Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan Bali

Tarian ini sangat sakral, sudah ada sejak 1894 masehi

Nusa Lembongan di Kabupaten Klungkung tidak hanya terkenal dengan wisata baharinya yang memukau. Tetapi juga keseniannya yang unik, dan selalu jadi incaran wisatawan hingga mancanegara. Satu kesenian yang sangat terkenal di Nusa Lembongan adalah Tari Sanghyang Jaran.

Kesenian ini sangat disakralkan oleh masyarakat setempat. IDN Times pernah mewawancarai penari dan kepala desanya pada tahun 2018 lalu. Semoga tarian sakral ini bisa diadakan kembali ya. Berikut ini sejarah Tari Sanghyang khas Nusa Lembongan Bali.

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Klungkung, Dulunya Pusat Kerajaan Bali

1. Berawal dari kisah perjalanan Ida Pedanda Gede Punia yang tidak diharapkan berada di tanah kelahirannya

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan BaliTari Sanghyang Jaran khas Nusa Lembongan, Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Baca Juga: Serasa di Vila, Inilah Indahnya Pura Dalem Tohjaya di Kota Denpasar

Merujuk sumber lontar di Desa Pakraman Jungut Batu, Pulau Lembongan, Tari Sanghyang Jaran telah ada sejak 1894 masehi. Kala itu, Kepulauan Nusa Penida, termasuk Pulau Lembongan, dikenal sebagai lokasi untuk menampung orang-orang terbuang dari kerajaan di Bali.

Dikisahkan, Ida Pedanda Gede Punia yang berasal dari Kabupaten Bangli tidak diharapkan berada di tanah kelahirannya tersebut. Raja Bangli membuang Ida Pedanda Gede Punia ke Pulau Nusa Penida.

"Setiba di Nusa Penida, Ida Pedande Gede Punia ini ternyata tidak diterima di Pulau Nusa Gede (Penida). Ia lalu berlayar hingga ke Pulau Lembongan," ujar Ketua Penari Sanghyang Jaran Desa Jungutbatu, Guru Mirah Maharani.

2. Pedanda Punia kembangkan kesenian Tari Sanghyang Jaran

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan BaliTari Sanghyang Jaran khas Nusa Lembongan, Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Pada saat itu, Jero Mekel di Desa Lembongan, I Komang Jungut, menerima baik kehadiran orang suci asal Bangli tersebut. Lambat laun, Ida Pedanda Gede Punia diterima dan menjadi panutan masyarakat setempat. Pedanda Punia lalu mengembangkan kesenian sakral Tari Sanghyang Jaran ini di Nusa Lembongan.

Tariannya semakin berkembang setelah I Komang Jungut menghadap ke Kerajaan Klungkung untuk membentuk Desa Jungutbatu.

"Tarian ini sebenarnya berasal dari Bangli dan dikembangkan di Nusa Lembongan oleh Ida Pedanda Gede Punia," jelas Guru Mirah.

Baca Juga: 5 Pura di Bali yang Dipercaya Untuk Membersihkan Ilmu Hitam

3. Mereka menari mengikuti alunan kidung

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan BaliTari Sanghyang Jaran khas Nusa Lembongan, Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Tari Sanghyang Jaran di Nusa Lembongan agak berbeda dari tarian serupa di wilayah lain Pulau Bali. Tidak menggunakan gamelan yang dinamis seperti tari Bali pada umumnya. Penari pun menari diiringi oleh kidung. Semakin cepat kidung dialunkan, semakin cepat pula gerakan para penari.

Para penari ini menunggangi properti menyerupai kuda, lengkap dengan lonceng di kaki mereka. Para penari biasanya menari dengan mata terpejam. Seperti orang kesurupan (Trance), mereka menari sembari menginjak serabut kelapa yang dibakar.

Meskipun tidak mengenakan alas kaki, para penari tampak tidak merasakan panas. Mereka terus menginjak dan menendang bara api, sembari mengikuti alunan kidung.

4. Ditarikan sebagai sesangi atau wujud syukur

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan BaliTari Sanghyang Jaran khas Nusa Lembongan, Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Tari Sanghyang Jaran pada umumnya dipertunjukkan di balai banjar, atau tempat-tempat umum lainnya. Biasanya dipertunjukkan sebagai bentuk sesangi atau wujud syukur atas harapan yang terkabulkan. Misalnya sembuh dari sakit parah, atau berharap dikaruniai anak.

5. Hanya tersisa dua kelompok saja yang melestarikan Tari Sanghyang Jaran

Sejarah Tari Sanghyang Jaran Khas Nusa Lembongan BaliTari Sanghyang Jaran khas Nusa Lembongan, Klungkung. (IDN Times/Wayan Antara)

Perbekel Desa Jungutbatu, Made Suryawan, mengungkapkan hanya tersisa dua sekaa (Kelompok) yang melestarikan Tari Sanghyang Jaran di Pakraman Jungutbatu. Yaitu Sang Hyang Jaran Oncar Srawa, dan Sang Hyang Tedok Pangkung.

"Semoga saja generasi muda masih memiliki tekad, untuk melestarikan kesenian yang diwariskan turun menurun  ini," kata Suryawan.

Baca Juga: 7 Mantra Penangkal Leak, Bisa Digunakan Sehari-hari

Topik:

  • Irma Yudistirani
  • Stella Azasya

Berita Terkini Lainnya