TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dugaan Paedofil Ashram Klungkung, Kriminolog Sarankan Polisi Telusuri

Polisi jangan buru-buru hentikan penyelidikannya

IDN Times/Sukma Shakti

Denpasar, IDN Times - Kepolisian Daerah (Polda) Bali mengeluarkan keterangan pers pada Rabu (20/2) lalu terkait dugaan kasus dugaan perundungan seksual yang dilakukan seorang tokoh di Bali. Mereka menghentikan kasus tersebut karena penyidik tidak bisa mengumpulkan alat bukti sebagai dasar bukti kasus tersebut benar terjadi.

Kendala lain adalah penyidik tidak bisa melakukan penyidikan tanpa adanya keterangan korban (Korban masih hidup atau sehat). Sebab selama ini keterangan saksi-saksi yang baru diperoleh hanyalah saksi yang mendengar cerita dari orang yang diduga sebagai korban (Testimonium de Auditu), bukan saksi yang mengalami atau mengetahui peristiwa secara langsung.

Seperti apa sih saksi testimonium de auditu itu? Yuk belajar tentang hukum dari ahli Kriminolog Universitas Udayana (Udayana), Doktor Gede Made Swardana.

Baca Juga: Ipung Dilaporkan ke Polisi Atas Pencemaran Nama Baik Ashram Klungkung

1. Saksi testimonium de auditu harus dimintai pendapat, apakah benar punya data atau tidak

Unsplash/Timgouw

Swardana menjelaskan, testimonium de auditu adalah memberikan kesaksian atau keterangan karena mendengar dari orang lain. Jadi, jika seseorang melakukan testimoni artinya ia sudah punya pandangan atau suatu pendapat yang kuat dengan data-data yang ada.

"Persoalannya, penyelidikannya apa sudah dilakukan atau belum. Jika sudah dilakukan penyelidikan, sekarang yang memberikan testimoni dimintai pendapat. Benar apa gak punya data," katanya.

2. Saksi testimoni de auditu dengan penyidik harus saling bekerja sama

IDN Times/Sukma Shakti

Ia menuturkan, untuk mengungkap sebuah kasus dibutuhkan kerja sama yang baik antara penyidik dengan yang melakukan testimoni. Sebab polisi membutuhkan data terkait di mana tempat dan korbannya.

"Nah, kalau proses penyelidikan ditemukan, kendalanya kalau sudah dilakukan penyelidikan, kepada yang bersangkutan mau apa tidak sebagai pelapor," jelasnya.

3. Jika sudah masuk ke tahapan penyelidikan, kendala berikutnya adalah korban mau atau tidak bertindak sebagai pelapor

islandpacket.com

Apabila sudah masuk dalam tahapan penyelidikan, semestinya sudah ditemukan ada korbannya. Hanya saja kendalanya adalah, apakah yang bersangkutan mau atau tidak bertindak sebagai pelapor.

"Mungkin saja dulunya ia melaporkannya kepada orang lain. Terus ketika dihadapkan ke polisi, ketika dia mencoba untuk melaporkan jangan-jangan terlibat. Sedangkan ketika sebelum menjadi korban, segala bentuk prioritas dan kebutuhannya sudah terpenuhi (Dipenuhi terlapor). Nah, seolah-olah nanti ia berpikir mengapa melaporkan orang yang membantunya, balas budi dan balas jasa misalnya. Ini yang jadi kendala," terangnya.

4. Polisi jangan buru-buru hentikan penyelidikan. Testimoni ini bisa ditingkatkan kembali menjadi upaya untuk membuka tabir apa yang ada

pixabay.com/4711018

Sebenarnya, awal mula sebutan saksi testimoni de auditu ini muncul pasca Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali, Irjen Petrus Reinhard Golose, tidak melakukan penyidikan maupun penyelidikan terkait kasus dugaan paedofil di sebuah ashram wilayah Kabupaten Klungkung. Petrus menyebutkan jika pihaknya tidak menyelidiki kasus berdasarkan pada testimonium de auditu, saksi yang berdasarkan "Katanya".

"Saya tak akan melakukan penyidikan dan penyelidikan yang saksi katanya," ungkap Petrus, Rabu (20/2) lalu.

Terkait hal itu, Swardana mengungkapkan kepada pihak kepolisian supaya tidak buru-buru menghentikan penyelidikan ini. Menurutnya, kasus itu harus tetap bergulir dan saksi testimoni tersebut harus memberikan aduan ini. Pihak kepolisian, katanya, harus melakukan penelusuran.

"Sehingga nanti menemukan suatu pendapat. Testimoni ini bisa ditingkatkan kembali menjadi upaya untuk membuka tabir apa yang ada. Jangan buru-buru menghentikan ini karena harus menelusuri betul. Jadi, alat bukti itu yang penting didapatkan," jelasnya.

Berita Terkini Lainnya