TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Koster Sebut Dunia Pertanian di Bali Sangat Tertinggal

Ajak para bupati untuk lebih memperhatikan petani

Sektor agraris di Bali mulai diperhatikan (IDN Times/Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times – Di saat sektor pariwisata Bali lesu karena pandemik COVID-19, sektor pertanian tetap bertahan dan telah membuktikan diri sebagai salah satu sektor unggulan di Pulau Dewata ini. Gubernur Bali I Wayan Koster belum lama ini mengungkapkan bahwa budaya agraris inilah yang tetap bertahan tatkala Pariwisata Bali kehilangan wisatawannya akibat peristiwa Bom Bali dan COVID-19.

"Kita sudah seyogyanya memperhatikan pertanian dari hulu sampai hilir," ujarnya, Kamis (20/8/2020).

Demi mendukung sektor pertanian, Koster mengeluarkan kebijakan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.

Baca Juga: Petani Jatiluwih Bali Jual Sayur Pakai Sistem Petik Sendiri di Kebun

Baca Juga: Langkah Jitu Petani Tabanan Atasi Hama Tikus, Pakai Sekala dan Niskala

1. Bali terlalu asyik di pembangunan pariwisatanya

Alsintan yang kerap digunakan untuk petani (IDN Times/Ayu Afria)

Koster menilai Bali terlalu asyik di pembangunan pariwisatanya, sampai-sampai meninggalkan unsur utama perekonomian Bali yang terkenal akan budaya agraris. Ia mengaku belakangan ini melihat dunia pertanian Bali sangat tertinggal. Menyikapi hal itu ia berkomitmen agar dunia pertanian di Bali harus dibangun secara nyata dari hulu sampai hilir.

Menurutnya, apabila dicatat, budaya agraris telah melahirkan organisasi kemasyarakatan Subak (khusus mengatur sistem pengairan sawah atau irigasi). Budaya agraris ini juga terbukti mengharmoniskan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia sesama manusia, dan manusia dengan alam lingkungannya sehingga menjadi daya tarik pariwisata dunia.

Dalam situasi pandemik saat ini, petani adalah pejuang ketahanan pangan Bali. "Sangat tertinggal dunia pertanian kita, belum lagi ada petani kita yang ngambek karena tidak diberikan kepastian harga. Petani kita sudah capek-capek mencangkul, memberikan pupuk, merawat hasil pertaniannya, dan memanen, namun tidak laku hasil panennya," jelasnya.

2. Ajak bupati memperhatikan nasib petani

Salah satu petani tradisional di Nusa Penida Provinsi Bali (IDN Times/Ayu Afria)

Koster mengajak Bupati/Walikota se-Bali mulai saat ini agar memperhatikan nasib petani dengan memberikan kepastian harga dan menyediakan pasarnya. Ia menilai bahwa sekaranglah momentum yang tepat menyeimbangkan sektor pertanian, pariwisata, dengan industri branding Bali.

“Caranya kita tangani lebih serius dan lebih terarah. Hasil produksi gabah yang sebelumnya diambil oleh tengkulak, harus dikendalikan sekarang," cetusnya.

Hal ini ia ungkapkan karena khususnya di Jembrana, masih ada tengkulak yang mengambil gabah. Ia berharap hal ini tidak terjadi lagi dan harus berfikir progresif dengan tidak menjual gabah ke tempat lain. Setelah menjadi beras, mereka kembali menjualnya ke Bali. Padahal, Bali memiliki potensi untuk memproduksi gabah menjadi beras.

Berita Terkini Lainnya