5 Fakta Perairan Bali Utara, Lokasi Karamnya KM Liberty 1 dan Nanggala
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Setelah peristiwa tenggelamnya kapal selam Nanggala-402 bulan April 2021 lalu, kecelakaan laut di perairan Bali Utara kembali terjadi. Yaitu KM Liberty 1 yang mengalami peristiwa karam, pada Sabtu (23/10/2021) lalu. Tujuh awak kapalnya masih dalam pencarian sampai sekarang.
KM Liberty 1 diperkirakan karam di kedalaman 600 meter setelah diterjang badai. Sementara kapal selam Nanggala-402 karam di kedalaman 800 meter. Dua peristiwa itu menunjukkan perairan di Bali Utara tergolong laut dalam. Berikut beberapa fakta kondisi perairan di Bali Utara.
Baca Juga: Kesaksian Kapten KM Liberty 1: Semuanya Terjadi Sangat Cepat
1. Perairan Bali Utara terdiri dari palung yang dalam
Dikutip dari laman Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, perairan Bali Utara atau yang dikenal dengan Laut Bali termasuk ke dalam palung laut Bali Flores.
Palung ini menyambung sampai ke laut Flores yang dalam. Kedalaman palung di sekitar Laut Bali sekitar 700 meter. Semakin ke timur, kedalamannya bisa mencapai 1,3 kilometer.
Di bawah laut ini pula, terdapat jalur sesar naik yang amat aktif, memanjang dari utara Pulau Flores hingga utara Bali.
”Kondisi dasar Laut Bali berbentuk basin atau seperti mangkuk dengan arus berubah-ubah di tiap kedalamannya. Pada kedalaman lebih dari 1.000 meter, Laut Bali terhubung dengan dasar Selat Lombok dan Laut Flores yang memiliki arus sangat deras,” kata Peneliti Bidang Oseanografi Pusat Riset Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Widodo S Pranowo, di laman Pusat Riset Kautan, Kementerian Kelaitan dan Perikanan.
2. Laut Bali memiliki arus yang kuat
Ahli Kelautan dan Perikanan, I Ketut Sudiarta, menyebutkan kondisi perairan Bali Utara juga terkenal memiliki arus laut yang kuat dan memutar. Hal ini dipengaruhi oleh arus global yang disebut Alindo atau arus laut Kepulauan Indonesia. Arus ini kuat karena adanya arus global dari Samudera Pasifik ke Selat Makassar, yang merupakan arus besar dunia.
"Dari Pasifik masuk ke selat Makassar terus ke selatan, ke Selat Lombok nanti masuk ke Samudera Hindia," ungkap Sudiarta.
3. Sering dijadikan sebagai tempat latihan TNI AL
Karena memiliki karakteristik yang dalam, Laut Bali sudah lama ditetapkan sebagai tempat latihan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), khususnya kapal selam. Termasuk yang terbaru adalah KRI Alugoro. Lokasi latihan biasanya dilakukan dari Banyuwangi sampai ke Perairan Bali Utara.
"Dalamnya lokasi ini potensial sebagai tempat percobaan kapal selam, termasuk yang terbaru KRI Alugoro," jelas Sudiarta.
4. Laut Bali termasuk sebagai laut purba
Ahli Geologi, Robet Hall (2001), mengategorikan Laut Bali sebagai laut purba. Sebab laut ini diperkirakan terbentuk sebelum 15 juta hingga 5 juta silam, jauh lebih muda dari Laut Jawa serta Perairan Timur Sumatra.
Lau ini baru terbentuk setelah berakhirnya zaman es, atau ketika pemanasan global yang melelehkan es di Bumi dan menimbulkan kenaikan muka air laut sekitar 12.000 hingga 6.000 tahun yang lalu.
5. Laut Bali terdapat zona tektonik yang sangat aktif
Perairan Bali Utara atau Laut Bali juga terdapat struktur sesar aktif yang merupakan kelanjutan atau terusan Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). Kondisi tektonik ini menjadikan wilayah pesisir utara Bali menjadi kawasan yang rawan gempa bumi dan tsunami.
Inilah yang bertanggung jawab terhadap beberapa gempa besar yang terjadi di Bali. Catatan bencana ini juga tercatat dalam lontar yang disimpan di Puri Ayodya, Singaraja, seperti yang diungkapkan oleh I Made Kris Adi Astra, Analis dari BMKG Wilayah 2 Denpasar.
”Pada hari Rabu umanis kurantil tahun Saka 1737 (22 November 1815), gempa bumi besar mengguncang."
Disebutkan, getaran gempa bumi mengakibatkan pegunungan retak dan longsor dengan suara menggelegar seperti guntur. Longsoran pegunungan tersebut menimpa Ibu Kota Buleleng, Singaraja. Desa-desa tersapu ke laut. Bencana ini menewaskan 10.523 orang. Banyak pejabat penting kerajaan turut menjadi korban. Tetapi Raja Buleleng, I Goesti Angloerah Gde Karang, selamat. Dari catatan itu, diperkirakan gempa itu sampai menimbulkan tsunami.
Catatan lebih rinci lagi disebutkan oleh Arthur Wichman (1918) ketika menyusun katalog gempa bumi di Kepulauan Indonesia periode 1538-1877. Bahwa, gempa itu terjadi pada 22 November 1815 sekitar pukul 10 malam.
Baca Juga: 5 Cara Mengantisipasi Sebelum Gempa Bumi, Bali Rentan Bencana