Mengenal Kesenian Cakepung, Teater Bertutur Khas Karangasem
Kesenian ini awalnya mulai bersemi di Lombok
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Kabupaten Karangasem dikenal dengan kekayaan budaya dan alamnya. Begitu pula dengan aset pusaka budaya tak ragawinya. Tidak sedikit kini yang sudah hampir dilupakan, terutama oleh generasi muda. Satu di antaranya adalah kesenian cakepung, teater bertutur Bali, yang pada tahun 1920-an banyak dipentaskan di sejumlah desa, di antaranya Karangasem, Jasi, dan Budakeling.
Berdasarkan catatan dalam laporan Rencana Aksi Kota Pusaka Karangasem, diceritakan bahwa kesenian cakepung sesungguhnya bernuansa Sasak (Lombok). Lontar Monyeh yang dijadikan sebagai satu-satunya orientasi kesenian ini, memang berbahasa Sasak.
Lontar Monyeh yang dijadikan sebagai acuan, termasuk satu di antara versi cerita Panji. Karya sastra yang ditulis di atas daun lontar ini berkisah tentang cinta asmara, patriotisme, dan heroisme kaum bangsawan. Kesenian cakepung ini pun diyakini sesungguhnya merupakan upaya untuk mengupas isi sastra, namun disampaikan dalam suasana komunal adat atau ritual agama.
Pada tahun 1760, Raja Karangasem menaklukkan Lombok. Diperkirakan pada saat itulah kesenian cakepung ini mulai bersemi, khususnya di Lombok Bagian Barat. Kemudian kesenian ini perlahan berkembang di Karangasem. Masyarakat Lombok menyebut cakepung sebagai cepung.
Hal yang menonjol dalam kesenian ini adalah bunyi cek dan pung. Diduga dari sanalah muncul nama cakepung itu. Hanya saja hingga saat ini belum diketahui secara pasti arti katanya. Adapun ritme cek yang dipakai adalah sama dengan dalam tari Kecak. Sementara untuk pung, berasal dari bunyi instrumen gamelan Bali.
1. Kesenian cakepung muncul ketika terjadi kontak antara Bali dan Lombok
Pada tahun 1640, mulai ada intervensi Kerajaan Karangasem, tepatnya ketika Kerajaan Selaparang, Lombok Timur, dan Kerajaan Pejanggik, Lombok Tengah, mengalami kekacauan pasca kekuasaan Gelgel. Pada masa itu, kerajaan Karangasem diperintah oleh Raja Tri Tunggal I (I Gusti Anglurah Ktut Karangasem dan kedua saudaranya). Karangasem menguasai seluruh wilayah Lombok.
Ketika terjadi kontak antara Bali dan Lombok itulah kesenian cakepung mulai berkembang. Terjadi mobilisasi besar-besaran Laskar Bali (Karangasem) ke wilayah Lombok. Peristiwa itu menyebabkan akulturasi sosial dan budaya. Masing-masing suku melakukan penyesuaian dengan suku lainnya.
Setiap suku melindungi kebudayaan dan kesenian suku lainnya sehingga berkembang dengan baik di wilayah Lombok. Orang Bali dan Sasak di Lombok bisa melakukan adaptasi dengan baik dan mereka hidup harmonis.