Pakar: Dukung PKM di Denpasar, Situasi Pandemik Seperti Peperangan
Kebijakan gak akan efektif kalau warga tak disiplin katanya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Postingan Instragram pentolan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), I Wayan Gendo Suardana, di akun @gendovara terkait pernyataannya mengenai kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi perbincangan hangat. Pasalnya, Gendo sapaan akrabnya mengingatkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) bahwa kewenangan kekarantinaan kesehatan adalah kewenangan Pemerintah Pusat, bukan Pemerintah Daerah (Pemda).
Peringatan tersebut ia tulis di akun tersebut tentang adanya kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang disebutnya mengakui mempraktikkan konten PSBB, juga pemberlakuan karantina Desa di Desa Abuan Kabupaten Bangli, serta Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar yang merancang Pembatasan Kegiatan nonPSBB.
Dalam kolom postingan tersebut, Gendo menyampaikan seharusnya kebijakan kekarantinaan kesehatan hanya boleh berbentuk PSBB, dan penyelenggaraannya wajib berdasarkan persetujuan Pemerintah Pusat. Sesuai dengan Pemerintah Pusat (PP) Nomor 21 Tahun 2020 dan selanjutnya pedoman PSBB melalui Permenkes Nomor 9 Tahun 2020.
Namun menurutnya, kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Pemprov Bali di antaranya mengarantina desa di Bangli adalah tidak berdasarkan persetujuan Pemerintah Pusat. Apalagi karantina desa menurutnya bukanlah PSBB sebagaimana yang dimaksud. Sehingga bertentangan hukum.
“Saya hanya ingatkan agar tidak membuat kebijakan yang melanggar hukum. Sepanjang yang saya ketahui bahwa penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan adalah kewenangan pemerintah pusat,” tulisnya.
Begitu juga dengan kebijakan Kota Denpasar yang akan menerbitkan Peraturan Wali Kota tentang PKM (Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Desa, Kelurahan dan Desa Adat. Menurut Gendo jika dilihat berdasarkan rancangan perwalinya, pembatasan tersebut berkualifikasi PSBB, akan tetapi entah kenapa dibuat seolah bukan PSBB.
“Kalaupun iya, seharusnya Wali Kota tidak bisa menerapkan ini tanpa persetujuan Pemerintah Pusat. Anehnya semua kebijakan itu mendasarkan pada UU Nomor 6 Tahun 2020 juncto PP Nomor 21 Tahun 2020 juncto Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tapi dalam proses dan subtansinya tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang dirujuk. Ada apakah ini?” tulisnya.
Pakar Hukum Tata Negara yang juga merupakan Mantan Hakim Konstitusi MK (Mahkamah Konstitusi), Dr I Dewa Gede Palguna, menanggapi hal ini. Berikut ulasannya:
Baca Juga: Kisah 5 Warga Bali yang Kreatif Cari Peluang Usaha di Tengah COVID-19
1. Kota Denpasar akan menerapkan PKM, Juknis dan Juklak telah selesai namun masih dirapatkan
Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) segera dilaksanakan pada 15 Mei 2020 oleh Pemkot Denpasar setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Bali, I Wayan Koster. PKM ini akan dilaksanakan penjagaan ketat di 11 titik perbatasan Kota Denpasar, di antaranya:
- Pos Pantau Induk di Uma Anyar-Ubung
- Pos 1 Ayani di Jalan Ahmad Yani Selatan (Indomaret Darmasaba)
- Pos 2 Mahendradata di trafic light Gunung Salak
- Pos 3 Catur Muka
- Pos 4 Imam Bonjol di trafic light Pulau Galang
- Pos 5 Biaung di Jalan Prof IB Mantra
- Pos 6 Mina di Jalan Antasura
- Pos 7 Penatih di Jalan Trengguli
- Pos 8 Tohpati di pos polisi trafic light Tohpati
- Pos 9 Diponegoro di tempat pameran Sesetan
- Pos 10 Gatsu di Jalan Gatot Subroto (Perbatasan Denpasar dengan Badung).
Menurut Juru Bicara Percepatan Penanganan COVID-19 Kota Denpasar, Dewa Gede Rai, melalui sambungan telepon pada Senin (11/5) bahwa draft petunjuk teknis (Juknis) dan draft petunjuk pelaksanaan (Juklak) penerapan PKM dinyatakan sudah selesai. Kini sedang dirapatkan hari ini (11/5).
“Masih rapat ini. Nanti siang ya,” jawabnya.
Baca Juga: Bedanya Rapid Test, Swab dan PCR! Lebih Akurat Mana?
Baca Juga: Tangguh! Lima Warga Bali Ini Tetap Bertahan Meski Bisnis Tersendat