Makna Tradisi Ngenyit Linting, Dilaksanakan Sehari Sebelum Galungan

Hari Raya Galungan dan Kuningan merupakan hari raya besar bagi umat Hindu di Bali. Selain rangkaian upacara, banyak hal unik untuk menyambut hari suci atau rahinan ini. Satu di antaranya adalah Tradisi Ngenyit Linting. Seperti apa keunikan tradisi ini? Simak penjelasannya di artikel berikut!
1. Tradisi unik yang berasal dari Tabanan

Tradisi Ngenyit Linting berasal dari Desa Tunjuk, sebuah desa yang berada di Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan. Tradisi ini hanya bisa ditemukan di Desa Tunjuk. Sedangkan di desa lain baik di Tabanan maupun di luar Tabanan tidak ditemukan tradisi ini. Setiap warga Desa Tunjuk yang terdiri dari 12 banjar adat ini wajib melaksanakan tradisi ini.
Mereka memilih pelaksanaan ini sehari sebelum Hari Raya Galungan atau saat Hari Penampahan Galungan. Tradisi Ngenyit Linting dilaksanakan saat sandikala atau peralihan sore ke malam. Setiap warga melakukan tradisi ini di area lingkungan rumahnya, yaitu di area sanggah (tempat suci keluarga) serta halaman dan pintu masuk.
2. Bahan dan pelaksanaan Tradisi Ngenyit Linting
Ngenyit Linting terdiri dari dua kata, yaitu ngenyit dan linting. Ngenyit dalam Bahasa Indonesia berarti menyalakan. Sedangkan linting merupakan sumbu api yang terbuat dari lidi sepanjang 15cm (centimeter). Ujung lidit dililit kapas, kemudian dicelupkan ke minyak kelapa. Nantinya, linting ini akan dinyalakan dengan membakar kapas atau sumbunya saat pelaksanaan Tradisi Ngenyit Linting.
Linting diletakkan dengan ditancapkan di depan masing-masing pelinggih (bangunan suci) yang ada di area sanggah. Selain itu, linting juga diletakkan di sekitar halaman rumah serta depan rumah atau lebuh, dan depan penjor. Untuk jumlah linting, Tidak ada jumlah baku linting yang digunakan. Hal ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi di setiap rumah warga. Setelah diletakkan, barulah kemudian linting dinyalakan.
Linting akan menyala selama lima menit. Saat pelaksanaan Tradisi Ngenyit Linting tidak ada persembahan atau persembahyangan secara khusus. Warga hanya menyalakan (ngenyit) linting saja.
3. Makna dan tujuan Tradisi Ngenyit Linting

Linting menjadi sumber cahaya (api) dalam pelaksanaan tradisi ini, sebagai simbol penerang atau lampu bagi para leluhur yang ada di masing-masing keluarga. Umat Hindu percaya, bahwa selain Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya turun ke dunia saat Hari Raya Galungan, para leluhur juga turut ke dunia.
Oleh karena itu, linting menjadi penuntun para leluhur saat turun atau datang ke tempat suci dan area rumah keturunan atau keluarganya. Selain untuk memberikan penerangan, Ngenyit Linting juga berfungsi untuk memohon sinar suci-Nya agar warga selalu mendapatkan pencerahan dan perlindungan saat pelaksaan Hari Raya Galungan maupun menjalankan kehidupan sehari-harinya.
Saat pelaksanaan Tradisi Ngenyit Linting ini seolah-olah seperti menyambut leluhur yang datang ke rumah, dan telah diwariskan secara turun-temurun. Tidak ada sumber resmi seperti lontar yang menuliskan kapan tradisi ini mulai dilaksanakan. Tradisi Ngenyit Linting masih dilestarikan sampai sekarang.


















