Napi Lapas Kerobokan Dibina Keterampilan Ekonomi, Mandiri Usai Bebas
Kalapas: jangan stigma para napi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Badung, IDN Times – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) terbesar di Bali, Lapas Kelas II A Kerobokan, per Desember 2022 lalu dihuni oleh 1.029 narapidana. Padahal kapasitas normal lapas ini adalah 259 orang.
Menyikapi kondisi over capacity ini, Kepala Lapas Kelas II A Kerobokan, Fikri Jaya Soebing, menyampaikan pentingnya kerja sama semua pihak untuk menjaga keamanan dan kedamaian di lingkungan lapas. Dengan begitu, harapannya program pembinaan untuk napi juga dapat berjalan dengan baik.
Pentingnya pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ini disebut ke depannya akan sangat menentukan kemandirian ekonomi, terutama setelah mereka lepas menjalani masa pidana. Langkah ini diyakini akan berdampak pula pada kehidupan sosial, sehingga tidak terjadi pengulangan tindak pidana yang dipicu faktor ekonomi.
Baca Juga: Nasib 2 Napi Kasus Bali Nine di Lapas Kerobokan, Belajar Kesabaran
1. Ada perbedaan pembinaan WBP di lapas super maksimum security dan lapas umum
Fikri Jaya Soebing menjabat Kalapas Kelas II A Kerobokan sejak tahun 2021. Sebelum mengemban jabatannya saat ini, ia pernah menjadi Kalapas Maksimum Security Karanganyar Nusakambangan, yang menampung narapidana-narapidana high risk (risiko tinggi). Misalnya bandar narkoba, terorisme, maupun narapidana umum yang dikategorikan high risk. Selain itu, ia juga pernah menjabat di Lapas Jawa Timur, Bengkulu, dan Lombok.
“Saya menjabat di sana (Kalapas di Nusakambangan) selama setahun empat bulan,” ungkapnya, dalam wawancara khusus bersama IDN Times, pada Desember 2022 lalu.
Ia mengungkapkan ada perbedaan dalam setiap penanganan WBP dalam Lapas Maksimum Security dengan Lapas Umum. Mengapa demikian? Karena ada pengaruh dari kultur masyarakat dan faktor lainnya. Namun dalam program pembinaan WBP, diakuinya memang ada kesamaan pada setiap lapas.
Pembinaan WBP di Lapas Maksimum Security Karanganyar Nusakambangan cukup berbeda karena memerlukan peningkatan pendekatan security. Penempatan para WBP di Lapas Maksimum Security ini juga dengan aturan satu WBP di satu sel. Dengan sistem ini, akan terekam aktivitas WBP tersebut, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali.
“Perubahan perilaku di sana kami lihat setiap harinya. Setiap jamnya dari warga binaan yang ada di sana. Jadi sistem pembinaan di sana berbeda jauh dengan di lapas-lapas umum pada umumnya. Kami akan nilai perilaku warga binaan itu. Kemudian minimal sebulan sekali kami lakukan assessment. Kalau di Lapas Maksimum Security lebih sangat-sangat detail dalam menilai perubahan perilaku,” ungkapnya.