TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hindu dan Islam di Klungkung Bali Hidup Rukun Hingga Dapat Penghargaan

Saking harmonisnya sampai melahirkan tradisi yang unik

Warga Kampung Gelgel pada saat Festival Semarapura. (Dok IDN Times/Pemkab Klungkung)

Klungkung, IDN Times - Toleransi antar umat beragama di Kabupaten Klungkung telah berlangsung sejak lama. Dalam kisah yang dipercaya secara turun menurun, di masa Kerajaan Gelgel, Raja Dalem Ketut Ngulesir, memberikan tanah kepada 40 orang umat muslim di sekitar pusat kerajaan.

Hal itu sebagai bentuk terima kasih, karena umat muslim yang merupakan pedagang di era Majapahit, ikut menjadi pengawal raja dalam perjalanan dari Jawa ke Bali.

Meskipun berbeda keyakinan, namun umat muslim sejak zaman kerajaan diberikan keleluasaan untuk beribadah, dan menjalankan kehidupan di tengah masyarakat mayoritas Hindu. Hingga berkembanglah Kampung Gelgel dengan mayoritas penduduknya dari agama Islam dan Hindu yang lebih mayoritas.

Bahkan keharmonisan ini melahirkan beberapa tradisi di perkampungan muslim tersebut, yang serupa dengan tradisi umat Hindu di Bali.

Baca Juga: Menyusuri Jejak Muslim di Klungkung: Bermula dari Pengawal Raja Gelgel

1. Tradisi "Ngaminang" bentuk toleransi umat Hindu dan Muslim di Klungkung

Suasana megibung umat Muslim di Kampung Kusamba, Kabupaten Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Tradisi yang menggambarkan toleransi umat Hindu dan Muslim di Klungkung bisa ditemukan dalam tradisi "Ngaminang". Tradisi ini biasanya dilaksanakan di Kampung Gelgel dan Kampung Kusamba selama bulan Ramadan.

Tradisi ini sama seperti tradisi magibung yang dilaksanakan oleh umat hindu di Bali, yakni duduk melingkar untuk makan bersama. Biasanya tradisi ini dilaksanakan di dalam masjid untuk berbuka puasa. Menariknya, dalam tradisi ini tidak hanya melibatkan sesama umat muslim saja, tetapi juga melibatkan masyarakat Hindu di Bali.

Tradisi ini sampai sekarang terus dipertahankan, sebagai bantuk toleransi dan wujud syukur atas harmoninya antar umat beragama di Pulau Bali.

2. Warga Hindu Bali biasa menyebut umat muslim dengan nama "Nyame Slam", atau saudara muslim

Ilustrasi berdoa (IDN Times/Mardya Shakti)

Toleransi antar umat beragama di Klungkung tidak sebatas tradisi ngaminang. Mereka kerap menjalankan tradisi ngejot atau saling berkirim makanan selama hari raya keagamaan.

Jika masyarakat Muslim menggelar salat Idulfitri dan Idul Adha, maka umat lainnya akan turun tangan mengatur arus lalu lintas di sekitar lokasi salat.

Begitu pula ketika umat Hindu sedang memperingati Nyepi, maka masyarakat Desa Kampung Gelgel akan membantu tugas para pecalang untuk mengamankan wilayah. Hal ini sudah berlangsung secara turun menurun antar generasi.

Bahkan masyarakat Hindu di Bali sering menyebut umat muslim dengan sebutan nama "nyame slam", yang artinya saudara muslim.

Berita Terkini Lainnya