TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Buku Hope and Freedom, Potret Pemasungan ODGJ di Bali

Ungkap sisi gelap Pulau Dewata

Hope and Freedom, buku yang mengulas tentang ODGJ di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Apakah Bali sungguh Pulau Surga? Adakah kenyataan pahit yang justru disembunyikan demi citra pariwisata?

Denpasar, IDN Times - Sisi gelap Pulau Dewata yang tak ubahnya seperti neraka, diungkap dalam buku berjudul Hope and Freedom. Buku setebal 188 halaman ini menyajikan potret pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di berbagai daerah di Bali.

Potret yang dimuat dalam buku tersebut merupakan jepretan fotografer Rudi Waisnawa, seorang laki-laki kelahiran Desa Tista, Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Buleleng. Jepretan Rudi kemudian dinarasikan oleh Nicky Hogan. Apa saja fakta yang diungkap dalam buku tersebut?

Baca Juga: Dokter di RSJ Minta Jangan Hakimi Pemuda yang Ngamuk di Kerobokan Bali

1. Bali bukanlah Pulau Surga, ada neraka di Bali yang tidak terlihat

Salah satu Foto ODGJ dalam buku Hope and Freedom. (IDN Times/Ayu Afria)

Founder Suryani Institute for Mental Health (SIMH), Prof Luh Ketut Suryani, mengatakan bahwa sebelum menerbitkan buku ini, ia merasa ketakutan karena beberapa alasan. Kemungkinan masyarakat dan para dokter akan protes serta mempertanyakan mengapa mereka yang terpasung dipamerkan, diperlihatkan, dan kemudian diekspos? Akan tetapi ia kemudian berpikir bahwa jika kondisi ini tidak pernah ia perlihatkan, semua akan mengira bahwa Bali adalah Pulau Surga.

“Di balik Pulau Surga itu ternyata ada neraka yang tidak pernah diperlihatkan. Nah, karena itulah saya setuju bahwa perlu ini disampaikan. Mereka adalah saudara-saudara kita, teman-teman kita yang ingin juga menikmati keindahan pulau ini,” jelasnya.

Sejauh ini dalam ilmu kedokteran, ia mengakui bahwa tidak mungkin berfungsi bagi mereka yang dipasung. Akan tetapi ia percaya atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa bahwa mereka yang tadinya tidak berfungsi, bisa diubah dengan cara yang sederhana.

2. Pemasungan ODGJ masih terjadi di Bali

Hope and Freedom, buku yang mengulas tentang ODGJ di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

Lantas bagaimana sebutan Pulau Surga disematkan untuk Pulau Bali? Ditambahkan oleh dr Cokorda Bagus Jaya Lesmana bahwa image Bali sebagai Pulau Surga karena tidak ada rekap data bunuh diri dan ODGJ di Bali. Bahkan di dua kabupaten yakni di Karangasem dan Buleleng, yang merupakan daerah dengan angka tertinggi kejadian bunuh diri, juga tidak ada data. Bahkan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Dinas Kesehatan dan juga Badan Pusat Statistik (BPS) tidak memiliki data-data tersebut.

“Di Bali ini banyak yang melakukan tindakan bunuh diri yang tidak tertangani. Angka gangguan jiwa tidak ada, bahkan angka bunuh diri juga tidak ada. Nah, ini yang membuat bahwa image Bali itu Pulau Surga. Karena tidak ada gangguan jiwa, tidak ada bunuh diri,” ungkapnya.

Pada tahun 2006 tersebut, SIMH menemukan sebanyak 895 orang mengalami gangguan jiwa berat dan tidak tertangani dari total 400 ribu penduduk di Kabupaten Karangasem. Dari jumlah 895 orang tersebut, 32 orang dalam keadaan terpasung.

“Dari 32 kasus yang kami temui ini. kasus terlama mengalami gangguan jiwa 40 tahun. Ada 35 tahun berada dalam keadaan terpasung. Jadi bisa dibayangkan,” ungkapnya.

Berita Terkini Lainnya