Nasib 2 Napi Kasus Bali Nine di Lapas Kerobokan, Belajar Kesabaran

Keduanya jadi teman abadi dan ditahan seumur hidup

Badung, IDN Times – Dua orang narapidana kasus Bali Nine yang masih berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kerobokan adalah Si Yi Chen dan Matthew Norman. Mereka menjalani pidana seumur hidup atas kasus penyelundupan lebih dari 8 kilogram heroin pada April 2005 silam.

Sebagai terpidana seumur hidup yang saat ini menjadi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas II A Kerobokan, Si Yi Chen dan Matthew Norman saat ditemui IDN Times pada akhir Desember 2022 lalu, mengungkapkan penyesalannya. Apa saja kesibukan mereka di dalam Lapas? Berikut ungkapan hati mereka:

https://www.youtube.com/embed/XFsZ_VKjMvs

1. Ada napi kasus Bali Nine yang sudah dieksekusi mati

Nasib 2 Napi Kasus Bali Nine di Lapas Kerobokan, Belajar Kesabaranwellspringprevention.org

Kasus penyelundulan ini melibatkan sembilan orang, dua orang di antaranya, yakni Andrew Chen dan Myuran Sukumuran, telah dieksekusi mati pada tahun 2015 lalu. Sisanya menjalani pidana seumur hidup, yakni Si Yi Chen, Matthew Norman, Tan Duc Thanh Nguyen, Renae Lawrence, Scott Rush, Michael Czugaj, dan Martin Stephens.

Kemudian Tan Duc Thanh Nguyen meninggal dalam tahanan pada tahun 2018 karena sakit kanker. Sedangkan Renae Lawrence bisa bebas pada November 2018 lalu setelah mendapatkan pemotongan hukuman dalam proses peradilan yang lebih tinggi. Yang lain tetap menjalani pidana dan beberapa ada yang dilayar ke luar Pulau Bali.

2. Chen mengaku belajar kesabaran, habiskan waktu untuk menekuni keahlian perak

Nasib 2 Napi Kasus Bali Nine di Lapas Kerobokan, Belajar KesabaranWBP Bali 9, Si Yi Chen (tengah). (IDN Times/Ayu Afria)

Hingga akhir Desember 2022 lalu, Chen sudah genap 17 tahun berada di Lapas Kelas II A Kerobokan. Dalam wawancara dengan IDN Times, ia mengungkapkan sudah 12 tahun mengajari WBP lainnya untuk membuat perhiasan dari perak. Keahlian ini awalnya tidaklah mudah ia pelajari. Karena ia mempelajari skill ini dari nol sejak menjadi terpidana.

Pada tahapan awal belajar, Chen mengaku melatih kesabaran karena kehidupannya sejak saat itu tidak sama dengan sebelumnya. Tidak dipungkiri ia sempat marah hingga melempar alat-alat hanya untuk mempelajari keahlian perak ini. Menurutnya apa yang ia pelajari tersebut bukan hanya karya tangan saja, selebihnya adalah tentang jiwa.

“Semua di sini mulai dari nol sampai sekarang sudah bisa banyak yang kerja di sini. Saya juga belajar dari nol di sini. Tapi sampai sekarang saya mungkin sekitar 8 tahun yang lalu saya sudah bisa jadi guru karena sudah semua saya bisa,” ungkapnya.

Perhiasan perak yang ia dan WBP lainnya buat, didesain sendiri sehingga mengandung nilai history yang kental dengan terpidana. Perhiasan berupa cincin, kalung, gelang, anting dan lain sebagainya buatan mereka dijual di salah satu toko di Ubud dengan merek Mule Jewels. Uang hasil penjualan kemudian diputar ulang untuk pembelian bahan, pemeliharaan alat, dan lain sebagainya. Selain itu, juga untuk upah bagi mereka sendiri.

Dengan melatih para WBP ini, Chen berharap nantinya setelah teman-temannya selesai menjalani pidana bisa mengaplikasikannya di lapangan sebagai pekerjaan mereka. Dengan begitu, mereka tidak berpikir untuk bertindak kriminal dalam mendapatkan uang.

3. Matthew merasa kehidupannya sangat sulit, ia menjadi guru dan aktif di gereja

Nasib 2 Napi Kasus Bali Nine di Lapas Kerobokan, Belajar KesabaranTerpidana Bali 9, Matthew Norman. (IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu, Matthew menghabiskan hari-harinya dengan melakukan aktivitas desain grafik dan t-shirt printing. Ia juga mengajari WBP lainnya. Selain itu ia giat dalam berolahraga seperti bermain tenis. Kesibukan lainnya adalah mengajar bahasa Inggris, dan program lainnya yang ada di Lapas. Termasuk aktif sejumlah kegiatan di gereja.

“Tinggal di dalam penjara sangat sulit. Ketika kamu punya aktivitas yang positif, seperti printing t-shirt, program kesenian, jadi sangat penting bagi kita untuk tetap sibuk dan melakukan aktivitas positif, juga belajar skill baru,” ungkapnya.

Hidup dalam tahanan semakin sulit ia rasakan terlebih saat pandemik. Ia tidak bisa bertemu dengan istrinya dan ayahnya. Saat pandemik itu ia tidak mendapatkan kunjungan sama sekali. Jauh dari ketidaknyamanan hidup dalam tahanan, Matthew mengungkapkan penyesalan sangat mendalam atas tindakannya di masa muda saat itu.

“Saya berdoa agar saya bisa bebas dan ke luar dari sini suatu saat nanti. Hal paling berat berada di dalam penjara adalah mengetahui hukuman saya seumur hidup. Di satu sisi berharap ada kemungkinan bisa ke luar dari penjara ini. Itu yang paling berat.

Saya tidak pernah membayangkan akan seperti ini. Ketika usia 18 tahun saya ditangkap, saya tidak pernah berpikir tentang risiko akan ditangkap. Saya tidak berpikir tentang kriminal. Saya hanya memikirkan tentang uang yang ternyata membuat saya harus berada di sini seumur hidup. Karena tindakan kriminal itu dan saya sama sekali tidak pernah membayangkannya,” ungkap Matthew.

Ia berpesan agar orang-orang memikirkan akibat dari tindakannya. Sebelum menyesal seperti yang ia rasakan.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya