Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

4 Rahasia Jadi Orang Beruntung yang Bisa Kamu Tiru

ilustrasi bahagia (pexels.com/Andre Furtado)
ilustrasi bahagia (pexels.com/Andre Furtado)

Pernah gak kamu melihat ada orang yang kayaknya sangat beruntung di sepanjang hidupnya? Keluarga yang baik, pendidikan lancar, pekerjaan mapan, disukai orang sekitar, punya banyak koneksi, lolos dari masalah, dan semua itu seakan-akan dia mendapatkan tanpa usaha maksimal. Rasanya seperti semua hal baik begitu mudah datang ke hidupnya, istilahnya: semesta mendukung. Sedangkan orang lain ada yang terlihat selalu tertimpa sial: salah ambil keputusan, salah bertindak, salah pergaulan, salah paham, sampai salah-salah lainnya.

Hal tersebut sering kali membuat kita bertanya-tanya, emang apa sih rahasianya? Apa yang orang beruntung itu lakukan? Kenapa yang satunya bisa tertimpa sial terus menerus? Apakah ini memang cuma perkara takdir? Apa mereka sudah terlahir seperti itu?

Ternyata tidak teman-teman, keberuntungan itu bisa diciptakan. Lewat penelitian panjang terhadap lebih dari 400 orang selama 10 tahun, Dr Richard Wiseman menemukan bahwa keberuntungan bukan soal nasib semata, tapi soal cara berpikir dan kebiasaan. Psikolog asal Inggris ini membandingkan orang-orang yang menganggap dirinya beruntung dan yang tidak beruntung. Dia menganalisis bagaimana orang-orang tersebut mengambil keputusan, menghadapi masalah, dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.

Hasilnya mengejutkan, orang yang merasa dirinya beruntung ternyata punya pola pikir dan perilaku tertentu. Dua hal tersebut bisa dipelajari dan dilakukan siapa saja untuk meningkatkan keberuntungan mereka. Kamu juga pengen jadi orang yang beruntung kan? Yuk simak apa saja rahasianya.

1. Mereka menciptakan dan melihat peluang

ilustrasi bersosialisasi di lingkungan baru (pexels.com/Helena Lopes)
ilustrasi bersosialisasi di lingkungan baru (pexels.com/Helena Lopes)

Dari sisi kepribadian, orang yang beruntung aktif melihat dan menciptakan peluang. Kepribadian mereka cenderung ingin tahu, fleksibel, dan terbuka terhadap pengalaman baru. Mereka aktif menjalin hubungan baru, gak cuma duduk berharap diperkenalkan, namun mendekat, bertanya, mendengarkan, dan menawarkan diri untuk terlibat. Kebiasaan ini menciptakan jejaring sosial luas dan membuka banyak pintu baru, baik dalam dunia kerja, relasi, maupun kehidupan pribadi.

Mereka yang beruntung juga mencoba pengalaman baru dan menyambut baik sesuatu yang tidak terduga. Sikap dan perilaku yang yang muncul dari banyaknya pengalaman, membuatnya lebih rileks memandang kehidupan dan bukannya cemas berlebih. Ujung-ujungnya mereka jadi lebih sering “bertemu” dengan keberuntungan.

Untuk melatihmu menjadi aktif menciptakan peluang, kamu bisa ikut komunitas atau kegiatan baru minimal satu kali sebulan, misalnya komunitas menulis, olahraga, atau bahkan pengajian. Setiap kali hadir di acara baru, cobalah sapa minimal tiga orang yang belum kamu kenal. Cara terakhir, kamu bisa coba mengubah rutinitas mulai dari hal kecil, misalnya membaca topik baru di luar kebiasaanmu.

2. Mereka percaya pada intuisi dan rutin melatihnya

ilustrasi journaling di pagi hari (freepik.com/freepik)
ilustrasi journaling di pagi hari (freepik.com/freepik)

Intuisi sering dianggap gak rasional. Kadang muncul sebagai firasat, perasaan “tidak enak”, atau dorongan kuat ke arah tertentu. Namun, orang beruntung sering mengikuti firasat mereka saat membuat keputusan penting. Eits tapi jangan salah! Bukan asal nekat, firasat atau intuisi mereka itu sudah diasah. Karena itu ketika diikuti, sering kali firasatnya benar.

Orang yang beruntung peka terhadap sinyal batin. Mereka bisa peka karena terbiasa merenung, tenang, dan selalu berusaha mengenal diri sendiri. Akivitas seperti meditasi, journaling, atau berdoa yang fokus akan membantu mereka memahami suara hati dan mengambil keputusan dengan jernih.

Ada beberapa cara mengasah intuisi yang bisa kamu lakukan. Pertama, coba luangkan waktu 10 menit setiap pagi untuk quiet time seperti meditasi, journaling, atau beribddah. Ketika kamu baru saja mengikuti firasat dalam memutuskan sesuatu, catatlah pengalamanmu dan evaluasi hasilnya. Kamu bisa melatih kepekaan lewat refleksi harian. Malam hari sebelum tidur, coba tanya pada diri sendiri “Apa pelajaran hari ini?” dan “Apa yang dirasakan saat kejadian tadi?”. Untuk menjaga relasi spiritual, ketika kamu berdoa, jangan hanya meminta tapi juga bersyukur dan merenung.

3. Mereka menanamkan optimisme dalam pikiran dan tindakan sehari-hari

ilustrasi berpikir positif (pexels.com/Julia Avamotive)
ilustrasi berpikir positif (pexels.com/Julia Avamotive)

Kebiasaan orang-orang yang beruntung adalah memandang masa depan dengan penuh harapan. Mereka selalu percaya bahwa dalam setiap situasi, selalu ada kemungkinan baik yang bisa terjadi. Keyakinan ini membuat mereka lebih tenang, lebih berani, dan tidak mudah menyerah saat menghadapi tantangan.

Optimisme yang mereka tanamkan bukan hanya dalam pikiran, tetapi juga tercermin dalam tindakan sehari-hari. Mereka lebih terbuka mencoba hal baru, lebih gigih saat menghadapi kesulitan, dan tidak cepat putus asa ketika gagal. Sikap inilah yang membuat mereka terlihat meyakinkan dan sering mendapat dukungan dari lingkungan sekitar.

Kamu juga bisa melatih kebiasaan ini dengan cara yang sederhana. Ucapkan afirmasi positif setiap pagi, seperti "Aku siap menghadapi hari ini dengan semangat." Sebelum tidur, tuliskan tiga hal baik yang kamu alami hari itu, dan ketika menemui masalah, biasakan menggunakan kalimat positif seperti "Aku sedang belajar menjadi lebih baik."

4. Mereka mampu mengubah kesialan menjadi keberuntungan

ilustrasi mentalitas tangguh (freepik.com/freepik)
ilustrasi mentalitas tangguh (freepik.com/freepik)

Pernah dengar ungkapan “blessing in disguise”? Nah orang beruntung jago banget menemukan keberkahan dari kemalangan. Mereka punya kemampuan melihat sisi positif dari situasi negatif dan mengambil tindakan aktif untuk mengubah keadaan.

Ketika orang lain melihat suatu peristiwa sebagai musibah, mereka bisa melihat dari sudut pandang berbeda menggunakan cognitive reframing. Cognitive reframing adalah kemampuan seseorang untuk mengubah cara pandang terhadap situasi. Contoh: dompet hilang dianggap jadi pelajaran agar selalu berhati-hati; gagal nikah dianggap cara Tuhan menyelamatkan kita dari hubungan yang tidak sehat.

Pada saat yang sama, orang yang beruntung tidak berlama-lama menyesali kegagalan. Mereka bermentalitas tangguh, bangkit lebih cepat, dan menjadikan pengalaman buruk sebagai modal pembelajaran agar tidak jatuh ke lubang yang sama. Contoh mudahnya, seorang mahasiswa yang gagal di ujian justru menemukan metode belajar yang jauh lebih efektif.

Kamu bisa coba menerapkan beberapa strategi untuk diterapkan. Pertama, gunakan teknik reframing. Ketika mengalami hal buruk, tanyakan: “Apa hikmah tersembunyi dari ini?”. Kedua, latih pola pikir berkembang atau growth mindset. Anggap kegagalan sebagai bagian dari proses belajar, bukan akhir segalanya. Lalu yang terakhir, ketika kamu mengalami kegagalan, langsung buat 2–3 langkah konkret untuk bangkit atau memulihkan keadaan.

Keberuntungan bukan cuma soal nasib baik tapi gabungan dari sikap mental, cara berpikir, dan kebiasaan sehari-hari. Orang beruntung aktif menciptakan peluang, percaya pada intuisi, berpikir positif, dan mampu mengubah kemalangan menjadi pelajaran hidup. Jadi, kalau selama ini kamu merasa kurang beruntung, bisa jadi sudut pandang dan kebiasaanmu yang perlu diperbaiki.  Gimana? Sudah siap menciptakan keberuntunganmu sendiri mulai hari ini?

Referensi
Wiseman, R. (2004). The Luck Factor: The Scientific Study of the Lucky Mind. London: Arrow Books Ltd.
Wiseman, R. (2025). The Luck Factor. The Magazine For Science And Reason Volume 27, No.3 May/June 2003.
Zainuddin, A. F. (2014). Spiritual Emotional Freedom Technique SEFT. Jakarta: Arga Publishing.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us