TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sebelum Meninggal, Penyair Umbu Sempat Berjanji Pulang ke Tambolaka

Ingin menyatukan dua ibu pertiwi yakni Sumba dan Bali

Umbu Rihimeha Anggung Praing membawa foto sang mertua (IDN Times/Ayu Afria)

Badung, IDN Times – Prosesi Kuru Kudu penyair ternama Umbu Landu Paranggi (ULP) telah dilaksanakan di Taman Makam Mumbul, Nusa Dua, Kabupaten Badung, pada Senin (12/4/2021). Saat nantinya pandemik COVID-19 berakhir, rencananya pemakaman Umbu akan dilangsungkan di tanah kelahirannya di Sumba.

ULP mengembuskan napas terakhir pada Selasa (6/4/2021) pukul 03.55 Wita di Rumah Sakit Bali Mandara, Sanur, Kota Denpasar. Menantu laki-laki sang Presiden Malioboro, Umbu Rihimeha Anggung Praing, menceritakan, dalam kebudayaan adat Sumba, jenazah Umbu masih Kuru Kudu atau transit.

"Artinya Umbu masih hadir di sekeliling kita, namun kita tidak mampu melihatnya," terang Umbu Rihi. Setelah ada prosesi upacara dengan mengaturkan darah hewan, maka Umbu akan menuju Surga.

“Kalau diupacarakan harus ada pengorbanan hewan. Sapi, kuda, kerbau. Itu yang harus ditumbal karena sebagai bagiannya dia di negeri sana. Keabadian itu. Dia harus ada tunggangan kudanya, yang istilahnya njara kaliti mirip,” jelas Umbu Rihi.

Umbu Rihi juga mengisahkan, sesungguhnya sebelum meninggal, ULP sempat berjanji kepada dirinya dan istri, Rambu Anarara, bahwa pada Juni 2020 akan pulang ke Tambolaka, Sumba Barat Daya. Niat Umbu ke Tambolaka adalah untuk menyatukan dua ibu pertiwi yakni Sumba dan Bali.

“Dia belum bisa meninggalkan Bali. Dia bilang mau pulang ke Tambolaka,” kenang Umbu Rihi. Hingga ULP tutup usia, rencana tersebut belum terpenuhi karena terhalang pandemik COVID-19.

Kuru Kudu penyair Umbu Landu Paranggi. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Baca Juga: Makna Kain Adat Sumba Pada Prosesi Kuru Kudu Umbu Landu Paranggi

1. Dipilih kain terbaik untuk penghormatan kepada penyair Umbu Landu Paranggi

Kain tenun khusus untuk Umbu Landu Paranggi (Dok.IDN Times/ Umbu Rihi)

Umbu Rihi menyampaikan, ia memilih kain tenun tradisional Sumba yang terbaik untuk mertuanya. “Limit saja hanya ada 3 lembar. Dua yang saya pakai, satu yang Umbu pakai,” terangnya. Satu lembar kain digunakan untuk menutupi peti ULP. 

Sementara kain yang digunakan untuk Kuru Kudu merupakan kain yang melambangkan Patola Ratu atau surga dan kebangsawanan. Dalam bahasa adat Sumba disebut sebagai Kaheli Manda Mbata Uma Manda Mobu atau lambang kekekalan. 

“Lambang surga ya macam tadi itu. Yang macam balok-balok itu, ada motif-motif. Itu namanya Patola Ratu,” jelasnya pada Senin (12/4/2021) malam.

Kuru Kudu penyair Umbu Landu Paranggi. (IDNTimes/Ni Ketut Sudiani)

Salah satu lambang pada kain yang dipersembahkan diyakini sebagai jalan menuju ke surga. Disebutkan pula, bahwa kain dengan lambang seperti itu hanya ada dua di dunia, yakni di Sumba dan di Gujarat, India. Kain-kain pada kuru kudu tersebut dilepas pada Senin (12/4/2021) sekitar pukul 21.00 Wita.

2. Anak-anak penyair Umbu Landu Paranggi meneruskan bakat sang ayah

Umbu Wulang dan Umbu Rihi (IDN Times/Ayu Afria)

Menurut Umbu Rihi, bakat mertuanya menurun kepada istrinya yang merupakan anak kedua Umbu Landu Paranggi, yakni Rambu Anarara Wulang Paranggi. Ia menceritakan, kerap sang istri membuat puisi dengan tanpa menyematkan namanya. Namun ketika puisi itu dibacakan, maknanya begitu kuat dan dalam.

Selain istrinya, anak ketiga Umbu Landu juga mewarisi bakat sang penyair yaitu Umbu Wulang Tanaamah Paranggi. “Bakat juga,” ucap Umbu Rihi.

Penyair Umbu Landu Paranggi. (Dokumentasi foto dalam buku Metiyem)
Berita Terkini Lainnya