TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sejarah Kabupaten Bangli, Pernah Diserang Wabah Penyakit  

Dulu Desa Bangli kosong ditinggalkan penduduknya

Masyarakat memandikan kuda di tepi Danau Batur, Kabupaten Bangli, tahun 1910. (TropenMuseum via instagram.com/sejarah.bangli)

Kabupaten Bangli terletak di tengah Pulau Bali dan menjadi satu-satunya wilayah yang tidak memiliki pantai atau laut. Puncak tertinggi Kabupaten Bangli adalah Puncak Penulisan, terdapat Gunung Batur dengan kepundannya Danau Batur seluas 1.067,50 hektare.

Sebagian besar daerah Kabupaten Bangli merupakan dataran tinggi sehingga berpengaruh terhadap keadaan iklim di wilayah ini. Secara administrasi, Bangli terdiri dari 4 wilayah kecamatan dan 68 desa serta 4 kelurahan, di antaranya Kecamatan Susut, Bangli, Tembuku, dan Kintamani.  

Pada bagian utara, Bangli berbatasan dengan Kabupaten Buleleng, bagian timur dengan Kabupaten Karangasem, dan bagian selatan dengan Kabupaten Klungkung. Sementara pada bagian barat, berbatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung. 

Kelahiran Kabupaten Bangli disebut berkaitan dengan Prasasti Pura Kehen. Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Bangli, banglikab.go.id, berikut sejarah lahirnya Kabupaten Bangli:  

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Buleleng, Tempat Perdagangan Candu dan Budak di Bali

1. Akibat wabah yang menyerang, banyak penduduk meninggal dunia

Gubernur Jendral Hindia-Belanda, B.C. de Jonge saat membeli suvenir di Kintamani, Kabupaten Bangli, tahun 1935. (TropenMuseum via instagram.com/sejarah.bangli)

Pada zaman silam, disebutkan bahwa di Desa Bangli muncul dan menyebar wabah penyakit yang disebut kegeringan. Sebagaimana tertulis di Prasasti Pura Kehen yang kini disimpan di Pura Kehen, disebutkan bahwa akibat wabah tersebut, banyak penduduk yang meninggal dunia. 

Melihat banyaknya warga yang meninggal, penduduk lain yang masih hidup dan sehat, seketika ketakutan. Saking takutnya, mereka langsung berbondong-bondong meninggalkan desa agar selamat dan terhindar dari wabah itu. Karena semua penduduknya telah pergi, Desa Bangli menjadi kosong. Tidak ada satu pun penduduk yang berani tinggal di sana.

2. Masyarakat diminta untuk menyelenggarakan upacara/yadnya

Sebuah pekarangan rumah di Desa Kayubihi, Kabupaten Bangli, tahun 1925. (KITLV via instagram.com/sejarah.bangli)

Berharap agar keadaan bisa kembali pulih seperti sedia kala, Raja Ida Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana yang bertahta kala itu, melakukan segala upaya untuk mengatasi dan menghentikan wabah yang telah merenggut banyak nyawa itu. 

Disebutkan bahwa Sang Raja berhasil menghentikan wabah itu. Keadaan desa pun perlahan kembali pulih. Sang Raja bertahta pada tahun Caka 1126, tanggal 10, tahun Paro Terang, hari pasaran Maula, Kliwon, Chandra (Senin), Wuku Klurut, tepatnya tanggal 10 Mei 1204. 

Raja lalu memerintahkan putra-putrinya, Dhana Dewi Ketu, agar mengajak penduduk yang telah meninggalkan desa, kembali ke rumahnya masing-masing dan bersama-sama melakukan perbaikan. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk menyelenggarakan upacara/yadnya pada bulan Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kalima, Kanem, Kapitu, Kaulu, Kasanga, Kadasa, Yjahstha, dan Sadha.

Berita Terkini Lainnya