Kesakralan Wayang Wong di Klungkung, Berdialog Pakai Jawa Kuno
Topeng yang dipakai juga berumur ratusan tahun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pementasan Wayang Wong (Parwa), sampai saat ini sudah cukup sulit ditemukan di Bali. Setelah vakum beberapa waktu, krama di Desa Adat Sangkanbuana, Kabupaten Klungkung, kembali membangkitkan tradisi seni leluhur mereka. Wayang Wong tersebut dipentaskan setiap Hari Raya Kuningan, di jaba sisi Pura Puseh.
Uniknya, Wayang Wong ini diiringi oleh tabuh gong anak-anak, dan sejumlah remaja menari memerankan tokoh pewayangan, dengan memakai tapel (Topeng) sakral berusia ratusan tahun.
1. Penari memakai topeng berusia ratusan tahun, dan berdialog Jawa kuno
Bendesa Adat Sangkanbuana, Ketut Tinggal, mengungkapkan topeng yang dipakai para penari Wayang Wong bukanlah topeng biasa. Melainkan topeng yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Ada berbagai tokoh seperti Topeng Malen, Merdah, Rahwana, Anoman, Jatayu, Dalem, Sangut, Subali, dan Sugriwa, hingga burung garuda.
Uniknya, meski sudah berusia ratusan tahun dan tak pernah dirawat secara khusus, topeng-topeng yang selalu diupacarai sebelum dipentaskan tersebut masih nampak baru. Walaupun berbahan dasar dari kayu, kondisinya tetap bagus dan berkilau. Selama ini puluhan topeng sakral tersebut disimpan di dalam rak kaca di Pura Pucak Desa Adat Sangkanbuana. Selain itu dalam dialognya, para penari masih menggunakan bahasa Jawa kuno.
"Topengnya terbuat dari kayu pule, sampai sekarang masih bagus. Kalau rusak ada beberapa, tapi paling hanya hiasan gelungan yang lepas. Jadi kami cuma nyambung yang lepas-lepas saja," ungkapnya.
Baca Juga: Fenomena Pernikahan Beda Kasta di Bali & Perawan Tua, Diskriminasikah?