Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sejarah Pura Tanah Lot, Dijaga Ular Poleng

Pura Luhur Tanah Lot (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Tabanan, IDN Times - Pura Luhur Tanah Lot menjadi ikonnya Bali di dunia pariwisata. Pura ini terletak di atas batu karang, berjarak sekitar 300 meter dari garis pantai. Karena berada di lepas pantai, deburan ombaknya menerpa batu karang.

Tentu banyak yang bertanya mengapa Pura Luhur Tanah Lot berada di atas karang dan tengah laut? Berikut ini sejarah Pura Tanah Lot menurut Penganceng Pura Luhur Tanah Lot dari Puri Kediri, Anak Agung Ngurah Gede Sugiarta.

1. Berawal dari perjalanan Dang Hyang Dwijendra ke Bali

Meru tumpang lima, pelinggih utama di Pura Luhur Tanah Lot (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Asal-usul Pura Luhur Tanah Lot berawal dari kedatangan pendeta suci, Dang Hyang Dwijendra, ke Bali pada tahun 1498. Ia datang membawa misi suci untuk memperkokoh fundamental Hindu Bali yang berlandaskan sastra, etika, upacara, serta ajaran suci Weda.

Kala itu, Raja Dalem Waturenggong jadi penguasa Pulau Bali. Raja sangat menyambut baik kedatangan dari Dang Hyang Dwijendra, dan mengangkat pendeta suci ini sebagai penasihat kerajaannya.

Setelah lama tinggal di Kerajaan Gelgel tempat tinggal Raja Dalem Waturenggong, Dang Hyang Dwijendra meminta izin untuk berkelana mengunjungi pura-pura suci yang dibangun raja, dan pura-pura suci lainnya di Bali.

Dalam perjalanannya ini, Dang Hyang Dwijendra tiba di Gunung Batukaru.

"Di sana, Beliau lama bersemedi. Suatu saat Beliau melihat asap mengepul dari Pertiwi ke udara di arah tenggara Pegunungan Batukaru," ujar Ngurah Sugiarta.

2. Mengapa namanya Tanah Lot?

Pelinggih Lingga Yoni yang berada di Pura Luhur Tanah Lot (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Asap suci yang dilihat Dang Hyang Dwijendra ternyata berasal dari wilayah pesisir pantai yang berlokasi di Desa Beraban. Dulu wilayah pesisir pantai ini namanya terdiri dari dua suku kata, tanah dan let. Tanah artinya daratan, dan let artinya laut.

Asap yang menuntunnya itu berasal dari sebuah Lingga Yoni. Dari situlah Dang Hyang Dwijendra memutuskan tempat tersebut sebagai wilayah suci, dan ia melakukan semedi.

Lingga yang menuntun Dang Hyang Dwijendra ke wilayah Tanah Lot masih ada sampai sekarang. Hanya saja Yoninya sudah hancur, dan ditanam di bawah pelinggih tempat lingga berada saat ini.

"Sesuai petunjuk Yang Kuasa, diminta untuk dibuatkan replika Yoni. Saat ini Lingga yang asli dan replika Yoni masih ada hingga saat ini," kata Penglingsir Panitia Pura Luhur Tanah Lot, I Wayan Arwata.

3. Alasan Pura Tanah Lot berada di tengah laut

Pura Luhur Tanah Lot (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Ngurah Sugiarta melanjutkan, ketika Dang Hyang Dwijendra melihat ada Lingga Yoni di wilayah pesisir Pantai Tanah Lot, ia memutuskan untuk bersemedi di atas karang berbentuk burung beo. Sesekali ia ke Pura Pekendungan untuk memberikan dharma wacana kepada warga sekitar.

Desa Beraban kala itu dipimpin oleh Ki Bendesa Beraban atau disebut Bendesa Beraban Sakti. Ia tidak menyukai kedatangan Dang Hyang Dwijendra, karena ajarannya menarik murid-murid Bendesa Beraban. Bersama pengikutnya yang tersisa, Bendesa Beraban menyerang Dang Hyang Dwijendra yang saat itu sedang bersemedi di atas karang berbentuk burung beo.

Dengan kesaktiannya, Dang Hyang Dwijendra memindahkan karang tersebut ke tengah laut, melambaikan selendangnya sehingga muncul ular poleng (warna hitam putih) dan menyerang Bendesa Beraban bersama pengikutnya.

"Di sinilah asal-usul mengapa Pura Tanah Lot berada di tengah laut dan ular poleng yang menjaga pura masih bisa ditemukan hingga saat ini," jelas Ngurah Sugiarta.

4. Pemberian keris dari Dang Hyang Dwijendra kepada Bendesa Beraban

Meru Tumpang Tiga, pelinggih utama di Pura Luhur Tanah Lot (IDN Times/Wira Sanjiwani)

Melihat kesaktian dari Dang Hyang Dwijendra, Bendesa Beraban tunduk dan menjadi murid kepercayaannya. Raja Dalem Waturenggong kemudian membangun pura di atas karang tempatnya Dang Hyang Dwijendra bersemedi. Hingga sekarang dikenal dengan nama Pura Tanah Lot.

Ada dua pelinggih utama di Pura Tanah Lot, yaitu pelinggih meru tumpang lima untuk memuja Dewa Baruna dan meru tumpang tiga untuk memuja Dang Hyang Dwijendra.

Sebelum meninggalkan Desa Beraban, Dang Hyang Dwijendra memberikan sebilah keris kuno sakti kepada Bendesa Beraban. Keris ini tersimpan di Puri Kediri sampai sekarang.

"Ada wisama dari Dang Hyang Dwijendra bahwa siapa saja yang tidak melaksanakan ajarannya, tidak melaksanakan aci ngerebek, maka Bumi akan dilanda musibah. Sejak saat itu setiap piodalan Pura Pekendungan, pusaka keris ini diarak dari Puri Kediri ke Pura Pekendungan dengan berjalan kaki. Begitu juga sebaliknya. Namanya Tradisi Ngerebek," tutup Ngurah Sugiarta.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
Ni Ketut Wira Sanjiwani
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us