RSUP Sanglah Prediksi Jumlah Pasien di Bali Bertambah di Tahun 2021
Berdasarkan grafik peningkatan kasus di akhir 2020
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Hampir satu tahun lamanya Provinsi Bali bergelut dengan pandemik COVID-19. Namun hingga saat ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan usai. Direktur Utama RSUP Sanglah, dr I Wayan Sudana pada Rabu (23/12/2020) lalu mengungkapkan bagaimana awal mula Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah saat merawat pasien COVID-19.
Pada 22 Januari 2020, RSUP Sanglah disebut sudah mengidentifikasi adanya tanda-tanda wabah ini akan menginfeksi Bali. Diprediksi akan ada banyak pasien yang dirawat di kemudian hari. Saat itu beberapa pasien warga negara asing dirawat di RSUP Sanglah, di antaranya dua orang warga negara Tiongkok dan satu orang dari Meksiko. Selain itu ada juga seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang merupakan pemandu wisata.
“Masuk rumah sakit. Kami rawat inap. Tapi kebetulan saja kami tes saat itu hasilnya masih negatif. Baru bulan Maret, kalau tidak salah tanggal 11 Maret 2020, ada yang terdeteksi positif COVID-19. Nah ini menandakan memang corona virus ada,” jelas Sudana.
Sejak saat itu rumah sakit melakukan persiapan, baik tenaga medis, pelayanan, maupun sarana dan prasarananya. “Tahun 2020 ini ada sekitar 362 item yang kami penuhi untuk kebutuhan peningkatan kualitas pelayanan di Rumah Sakit Sanglah, di antaranya yang dari tercanggih, mungkin ini baru satu-satunya yang ada di Bali, magnetic resonance imaging (MRI) 3 Tesla,” jelasnya.
Baca Juga: Sudah Siap Semeton? Bali Rencana Dapat Vaksin COVID-19 Januari 2021
1. Sanglah lakukan zonasi dan tambah tempat tidur
RSUP Sanglah telah melakukan zonasi merah, hijau, dan kuning untuk memastikan pelayanan yang dilakukan tidak terkontaminasi satu dengan yang lainnya. “Jangan sampai tenaga-tenaga kesehatan terpapar. Jangan sampai masyarakat yang mengantar misalnya yang tentunya tidak COVID, lalu terpapar dari rumah sakit ini. Kami pastikan adanya zonasi-zonasi,” ungkap Sudana.
Tempat tidur untuk pasien yang awalnya hanya 4 tidur ruangan dengan tekanan negatif juga ditambah menjadi 127 tempat tidur. Dari jumlah tempat tidur tersebut, Bed Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat hunian pasien sempat hanya 20-25 persen sehingga dikurangi dan saat ini tinggal 94 tempat tidur pasien.
“Dari 94 ini terus kami evaluasi setiap saat. Jadi tingkat huniannya dari 94 tempat tidur ini hanya kisarannya 50 sampai 70 persen. Seperti saat ini hanya 68,09 persen. Jadi ini yang kami jaga,” jelasnya. Rumah sakit diharuskan menyediakan 30-40 persen tempat tidur kosong apabila sewaktu-waktu mendadak terjadi penambahan kasus.