TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Alasan Desa Adat Intaran Sanur Menolak Lokasi Terminal LNG

Kenapa harus di kawasan mangrove ya? *mimintanyaserius

Ribuan warga Desa Adat Intaran melakukan aksi damai menolak rencana pembangunan proyek Terminal LNG di Kawasan Mangrove pukul 16.00 Wita, Minggu (19/6/2022). (IDN Times/Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan PT PLN (Persero) telah menandatangani perjanjian kerja sama untuk Penguatan Sistem Ketenagalistrikan dengan Pemanfaatan Energi Bersih di Provinsi Bali pada tahun 2019 lalu. Perjanjian ini ditindaklanjuti dengan kesepakatan antara Perusda Bali yakni PT Dewata Energy Bersih (DEB), dengan PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) PLNGG, pada 23 Februari 2022 lalu.

Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) tersebut bertujuan untuk Joint Study Pengembangan LNG Terminal Bali, yang penandatanganannya dilakukan secara virtual oleh Direktur Utama PLNGG, Moh Riza Affiandi; dan Direktur PT DEB, Cokorda Alit Indra Wardhana, di Denpasar.

ilustrasi kelistrikan di salah satu hotel di Kecamatan Kuta. (IDN Times/Ayu Afria)

Gubernur Bali, Wayan Koster juga memberikan dukungan rencana itu karena dinilai sejalan dengan Visi Pemerintah Provinsi Bali "Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru yang dilakukan melalui 22 misi. Perjanjian kerja sama ini erat kaitannya dengan misi ke-21 yaitu:

  • Mengembangkan tata kehidupan krama Bali, menata wilayah, dan lingkungan yang bersih, hijau serta indah
  • Terwujudnya wilayah dan lingkungan hidup yang bersih, hijau dan indah yang dilaksanakan untuk mewujudkan Pulau Bali yang bersih, hijau, dan indah.

Setelah penandatanganan, Pemprov Bali menyiapkan infrastruktur dan logistik terminal gas untuk menyuplai pembangkit-pembangkit listrik di Bali, yang dibangun di atas lahan mangrove wilayah Desa Adat Intaran.

Berawal dari itu masyarakat Desa Adat Intaran menolak lokasi rencana pembangunan Terminal LNG, yang digadang-gadang mendukung pengembangan energi bersih tersebut. Mengapa masyarakat Adat Intaran menolak lokasi tersebut? Berikut ini penjelasannya.

Baca Juga: [BREAKING] Ribuan Warga Desa Adat Intaran Tolak Kawasan LNG

Baca Juga: [BREAKING] 62 Polisi Amankan Aksi Damai Warga Desa Adat Intaran

1. Gubernur Koster mengungkap ketersediaan kelistrikan Bali akan mengalami rebound dalam kurun 1 sampai 2 tahun ke depan

Gubernur Bali, I Wayan Koster. (IDN Times/Rehuel ​Willy Aditama)

Pada saat itu, Wayan Koster yang ikut menyaksikan penandatanganan kerja sama secara virtual tersebut menceritakan, beban puncak kelistrikan Bali mengalami penurunan yang signifikan dari 900 MW menjadi 600 MW selama pandemik. Namun ketersediaan kelistrikan Bali akan mengalami rebound dalam kurun 1 sampai 2 tahun ke depan. Sehingga perlu menyiapkan kapasitas dan daya mampu kelistrikan Bali dengan tepat.

Mengingat Bali tidak memiliki Sumber Daya Alam dan Mineral untuk pembangkit listrik, sehingga diperlukan kerja sama kelistrikan dengan membangun berbagai insfrastruktur penunjang. Selain benefit, kata Koster, kerja sama kelistrikan ini diharapkan juga mendatangkan profit untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Keinginan kuat kami sejalan dengan regulasi energi dan kelistrikan nasional, yaitu untuk menjaga alam Bali bersih mulai dari sumber atau hulu hingga ke hilir,” jelasnya.

2. Direktur Utama PT PLN mengatakan, pengembangan infrastruktur energi harus ramah lingkungan dengan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal

Ilustrasi hulu migas (Dok. SKK Migas)

Direktur Utama PT PLN (Persero), Zulkifli Zaini, pada saat penandatanganan MoU tersebut menyampaikan pengembangan infrastruktur energi harus ramah lingkungan dengan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal. Seperti menjaga kesucian, dan keharmonisan alam Bali beserta isinya.

PLN akan mengoptimalkan pembangkit listrik eksisting saat ini PLTDG Pesanggaran berkapasitas 200 MW, mencanangkan untuk melakukan relokasi PLTG/GU ke lokasi Pesanggaran dengan kapasitas 300 MW untuk memenuhi kebutuhan beban di Bali ke depannya, dan juga penguatan sistem kelistrikan Bali untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi Bersih.

Pihaknya mengakui, tantangan utama dalam penyediaan pasokan gas alam ini adalah terbatasnya ketersediaan infrastruktur gas, khususnya infrastruktur yang terkait dengan Terminal LNG. Karena itu menurutnya, nota kesepahaman studi kelayakan kajian atas pengembangan bisnis LNG itu menjadi awal rencana Kerja Sama Pengembangan Infrastruktur Terminal Penerima dan Regasifikasi Liquefied Natural Gas (LNG) di Provinsi Bali.

3. Walhi Bali memaparkan akan ada pengerukan untuk alur kapal seluas 3.300.000 m3

Tanjung Benoa (Google Map)

Rencana Pembangunan Terminal LNG tersebut mendapat penolakan dari Desa Adat Intaran, Kelurahan Sanur. Tak hanya itu, Kekal Bali, Frontier Bali, dan Walhi Bali turut menolaknya. Mereka menolak lokasi pembangunan Terminal LNG tersebut karena merupakan kawasan suci dan mangrove.

Dalam acara sosialisasi yang dilakukan pada Sabtu (21/5/2022), Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata, mengungkapkan kekhawatirannya atas rencana proyek yang berpotensi dapat menghancurkan kawasan suci, khususnya 6 pura di wewidangan Desa Adat Intaran, tak jauh dari tempat Terminal LNG itu akan dibangun.

Jarak keenam pura tersebut sekitar satu kilometer dari tempat rencana pembangunan Terminal LNG, yang dimulai dari Pura Sukamerta berjarak sekitar 286 meter, dan juga pura lainnya seperti Pura Dalem Pengembak, Pura Campuhan Dalem Pangembak, Pura Tirta Empul, dan Pura Merta Sari.

“Kami sangat khawatir apabila pembangunan ini dilakukan dan juga dilakukan pengerukan untuk alur laut tersebut sejumlah 3.300.000 m3 itu, akan mempercepat abrasi, dan pastinya akan mengancam pura-pura yang ada di pesisir,” ungkapnya pada saat itu.

Baca Juga: 3 Oknum BUMN Terlibat Penggelapan Dana Proyek LNG di Pelabuhan Benoa

Berita Terkini Lainnya