Pengertian Kulkul Khas Bali, Bukan Kentongan Sembarangan
Dalam seminggu ada dua kulkul yang bunyi sendiri di Bali
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kulkul tidak bisa lepas dari keadaan sosial dan budaya masyarakat di Bali. Kulkul sejak zaman dahulu digunakan sebagai alat komunikasi, untuk mengingatkan masyarakat akan kegiatan dalam organisasi kemasyarakatan tradisional, seperti banjar maupun subak.
Kulkul biasanya terbuat dari kayu, dan ditempatkan pada bangunan yang disebut bale kulkul. Bale kulkul bisa ditemukan di balai banjar atau pura. Keberadaan bale kulkul pun menjadi bagian yang tidak bisa terlepaskan dalam arsitektur Bali.
Meskipun kini alat komunikasi sudah berkembang pesat dengan kehadiran teknologi, namun kulkul masih menjadi alat komunikasi komunal untuk segala kegiatan organisasi yang bersifat adat di Bali.
Baca Juga: Pengertian Moksa dalam Hindu, Lepasnya Jiwa dari Raga dalam Kedamaian
Baca Juga: Sejarah Berdirinya Klungkung, Dulunya Jadi Pusat Kerajaan Bali
1. Kulkul tercatat dalam naskah kuno di Bali
Keberadaan kulkul diperkirakan sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha di Jawa. Hal ini bisa ditemukan dalam naskah-naskah kuno di Bali seperti Lontar Awig-awig (Aturan adat) Desa Sarwada (Singkatan dari sarwa ada atau serba ada), Markandya Purana (Memuat dialog antara Markandeya atau resi kuno dalam kepercayaan Hindu dan seorang Resi Jaimini), dan Diwa Karma. Naskah kuno itu menjelaskan bagaimana kayu sebagai kulkul memiliki makna pikiran dalam kehidupan manusia.
Pada masa kolonial Belanda, kulkul dikenal dengan istilah tongtong. Seiring berjalannya waktu, kulkul juga dibuat dari bambu dan lebih dikenal dengan nama kentongan. Fungsinya pun sama, yakni sebagai pemberi pesan kepada masyarakat dengan suara-suara tertentu.
Baca Juga: Pengertian Tri Sandya, Berisi 6 Pengakuan Terdalam Umat Hindu