TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pedagang di Bali Pilih Tak Jual Minyak Curah, Ribet dengan Aplikasi

Masyarakat merasa dirugikan dengan kebijakan ini 

Minyak goreng curah. (IDN Times / Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times - Rencana kebijakan pembelian Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR) menggunakan aplikasi Peduli Lindungi belum diterapkan di Bali. Kebijakan tersebut diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarinves), Luhut Binsar Panjaitan, pada Jumat (24/6/2022) lalu dan disosialisasikan mulai Senin (27/6/2022).

Lalu bagaimana respons masyarakat di Bali terhadap rencana kebijakan ini?

Baca Juga: Fakta Penemuan Orok di Pinggir Selokan Jalan By Pass Denpasar, Sudah Membusuk

1. Pedagang memilih tidak akan menjual minyak curah karena dianggap ribet

Kapolresta Denpasar, AKBP Bambang Yugo Pamungkas melakukan sidak di Pasar Kreneng. (IDN Times / Ayu Afria)

Seorang pedagang toko kelontong di Jalan Trengguli, Kecamatan Denpasar Timur, Ni Putu Sinta (30), mengungkapkan bahwa ia tidak paham dengan kebijakan pemerintah saat ini. Menurutnya kebijakan itu menyulitkan masyarakat, bahkan hanya untuk sekadar mendapatkan minyak goreng. Ia dengan tegas menyampaikan tidak setuju penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) hingga aplikasi Peduli Lindungi yang dinilai tidak efektif di masyarakat.

“Kalau aku sih rasanya keberatan dengan kebijakaan pemerintah seperti ini. Janganlah bikin ribet masyarakat, terutama emak-emak yang gaptek handphone. Ya kalau orang punya handphone, kalau gak gimana? Awalnya beli minyak harus setor KTP, kadang-kadang gak ngerti sama aturan yang dibikin,” ungkapnya.

Menurutnya, seharusnya pemerintah paham bahwa tidak semua masyarakat mengerti teknologi, sehingga kebijakan dinilai hanya menambah keribetan di lapangan. Seandainya pembeli menguasai teknologi, kebanyakan dari mereka biasanya belanja dengan terburu-buru sehingga tidak sempat mengakses aplikasi. Apabila kebijakan ini jadi diterapkan, tentu akan membuat kewalahan, baik pedagang maupun konsumennya.

“Kalau gitu, ya kemungkinan gak jual minyak curah. Mungkin kalau aku yang full di warung, masih bisa lah yaa. Ini kan ibu yang full di warung dan dia gaptek pula pakai handphone,” ungkapnya.

2. Masyarakat kebanyakan membeli minyak goreng curah kemasan ¼ kilogram

Kapolresta Denpasar, AKBP Bambang Yugo Pamungkas melakukan sidak di Pasar Kreneng. (IDN Times / Ayu Afria)

Sinta mengungkapkan bahwa di toko kelontongnya selain menjual minyak curah, juga menjual minyak kemasan 1 kilogram seharga Rp18 ribu per kilonya dan Rp10 ribu per kemasan setengah kilogram. Masyarakat dengan ekonominya menengah ke atas lebih memilih membeli minyak goreng kemasan daripada minyak goreng curah karena pertimbangan kualitas.

Sedangkan untuk masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, lebih memilih membeli minyak curah. Namun sebagian besar masyarakat kalangan ini cenderung berbelanja minyak goreng curah dengan kemasan di bawah 1 kilogram. Selama berjualan, Sinta mengatakan lebih banyak masyarakat berbelanja minyak curah kemasan ¼ kilogram di toko kelontongnya.

“Masyarakat yang mungkin ekonominya menengah ke bawah gitu, yang punya uang pas-pasan, beli minyak curah pun mereka gak bisa beli 1 kilogram. Setiap beli, paling cuma 1/4 kg harganya Rp5 ribu. Lingkungan dekat rumah itu banyak orang kos, banyak mes bengkel yang kemungkinan dia masaknya sedikit-dikit atau jarang masak,” ungkap Sinta.

Berita Terkini Lainnya