TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belajar dari Dua Video yang Viral di Bali, Bermain Emosi dan Perasaan

Suap-suapan dan bayar denda karena tidak pakai masker

Berbagai Sumber

Denpasar, IDN Times – Warganet Bali pernah dibuat ramai oleh video para elit Provinsi Bali yang menggelar acara potong tumpeng Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Sabtu (23/1/2021) lalu. Video tersebut diunggah langsung oleh akun resmi PDI Perjuangan di Facebook.

Berdasarkan tayangan di video itu, mereka dinilai mengadakan acara tiup lilin tanpa menjaga jarak, hingga saling suap-suapan menggunakan satu sendok yang sama. Meskipun pada suapan ketiga, satu kader sekaligus kepala daerah terpilih terlihat menggantinya dengan sendok yang baru.

Pejabat tersebut menyatakan tidak melakukan pelanggaran protokol kesehatan (Prokes). Jarak duduknya diatur, semua memakai masker, dan hanya 10 orang serta wakil yang hadir. Ia juga menyebut telah mengikuti rapid test antigen sebelum acara itu berlangsung.

“Kami sudah dilaksanakan saat rapat pertemuan di kantor Gubernur rapid antigennya itu. Itu kan berlaku 14 hari. Kedua, jumlah orang di sana kan 10 orang sama wakil. Kan kami yang diundang hanya Bupati terpilih dan semuanya pakai masker,” kata Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDIP Bali sekaligus Wali Kota Denpasar terpilih, I Gusti Ngurah Jaya Negara, Senin (25/1/2021) lalu.

Jaya Negara balik bertanya di mana yang dikatakan melanggar protokol kesehatan? Kalau yang dimaksud adalah ketika tiup lilin, menurut Jaya Negara itu adalah kebiasaan yang sama seperti makan.

“Sebatas seremonial tiup lilin kan hanya kami bertiga saja. Kebiasaan kita tiup lilin. Hanya itu aja. Setelah itu kan kami tutup ini lagi (Masker). Masker kan tetap dipakai. Sama kayak orang makan.”

Persoalan itu pernah IDN Times tanyakan kepada Sosiolog Universitas Udayana (Unud) sekaligus Direktur Sanglah Institute, Gede Kamajaya. Ia mengingatkan akan terjadinya public distrust (Ketidakpercayaan publik) pada segala bentuk imbauan pemerintah yang berkaitan dengan COVID-19. Dampaknya adalah semakin tidak terkendalinya angka yang terjangkit.

Publik juga menunjukkan kejenuhannya pada penanganan COVID-19. Sehingga munculnya video itu membuat publik merasa, bahwa elit politik tidak memberikan contoh taat kepada prokes. Maka, menurutnya tidak heran apabila masyarakat beranggapan demikian.

“Hari ini kita hidup di era post-truth. Era pascakebenaran. Di mana era digital hari ini, produksi informasi lebih masif dibanding produksi manufaktur. Sehingga kelimpahan informasi dari berbagai sumber, utamanya informasi digital yang membuat publik kebingungan dengan berbagai informasi yang ada,” terangnya, Senin (26/1/2021).

Kini ada satu video lagi yang baru dan viral di grup Facebook lokal Bali. Yaitu seorang pemuda yang sedang beradu argumen dengan tim yustisi. Ia harus membayar denda Rp100 ribu karena tidak memakai masker. Kejadian tersebut terjadi di Jalan Gajah Mada, Kabupaten Klungkung, Sabtu (30/1/2021). Ia menyinggung banyak hal kala itu: kondisi keuangannya, hingga birokrat yang mengadakan acara beramai-ramai.

Persoalannya, apakah ini bentuk dari ketidakpercayaan publik, yang dimaksud oleh Kamajaya?

Baca Juga: Suap Nasi Pakai Satu Sendok yang Sama: Bisa Timbulkan Public Distrust

Baca Juga: Jokowi Akui PPKM di Jawa-Bali Gagal Turunkan Kasus COVID-19

1. Seputar video pemuda yang beradu argumen dengan tim yustisi karena tidak memakai masker:

Facebook.com/kabardewataa

Publik kini tahu, bahwa Pemerintah Pusat telah memperpanjang kebijakan PPKM Jawa-Bali sampai 8 Februari 2021. Gubernur Bali, I Wayan Koster, kemudian mengikuti instruksi tersebut dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Pemerintah Provinsi Bali Nomor 02 Tahun 2021 Tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Dalam Tatanan Kehidupan Era Baru di Provinsi Bali. Aktivitas jam malam tempat usaha maupun fasilitas umum kembali diubah, dibatasi menjadi pukul 20.00 Wita dari yang sebelumnya pukul 21.00 Wita. SE ini juga berlaku sampai 8 Februari 2021.

Lalu muncul video seorang pemuda sedang beradu argumen dengan tim yustisi yang menyidaknya, karena tidak memakai masker. Ia membayar denda administrasi sebesar Rp100 ribu kepada petugas.

Terkait denda administrasi ini, ada aturannya. Yaitu Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 46 Tahun 2020 Tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru, yang ditetapkan sejak 24 Agustus 2020. Aturan denda tersebut termuat dalam Pasal 11 Ayat 1 dan 2. Berikut ini bunyinya:

Ayat 1

Perorangan, Pelaku Usaha, Pengelola, Penyelenggara, Penanggung Jawab Tempat dan Fasilitas Umum yang terbukti tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dikenakan sanksi administratif.

Ayat 2

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yakni:
a. bagi perorangan yang melakukan perjalanan dan/atau berkegiatan ke Bali, antarkabupaten/kota di Bali dan/atau di tempat yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), berupa:

  1. penundaan pemberian pelayanan administrasi sesuai kewenangan Pemerintah Provinsi; dan/atau
  2. membayar denda administratif sebesar Rp. 100.000 (Seratus ribu rupiah) bagi yang tidak menggunakan masker pada saat beraktivitas dan berkegiatan di luar rumah.

b. bagi Pelaku Usaha, Pengelola, Penyelenggara atau Penanggung Jawab Tempat dan Fasilitas Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3):

  1. membayar denda administratif sebesar Rp. 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) yang tidak menyediakan sarana pencegahan COVID-19;
  2. dipublikasikan di media massa sebagai Pelaku Usaha, Pengelola, Penyelenggara atau Penanggung Jawab Tempat dan Fasilitas Umum yang kurang atau tidak taat Protokol Kesehatan; dan/atau
  3. rekomendasi pembekuan sementara izin usaha kepada pejabat/instansi yang berwenang.

Aturan tersebut sudah jelas. Masyarakat yang melanggarnya langsung ditindak tegas oleh tim yustisi. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga telah menjalankan tugasnya dengan membuat surat bukti pelanggaran, sesuai Pasal 12 Pergub tersebut.

Tetapi masih ingat, kan? Pemuda tersebut juga menyinggung banyak hal: kondisi keuangannya, hingga birokrat yang mengadakan acara beramai-ramai. Baik tim yustisi maupun pemuda tersebut sama-sama bersitegang kala itu.

"Jika semua masalah diselesaikan dengan kepala dingin, tidak emosi, pasti selesainya baik. Seharusnya bisa saling melindungi, mengayomi, menjaga dan mengerti. Jangan saling adu urat pak. Nggak bakalan selesai. Saya hanya sedih melihat video ini. Jika saya dalam posisi kakak yang nggak bawa masker, pastilah menyayangkan atau tidak terima uang seratus ribu harus melayang hanya untuk denda. Dicontoh dong seperti di daerah yang viral itu, yang nggak pakai masker bukannya didenda seratus ribu. Tapi malah diberikan masker. Namanya manusia tidak pernah luput dari kesalahan. Bisa saja memang kakak itu lupa makai masker. Aturan sih aturan. Tapi jangan saling adu mulut atau adu urat dong. Kasihan rakyat kecil. Seharusnya bisa lebih mengayomi masyarakatnya. Semoga bapak-bapak petugas selalu diberikan kesehatan. Ini hanya kata hati sebagai rakyat kecil. Semoga dengan beredarnya video ini, bapak-bapak petugas agar bisa lebih sabar menghadapi masyarakatnya," kata warganet bernama Ayux Suardika, yang mengomentari video tersebut.

Baca Juga: 7 Doa Agama Hindu Agar Mendapat Kedamaian Hidup

2. Kalau langsung terjun ke lapangan, pasti tahu bagaimana keluh kesah yang dialami oleh masyarakat

Sanksi tidak menggunakan masker di DKI Jakarta (IDN Times/Sukma Shakti)

Kamajaya menyebutkan, banyak publik yang berkeluh kesah di media sosial (Medsos) terkait kebijakan yang diterapkan selama pandemik COVID-19.

“Kemarin viral video pemuda di Klungkung yang melawan ketika kena razia dan menyebut kenapa Gubernur tidak dikenai denda. Kalau langsung terjun ke masyarakat, pasti tahu gimana keluh kesah publik,” ungkap Kamajaya, Senin (1/2/2021).

Baca Juga: Kebijakan PPKM Makin Ketat, Begini Respon Jujur WNA di Bali

3. Tokoh atau pejabat yang melanggar akan jadi rujukan bagi publik untuk semakin tidak percaya

Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali bersama instansi terkait memperketat operasi masker. (Dok.IDN Times/Satpol PP Provinsi Bali)

Kamajaya menilai, tokoh maupun pejabat yang melanggar prokes juga akan menjadi rujukan bagi publik. Publik akan semakin tidak percaya kepada imbauan dan prokes. Begitu pula ketika kebijakan PPKM ini diperpanjang oleh pemerintah. Data kasus COVID-19 yang disajikan oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Provinsi Bali secara gamblang di medsos tidak melandai, dan cenderung meningkat.

“Buktinya bisa dilihat angka terjangkit meningkat terus. Pembicaraan-pembicaraan semacam itu, kalau terjun langsung ke masyarakat dan amati medsos, banyak sekali kita temukan."

Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam rapat terbatas pernah membuat pernyataan terkait kebijakan PPKM Jawa-Bali tersebut: 

“Saya ingin menyampaikan mengenai yang berkaitan dengan PPKM, tanggal 11-25 Januari, kita harus ngomong apa adanya, ini tidak efektif," kata Jokowi, di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (31/1/2021).

Esensi kebijakan PPKM menurutnya adalah mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya mobilitas masyarakat untuk menekan laju penularan COVID-19.

"Esensi dari PPKM ini kan membatasi mobilitas, tetapi yang saya lihat di implementasinya ini kita tidak tegas dan tidak konsisten."

“Ada PPKM ekonomi turun. Sebetulnya enggak apa-apa asal COVID-nya turun, tapi ini enggak. Menurut saya, coba dilihat lagi, tolong betul-betul dikalkulasi, dihitung, supaya kita dapat sebuah formula."

Jokowi kemudian menginstruksikan Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas agar dalam penerapan kebijakan berikutnya turut terlibat serta intens berada di lapangan untuk memberikan contoh kedisiplinan serta sosialisasi, dengan melibatkan para tokoh masyarakat.

Berita Terkini Lainnya