Sejarah Gending Gambelan Gambang Bali, dari Lontar Milik Wong Gamang
Kesenian khas Bali yang langka dan terancam punah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Gambelan gambang termasuk kesenian Bali yang saat ini sangat langka dan keberadaannya terancam punah. Gambelan gambang biasanya digunakan sebagai musik pengiring upacara Dewa Yadnya. Masyarakat Bali mewarisi kesenian ini secara turun temurun. Gambelan gambang memiliki ratusan gending (pupuh). Hanya saja sebagian besar tidak disertai dengan teks.
Selain itu, gambelan gambang yang tersimpan di pura biasanya digunakan untuk mengiringi piodalan atau upacara keagamaan di wilayah Kahyangan Desa Pakraman. Bagaimana sejarah keberadadaan gambelan gambang di Bali? Siapa yang pertama kali memainkannya? Bagaimana pula proses penyusunan gendingnya?
1. Kemunculan gambelan gambang ini di Bali tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Tabanan
Dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, kebudayaan.kemdikbud.go.id, disebutkan bahwa gending-gending dalam gambelan gambang ini diambil dari lontar milik wong gamang (orang halus). Karenanya, barungan gambelan tersebut diberi nama gambelan gambang, dimainkan untuk mengiringi jalannya upacara.
Para pemain menghaturkan sesajen kepada wong gamang sebelum memainkan gambelan itu. Tujuannya agar wong gamang tidak mengganggu jalannya upacara.
Disebutkan pula bahwa kemunculan gambelan gambang ini di Bali tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Tabanan. Pada masa itu, seseorang dari keluarga Arya Simpangan, yang sekarang adalah Sekaa Gambang, tinggal di Kerajaan Tabanan. Karena ada perebutan kekuasaan, Raja Gelgel, Gusti Ngurah Klating, yang merupakan adik Gusti Ngurah Tabanan, diberi tugas oleh Dalem Watu Renggong untuk membuat gambelan gambang yang gendingnya diambil dari lontar milik wong gamang.
Meskipun awalnya ragu untuk menemukan lontar tersebut, namun pada akhirnya Gusti Ngurah Klating berhasil. Atas petunjuk I Gusti Ngurah Klating, lalu masyarakat mulai menggunakan gambelan gambang dalam pelaksanaan upacara ngaben (Pembakaran jenazah).
Keluarga Arya Simpangan pun ikut tertarik untuk ikut membuat gambelan gambang tersebut. Ia kemudian pulang ke Sembuwuk memberitahukan keluarganya tentang adanya gembelan tersebut dan sepakat untuk membuatnya. Sejak saat itu mulailah di Banjar Sembuwuk ada gambelan gambang. Informasi ini juga ditulis oleh I Nyoman Saptanaya pada tahun 1986.