Bali Belum Punya Sirine Peringatan Dini Potensi Bencana Banjir

Denpasar, IDN Times - Hujan deras kembali menerjang sebagian besar wilayah di Provinsi Bali, menambah potensi bencana banjir. Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali, Gede Teja, mengatakan penanganan potensi bencana banjir melibatkan seluruh instansi.
“Ya penanganan seperti biasa, semua instansi terkait terlibat. Provinsi selalu mendampingi,” kata Teja kepada IDN Times, Minggu (14/12/2025).
Selain penanganan darurat dengan memberikan bantuan langsung warga terdampak banjir, pihaknya juga telah melakukan pencegahan banjir dengan peringatan dini cuaca ekstrem.
“Peringatan dini cuaca ekstrem selalu update, diseminasi berbagai media,” imbuh Teja.
Namun, saat ditanya tentang sirine early warning system (EWS) atau peringatan dini bencana, Teja mengaku Bali belum memilikinya. Lalu, kapan Bali akan memiliki sirine peringatan dini bencana? Baca selengkapnya di bawah ini.
1. Bali belum memiliki peringatan dini potensi bencana banjir

Kepada IDN Times, Teja mengaku Bali belum memiliki sirine peringatan dini potensi bencana banjir. Pemasangan unit EWS di sungai merupakan kewenangan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida.
“Ya itu belum. Untuk warning luapan sungai, BWS punya tanggung jawab itu, tapi belum bisa juga dia,” kata dia.
Selama bergerak di bidang penanggulangan bencana Bali, Teja mengaku Bali belum memiliki unit peringatan dini potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir. Ia mengaku telah menyarankan kepada pihak BWS Bali Penida untuk memasang unit EWS di titik rawan banjir. Melalui saran kepada BWS Bali Penida, Teja mengatakan hal itu mungkin terealisasi pada 2026 mendatang.
“Sudah. Dijawab tahun depan,” ungkapnya singkat.
BWS Bali Penida sebut pemasangan EWS di Bali pada akhir 2026

Sementara itu, Kepala BWS Bali Penida, Gunawan Suntoro, menegaskan sistem peringatan dini sangat diperlukan untuk memberikan informasi kebencanaan kepada warga di sekitar sungai.
“Sistem peringatan dini (Early Warning System) sangat diperlukan untuk memberikan informasi kepada warga di sekitar sungai, mengenai kondisi sungai di hulu sehingga diharapkan warga menjadi waspada,” ungkap Gunawan saat dikonfirmasi IDN Times, pada Minggu (14/12/2025).
Menurut Gunawan, instalasi EWS membutuhkan perhitungan dan perencanaan hidrologi yang matang agar tepat sasaran. Pihaknya menargetkan pemasangan EWS pada tiga kawasan yakni Tukad Badung, Tukad Mati, dan Tukad Ayung.
“Secara menyeluruh akan dilakukan perencanaan terlebih dahulu dan harapannya tahun 2026 akhir atau 2027 sudah dapat terpasang,” imbuhnya.
Ia mencontohkan pada satu kawasan di Tukad Badung, minimal terpasang tiga unit EWS, yaitu di hulu, tengah, dan hilir. Namun, jika mengacu pada intensitas hujan dan debit air sungai, Gunawan memperkirakan pemasangan EWS akan lebih dari tiga unit.
Peneliti telah mengingatkan perbaikan infrastruktur kebencanaan, termasuk ketersediaan EWS di Bali

Sebelumnya, Peneliti dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bali, Oka Agastya, telah mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk membenahi sistem dan infrastruktur kebencanaan. Termasuk pengadaan EWS yang memadai dan holistik.
Oka menyampaikan hal itu dalam konferensi pers gugatan warga negara atau citizen lawsuit yang diajukan Koalisi Pergerakan Untuk Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan Bali (Pulihkan Bali). Gugatan itu diajukan kepada 15 instansi Pemerintahan Pusat dan Daerah, menyoroti kebijakan berbasis mitigasi di Bali.
Ia menegaskan, warga negara berhak mengakses infrastruktur bencana dengan lengkap dan jelas. Oka juga menyoroti kewenangan pemerintah dalam kebencanaan amat tumpang tindih. Contohnya dalam kewenangan daerah alirang sungai (DAS). DAS di Bali dikelola Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR dan BWS Bali Penida.
“Sedangkan kebutuhan mitigasi bencana kita itu adalah lokal, BPBD atau pemerintah di daerah. Nah, sehingga tumpang tindih kewenangan itu pasti akan menjadi kesulitan di dalam penyediaan early warning system gitu,” ucap Oka.
Tumpang tindih kewenangan yang mengakibatkan penanganan bencana tidak maksimal, termasuk dalam poin gugatan warga negara.

















