Pemerhati Anak Pertanyakan Unsur Nafsu dalam Tangani Kasus NY di Bali
Ipung meminta pihak kepolisian terus mendalami kasus ini
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Penanganan kasus anak korban penganiayaan dan penelantaran di Denpasar, NY (5), semakin berkembang. Temuan bekas gigitan pada payudara sebelah kanan korban diduga kuat oleh Advokat sekaligus Pemerhati Anak, Siti Sapurah, alias Ipung, menjadi bukti bahwa NY juga merupakan korban pencabulan. Sebelumnya, Ipung sempat menawarkan diri untuk menjadi pendamping hukum korban. Namun ayah kandung korban, Nyoman GW belum berkenan.
Namun pihak kepolisian belum menyatakan bekas luka tersebut sebagai dugaan pencabulan terhadap korban. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakasat Reskrim Polresta Denpasar, AKP Andre Wiastu Prayitno, pada Senin (25/7/2022).
Menurutnya, belum jelas siapa pelakunya sehingga ada bekas luka gigitan tersebut. Saat ini pihak kepolisian masih menunggu hasil Visum et Repertum (VER) yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya, Denpasar.
Baca Juga: Polresta Denpasar Belum Bidik Dugaan Pencabulan: Harus Ada Unsur Nafsu
1. Kepolisian diminta kembali mendalami Undang-Undang Kejahatan Seksual
Ipung mengaku geram mengetahui pernyataan bahwa kepolisian mempertimbangkan unsur nafsu dalam penentuan dugaan pencabulan terhadap NY. Ia menyarankan pihak kepolisian agar kembali mempelajari peraturan dalam perundang-undangan yang khusus mengatur kasus kejahatan seksual. Pasalnya, menurutnya tidak ada yang menyebutkan nafsu dalam Undang-Undang tersebut.
Ipung menegaskan, adanya luka gigitan di payudara korban NY sudah merupakan perbuatan cabul. Hasil visum hanya akan mendukung untuk memperberat atau memperingan ancaman pasal persetubuhan dan pencabulan.
“Di Undang-Undang ini tidak mengatakan ada nafsu. (Pasal) 81, 82. (Pasal) 81 tentang persetubuhan anak, (Pasal) 82 itu adalah pencabulan. Coba baca pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 perubahannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014. Perubahan yang kedua Nomor 17 Tahun 2016 yang khusus menangani kasus kejahatan seksual,” tegasnya.
Menurutnya ancaman penjara terhadap tersangka kasus kejahatan seksual anak mulai 20 tahun penjara hingga seumur hidup.