendiri, kala itu dianggap sebagai konglomerat terbesar di dunia.
"Rempah-rempah Indonesia zaman itu jadi komoditi terbaik dunia. rempah-rempah Indonesia pernah menentukan ekonomi dunia," terangnya.
Ia mengajak masyarakat agar kembali memaksimalkan potensi rempah Indonesia. Juga mengingatkan agar menghindari produk-produk tradisional palsu di lapangan yang justru tidak bisa dipertanggungjawabkan manfaatnya.