Seakan perlu banyak seperti Dewa Siwa
Padahal manusia hanya bertangan dua
Membedah Dewa Siwa di Lagu Hindia Untuk Apa/Untuk Apa?

Gianyar, IDN Times - Hindia, nama panggung solois Baskara Putra, karya musiknya selalu relate dengan situasi dan keresahan anak muda di Indonesia. Beberapa lagu ini misalnya Evaluasi, Secukupnya, dan masih banyak lagi. Lagu-lagu Hindia terasa dekat, semua menyatu dengan padu. Mulai dari diksi yang dipilih, musik yang menghentak, membuat semua lagunya semakin erat layaknya sahabat dekat saat hidup ini sedang gak baik-baik saja.
Kali ini IDN Times akan membahas lagu Untuk Apa/Untuk Apa? Lagu ini punya paduan lirik yang padat dan pemaknaan yang fleksibel. Mendengar lagu ini rasanya kayak diajak naik turun dalam fase kehidupan. Apalagi kalau diingat-ingat, lagu ini dirilis tahun 2019 lalu. Setahun berikutnya, COVID-19 menghantam dunia. Aktivitas di Indonesia turut lumpuh. Banyak yang kehilangan orang terkasih karena paparan virus tersebut.
Uniknya, satu baris lirik lagu ini membahas Dewa Siwa. Kayak gini liriknya. “Seakan perlu banyak seperti Dewa Siwa.” Kira-kira kenapa ya ada Dewa Siwa di lagu ini? Apa ada pesan khusus untuk sobat beragama Hindu? Yuk baca cocoklogi selengkapnya di bawah ini.
Seakan perlu banyak seperti Dewa Siwa. Kenapa dan kira-kira apa maksudnya?
Kepercayaan maupun mitologi yang tertulis dalam lirik ini gak hanya Dewa Siwa. Dalam lirik sebelumnya, ada Medusa dan Hawa (perempuan pertama, pasangan Adam) sebagai sosok dalam kepercayaan maupun mitologi umat beragama lainnya.
Dewa Siwa adalah Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Sang Pelebur. Ada juga aliran yang mempercayai tentang Hindu Siwa. Sehingga Hindu kerap disebut sebagai Agama Siwa. Dewa Siwa yang kerap dikaitkan dengan Hindu, bisa jadi pilihan Hindia sebagai representasi dalam liriknya.
Dewa Siwa punya empat tangan. Tapi manusia yang hanya punya dua tangan selalu menginginkan lebih

Persembahan atau sesajen umat Hindu di Bali sangat banyak. Meskipun ada tingkatan dari rendah, sedang, hingga tinggi, tapi gak jarang orang memaksakan diri jorjoran hanya demi gengsi. Tuhan tak pernah meminta, tapi manusia dengan persepsinya yang kompleks mulai memikirkan banyak hal, memengaruhi laku dan bakti.
FYI (for your information) atau sekadar info saja nih, Dewa Siwa itu sebenarnya punya empat tangan. Sebagai Dewa Pelebur bertangan empat, membuatnya dengan mudah menggenggam segalanya. Termasuk menghancurkan segalanya dengan tujuan membangun kembali. Namun, manusia kerap kali ingin melampaui banyak hal, selalu merasa kurang. Padahal sebagai manusia, kita hanya punya dua tangan. Kita sejatinya tak mampu menggenggam banyak hal. Kita semua sebenarnya biasa saja.
Tak ada yang dibawa mati. Ketika jiwa lepas dari raga, kita bisa apa?

Pada akhirnya, penggalan lirik dalam lagu ini berisi tentang bagaimana Hindia memaknai kehidupan. Segalanya tak ada yang dibawa mati, kembali ke tanah (dikubur), begitulah akhir dari raga kita. Bagi umat Hindu atau Buddha, raga kita dibakar jika tiada. Terlepas dari apa pun yang kita percayai, sekeras apa pun kita membela keyakinan, semua itu tak ada yang dibawa mati.
Ketika manusia mulai menggunakan agama untuk memecah belah sesama manusia, artinya agama berada di tangan manusia yang tidak tepat. Agama bukan untuk saling membandingkan mana yang paling baik, tapi agama hanya satu cara untuk membuat manusia terkoneksi dengan kebenaran dan kebaikan. Salam waras!