4 Tradisi Karangasem yang Ditetapkan Sebagai WBTB

Kabupaten Karangasem terletak di sebelah Bali Timur. Luas wilayahnya 14,9 persen dari luas Provinsi Bali, tepatnya 839,54 kilometer. Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Lombok, Barat berbatasan Kabupaten Bangli, Selatan ada Kabupaten Klungkung, dan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buleleng.
Banyak tradisi Karangasem yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Pemerintah Pusat. Ini dia empat tradisi Karangasem yang ditetapkan sebagai WBTB.
1. Tradisi Perang Pandan (Mekare-Kare)

Perang Pandan merupakan tradisi sakral yang digelar krama Adat Tenganan Pegeringsingan, Kecamatan Manggis. Tradisi ini digelar pada saat Usaba Sambah setahun sekali. Usaba Sambah merupakan ritual terbesar di Desa Tenganan.
Tradisi ini dipersiapkan oleh pemuda pemudi di desa tersebut. Diawali dengan upacara, dan mempersiapkan sarana. Setelah matahari tepat di atas kepala, Perang Pandan langsung digelar oleh krama desa adat.
Setelah Perang Pandan, acara dilanjutkan dengan Tradisi Megibung. Tradisi ini digelar agar tidak ada rasa dendam, kebencian antara pemuda setelah mengikuti Perang Pandan. Tujuan utamanya adalah mempererat tali persaudaraan.
2. Tradisi Gebug Ende Seraya

Gebug Ende Seraya merupakan tradisi sakral yang dilakukan krama Desa Adat Seraya, Kecamatan Karangasem. Tradisi ini sudah ada sejak Desa Adat Seraya berdiri. Dilaksanakan setiap Usaba Kaja pada Purnama Kapat di Bale Agung Desa Seraya.
Prosesi digelar selama tiga hari setelah Usaba Kaja, atau setelah Ida Bhatara mesineb (rangkaian akhir dalam upacara). Biasanya acara dilakukan sore hari pukul 16.00 Wita. Sebelum pelaksanaan, krama menghaturkan (mempersembahkan) banten (sarana upacara atau sesajen). Sarana yang dipakai adalah penyalin dari kayu rotan.
Warga desa meyakini Tradisi Gebug Ende ini sebagai sarana untuk memohon hujan, dan harus berlandaskan tulus ikhlas. Mereka percaya ujan akan cepat turun, dan warga sejahtera karena bisa bercocok tanam.
3. Tari Abuang Luh Muami

Tari Abuang Luh Muani merupakan warisan leluhur dari Desa Tenganan, Pegeringsingan, Kecamatan Manggis. Dipentaskan oleh pemuda pemudi yang belum menikah, dan dilaksanakan saat Sasih Kasa di sekitar Bale Agung, Desa Adat Tenganan.
Tradisi ini memiliki nilai sosial yang sangat penting bagi kehidupan warga Tenganan. Satu diantaranya bisa mempertemukan daha (perempuan) dan pemuda, sehingga mereka semakin mengenal satu sama lain.
4. Usaba Dangsil Bungaya

Usaba Dangsil adalah tradisi sakral dari Desa Bungaya, Kecamatan Bebandem. Waktu pelaksanaannya tidak menentu, tergantung pawisik (bisikan secara religius) dari Ida Bhatara di Desa Bungaya. warga terakhir kali menggelar tradisi ini pada 2016. Sebelumnya pernah digelar pada 2002, 1978, 1968, 1954, dan 1938.
Sarana yang digunakan Usaba Dangsil yakni memakai Pohon Durian dengan ketinggian hampir mencapai belasan meter. Dangsil harus berjumlah tujuh buah, dan di atas berisi beberapa komponen seperti makanan, hingga daun khusus untuk merias dangsil.
Krama yang terlibat dalam pengangkatan dangsil ini biasanya melibatkan beberapa desa di Kabupaten Karangasem. Yaitu krama Desa Adat Timrah mengangkat dangsil dalem atau tumpang 11. Dangsil ini berkaitan dengan Ida Dalem Puri Klungkung.
Selain itu ada Desa Adat Tenganan Dauh Tukad dan Desa Gumung di Kecamatan Manggis. Krama dari dua desa ini mengangkat dangsil desa yang berkaitan dengan Puri Karangasem. Dangsil ini dinaiki oleh keturunan dari Puri Karangasem.
Selain itu ada Desa Adat Kastala, Desa Adat Bebandem, Desa Adat Macang, Desa Adat Kayu Putih, dan Desa Adat Tihingan dari Kecamatan Bebandem. Tradisi ini bertujuan memohon kesuburan dan kesejahteraan untuk warga di Desa Adat Bungaya.