Setahun Terisolasi Pagar Pembatas Perimeter GWK Setinggi 2 Meter

- Pembongkaran pagar perimeter GWK melegakan warga setelah hampir setahun terisolasi
- Pengelola GWK menyatakan jalan berdiri di tanah asetnya dan telah menggeser beberapa titik tembok pembatas
- Warga meminta agar pembongkaran berlanjut hingga pagar dipindahkan ke kiri jalan sesuai dengan perjanjian sebelumnya
Badung, IDN Times - Tembok batako dalam kondisi jebol menjadi saksi penderitaan keluarga I Wayan Sumada (36), warga Banjar Dinas Giri Dharma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan. Hampir setahun terakhir, Sumada sekeluarga harus merasakan susahnya keluar masuk rumah karena aksesnya tertutup oleh pagar pembatas perimeter setinggi 2 meter.
Pagar itu dibangun oleh PT Garuda Adhimatra Indonesia (GAIN), pengelola Taman Budaya Garuda Wisnu Kencana (GWK). Tak hanya Sumada yang menderita, tapi juga ratusan warga lainnya di dua lokasi sekitar GWK. Wayan Sumada sudah tinggal selama 36 tahun di lokasi tersebut, begitu juga dengan orangtuanya yang sudah lebih dulu tinggal di sana.
Dia pun kemudian mengambil inisiatif untuk menjebol pagar belakang rumahnya sebagai jalan keluar masuk. Jalan baru itu harus melewati tanah tetangga sehingga dia harus "permisi" untuk bisa mengakses jalan keluar masuk ke rumahnya yang berada di pojokan.
Di rumah khas Bali tersebut, hidup sekitar 5 orang termasuk ibunya yang sudah lanjut usia. Selain mereka, ada beberapa warga yang menyewa kamar kosnya.
"Kalau gak saya bikin jalan sendiri kayak gini, saya gak bisa keluar sama keluarga. Terus aktivitas pun tidak bisa dilakukan senormal seperti biasanya. Begitu," terangnya.
1. Pembongkaran pagar pembatas perimeter sedikit melegakan warga

Menurut Wayan Sumada, jalan di depan rumahnya tersebut sudah ada sejak dulu, bahkan sebelum GWK dibangun megah. Badan jalan tersebut, menurutnya, juga masuk dalam sertifikat peta tanahnya.
Pagar pembatas perimeter kemudian dibangun saat menjelang agenda World Water Forum (WWF) ke-10, dengan alasan untuk pengamanan yang berkaitan kegiatan. Ia sempat berdebat dengan pelaksana yang memasang tembok, namun sia-sia.
Tak tinggal diam, dia kemudian melapor ke Kelihan Adat dan Kelihan Dinas terkait kondisi tersebut. Hingga setahun lamanya baru kemudian mendapatkan secercah harapan.
"Sampai setahun baru ada kejelasan. Itu pun yang kami harapkan sebenarnya agar tembok bisa digeser ke sebelah jalan. Tidak harus mepet di sini," ungkapnya.
Dibukanya pagar pembatas perimeter pada Rabu (1/10/2025) sedikit memberikan angin segar baginya. Wayan mengatakan, masih memiliki kekhawatiran bahwa nantinya akan kembali ditutup sewaktu-waktu.
"Soalnya belum ada kejelasan. Harapannya sih agar dibuka total untuk tembok-tembok yang berdiri," ungkapnya.

Pembongkaran pagar pembatas perimeter itu juga disambut beberapa keriangan anak-anak yang tinggal di lokasi. Mereka berlarian dan bermain layangan di jalan aspal tersebut. Beberapa warga juga terlihat bermain dengan anak-anaknya hingga waktu menjelang petang.
2. Pengelola GWK menyatakan, jalan berdiri di tanah asetnya

Sementara itu, Komisaris Utama PT GAIN, Sang Nyoman Suwisma mengungkap, pagar pembatas perimeter didirikan di atas tanah dan jalan milik GWK. Terkait persoalan yang kini muncul, Suwisma mengungkap, manajemen GWK telah bertemu dengan Gubernur Provinsi Bali dan Bupati Badung beserta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada Senin malam (30/9/2025).
Hasil pertemuan tersebut, PT GAIN selaku pengelola Taman Budaya GWK memutuskan untuk menggeser beberapa titik tembok pembatas di sisi selatan pintu masuk kawasan GWK. Gubernur Bali, I Wayan Koster, dan Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa memang meminta agar akses jalan bagi masyarakat kembali dibuka untuk menghormati nilai-nilai kearifan lokal.
“Tanah yang berada dalam kawasan GWK secara sah adalah milik perusahaan. Namun demikian, GWK memahami adanya kebutuhan masyarakat terhadap akses jalan tersebut. Untuk itu, atas kebijaksanaan dari perusahaan, kami membuka kembali pembatas perimeter tersebut," terangnya.
3. Warga minta pagar pembatas perimeter dipindahkan

Bendesa Adat Ungasan sekaligus Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, I Wayan Disel Astawa mengatakan, pembongkaran yang dilakukan pada 1 Oktober 2025 merupakan permulaan. Masyarakat berharap pembongkaran berlanjut hingga pagar pembatas perimeter sepanjang kurang lebih 250 meter, bisa dipindahkan ke kiri jalan.
Menurut perjanjian dan berita acara, PT GAIN sebelum diakuisisi ke Alam Sutra, lokasi itu merupakan jalan umum. Sebelum ada GWK, jalan tersebut dibuat oleh pemerintah dan diperuntukkan untuk menuju SD 8 Ungasan. Kemudian pihak GWK mengeluarkan Surat tertanggal 30 April 2024 yang menyatakan melakukan pemagaran perimeter Kawasan GWK.
"BPN (Badan Pertanahan Nasional) Badung pun mengatakan batas timur rumah orang terisolir kemarin itu adalah jalan, tanah Pemkab. Kenapa (pengelola) GWK menyatakan dia yang punya? Jelas-jelas pemerintah yang ngaspal," tegas Disel Astawa.
Oleh karena itu, dia kembali menegaskan bahwa lokasi yang menjadi sengketa tersebut bukanlah milik pengelola GWK. "Cari data di BPN tahun 1983. Kalau memang harus ditegaskan, mari kita sama-sama melakukan pengukuran ulang terhadap aset yang mereka miliki," terangnya.