Kisah Mahkota Sulinggih Permaisuri Raja Gianyar, Saksi Tradisi Mesatya
Tidak diketahui keberadaannya selama 5 generasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Gianyar, IDN Times - Penemuan ketu atau mahkota sulinggih (Figur yang dimuliakan) di Puri Agung Gianyar, viral di media sosial sejak beberapa hari lalu. Ketu yang berasal dari tahun 1915 tersebut ditemukan masih dalan keadaan baik, berhiaskan emas dan batu permata.
Bagi warga di Puri Agung Gianyar, ketu tersebut tidak sekadar mahkota sulinggih biasa. Ketu itu diyakini memiliki nilai historis karena menjadi saksi bisu dari adanya tradisi mesatya, yakni tradisi pengorbanan sebagai bentuk kesetiaan terhadap raja. Tradisi ini dilarang Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1903 silam.
Baca Juga: Ngaben Massal di Desa Adat Tanjung Benoa Tetap Berlangsung saat G20
1. Peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai yang meninggal pada tahun 1942
Ketu tersebut ditemukan pada Rabu (12/10/2022) lalu oleh seorang anggota keluarga Puri Agung Gianyar, Gde Agung Abhidama. Ketika itu ia sedang mencari uang kepeng untuk keperluan upacara agama di Pura Kangin Gianyar.
Ia mencari uang kepeng di sebuah bangunan yang selama ini digunakan untuk menyimpan sarana upakara. Saat sedang mencari uang kepeng itu, ia tidak sengaja melihat kotak yang usianya sudah lama.
Gde Agung Abhidama lalu mengambil kotak tersebut dan betapa terkejutnya saat ia melihat dalam kotak itu ada ketu berwarna merah yang masih dalam keadaan baik. Ketu tersebut berhiaskan emas dan batu permata.
Dari hasil penelusuran keluarga puri, Ketu tersebut diketahui peninggalan Ida Bhagawan Istri Rai yang meninggal pada tahun 1942. Ida Bhagawan Istri Rai merupakan permaisuri Raja Gianyar ke VIII, yaitu Ida Dewa Gede Raka. Ketu itu selama ini tidak pernah diketahui keberadaannya selama 5 generasi.