4 Alasan Desa Adat Intaran Sanur Menolak Lokasi Terminal LNG
Kenapa harus di kawasan mangrove ya? *mimintanyaserius
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan PT PLN (Persero) telah menandatangani perjanjian kerja sama untuk Penguatan Sistem Ketenagalistrikan dengan Pemanfaatan Energi Bersih di Provinsi Bali pada tahun 2019 lalu. Perjanjian ini ditindaklanjuti dengan kesepakatan antara Perusda Bali yakni PT Dewata Energy Bersih (DEB), dengan PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) PLNGG, pada 23 Februari 2022 lalu.
Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) tersebut bertujuan untuk Joint Study Pengembangan LNG Terminal Bali, yang penandatanganannya dilakukan secara virtual oleh Direktur Utama PLNGG, Moh Riza Affiandi; dan Direktur PT DEB, Cokorda Alit Indra Wardhana, di Denpasar.
Gubernur Bali, Wayan Koster juga memberikan dukungan rencana itu karena dinilai sejalan dengan Visi Pemerintah Provinsi Bali "Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru yang dilakukan melalui 22 misi. Perjanjian kerja sama ini erat kaitannya dengan misi ke-21 yaitu:
- Mengembangkan tata kehidupan krama Bali, menata wilayah, dan lingkungan yang bersih, hijau serta indah
- Terwujudnya wilayah dan lingkungan hidup yang bersih, hijau dan indah yang dilaksanakan untuk mewujudkan Pulau Bali yang bersih, hijau, dan indah.
Setelah penandatanganan, Pemprov Bali menyiapkan infrastruktur dan logistik terminal gas untuk menyuplai pembangkit-pembangkit listrik di Bali, yang dibangun di atas lahan mangrove wilayah Desa Adat Intaran.
Berawal dari itu masyarakat Desa Adat Intaran menolak lokasi rencana pembangunan Terminal LNG, yang digadang-gadang mendukung pengembangan energi bersih tersebut. Mengapa masyarakat Adat Intaran menolak lokasi tersebut? Berikut ini penjelasannya.
Baca Juga: [BREAKING] Ribuan Warga Desa Adat Intaran Tolak Kawasan LNG
Baca Juga: [BREAKING] 62 Polisi Amankan Aksi Damai Warga Desa Adat Intaran
1. Gubernur Koster mengungkap ketersediaan kelistrikan Bali akan mengalami rebound dalam kurun 1 sampai 2 tahun ke depan
Pada saat itu, Wayan Koster yang ikut menyaksikan penandatanganan kerja sama secara virtual tersebut menceritakan, beban puncak kelistrikan Bali mengalami penurunan yang signifikan dari 900 MW menjadi 600 MW selama pandemik. Namun ketersediaan kelistrikan Bali akan mengalami rebound dalam kurun 1 sampai 2 tahun ke depan. Sehingga perlu menyiapkan kapasitas dan daya mampu kelistrikan Bali dengan tepat.
Mengingat Bali tidak memiliki Sumber Daya Alam dan Mineral untuk pembangkit listrik, sehingga diperlukan kerja sama kelistrikan dengan membangun berbagai insfrastruktur penunjang. Selain benefit, kata Koster, kerja sama kelistrikan ini diharapkan juga mendatangkan profit untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Keinginan kuat kami sejalan dengan regulasi energi dan kelistrikan nasional, yaitu untuk menjaga alam Bali bersih mulai dari sumber atau hulu hingga ke hilir,” jelasnya.
Baca Juga: 3 Oknum BUMN Terlibat Penggelapan Dana Proyek LNG di Pelabuhan Benoa