TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Makna Ngaben di Bali Menurut Lontar Yama Purwana Tattwa

Ngaben untuk brahmana memiliki sebutan yang berbeda lho

Prosesi pelebon Ida Tjokorda Pemecutan XI. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Raja Pemecutan ke-11, Ida Tjokorda Pemecutan XI, telah menjalani prosesi pelebonan (Sebutan pengabenan untuk orang yang berkasta brahmana), pada Jumat (21/1/2022). Tjokorda Pemecutan lebar (Sebutan meninggal dunia untuk orang yang berkasta brahmana) di usia 76 tahun pada 22 Desember 2021 lalu.

Bicara tentang ngaben, di Bali terdapat bernama Lontar Yama Purwana Tattwa. Lontar tersebut merupakan pedoman bagi umat Hindu di Bali untuk melaksanakan upacara kematian atau pengabenan.

Pedoman ini dibuat agar roh yang meninggal dapat menuju ke alam Siva, tidak sebaliknya ke alam neraka. Secara teologis, lontar ini mengajarkan kepada umat Hindu untuk menghormati dan berbakti kepada Dewa Siwa beserta manifestasinya.

Berikut ini makna ngaben di Bali menurut Lontar Yama Purwana Tattwa.

Baca Juga: Sejarah Tari Kecak, Jadi Seni Pertunjukan Gara-gara Orang Jerman

Baca Juga: Menelusuri Pura Melanting Jambe Pole di Taman Festival Bali

1. Makna ngaben menurut lontar

Prosesi pelebon Ida Tjokorda Pemecutan XI. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Secara umum, ngaben diartikan sebagai prosesi pembakaran jenazah. Namun sesungguhnya ngaben memiliki makna yang lebih luas lagi. Menurut Lontar Yama Purwana Tattwa, ngabe berasal dari kata 'beya' yang artinya bekal atau biaya.

Sehingga ngaben dapat diartikan sebagai penyempurnaan jiwa, mengembalikan unsur-unsur yang membentuk tubuh manusia ke asalnya. Dalam Agama Hindu, tubuh manusia itu berasal dari lima unsur alam atau yang disebut sebagai Panca Maha Bhuta. Yaitu pertiwi (Tanah), apah (Air), teja (Api), bayu (Udara), dan akasa (Ruang angkasa).

Selain itu, proses ngaben dapat diartikan sebagai proses melepas keterikatan sang Atma dengan badan kasarnya.

Ketika seseorang meninggal dunia, tubuhnya ditinggal oleh roh (Atma). Sehingga tubuhnya perlu dilebur untuk dikembalikan ke alam. Proses pengembalian ini dikatakan semakin cepat semakin baik, agar sang Atma tidak tersesat jalannya untuk menyatu kepada Sang Pencipta.

Baca Juga: Profil Ida Cokorda Pemecutan XI, Raja Pemecutan Denpasar yang Wafat

2. Ngaben disebut juga sebagai pelebon atau palebon

Prosesi pelebon Ida Tjokorda Pemecutan XI. (Dok. Oribadi/Ari Budiadnyana)

Prosesi ngaben di Bali juga sering disebutkan secara halus dengan nama pelebon atau palebon. Pelebon berasal dari kata prathiwi yang berarti tanah. Palebon bisa diartikan sebagai proses menjadikan abu atau prathiwi.

Pelebon biasanya digunakan untuk menyebutkan prosesi ngaben bagi keturunan brahmana seperti pendeta atau pedanda, dan keturunan raja atau orang yang dihormati. Upacaranya lebih besar atau megah daripada ngaben pada umumnya. Ciri-ciri yang paling terlihat jelas dari pelebon adalah penggunaan bade bertumpang dan lembu yang megah.

3. Terdapat berbagai jenis petulangan untuk tempat membakar jenazah

Lembu putih yang digunakan pelebon Ida Tjokorda Pemecutan XI. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Dalam Lontar Yama Purwana Tatwa, dijelaskan mengenai petulangan. Petulangan ini adalah sarana yang digunakan sebagai tempat menaruh jenazah untuk dibakar dalam prosesi ngaben.

Lontar ini menyebutkan ada berbagai bentuk petulangan yaitu naga, lembu, singa, macan, dan tabla. Petulangan yang paling sering ditemui adalah berbentuk lembu dan tabla.

Petulangan lembu ada dua warna, yaitu lembu putih dan lembu hitam. Lembu putih biasanya digunakan untuk orang suci/pendeta, orang yang dihormati atau keturunan raja.

Sedangkan lembu hitam untuk kesatria dan brahmana walaka. Tabla adalah petulangan dengan bentuk yang paling sederhana mirip dengan peti.

4. Bade dalam upacara ngaben

Bade tumpang solas saat pelebon Ida Tjokorda Pemecutan XI. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Dalam upacara ngaben biasanya menggunakan sarana yang disebut dengan bade. Bade adalah lambang Bhuwana Agung (Tingkatan alam yang utama) yang digunakan untuk menaruh jenazah saat dibawa menuju tempat pembakaran atau kuburan setempat. Bhuwana Agung disimbolkan dengan atap tumpang (Bertingkat) yang sering disebut meru.

Jenazah yang ditaruh di dalam bade memiliki harapan agar roh atau Atma orang yang diupacarai segera mencapai alam surga atau kedewataan.

Dalam salah satu lontar yang berhubungan dengan Lontar Yama Purwana Tattwa, yaitu Lontar Yama Tattwa, menyebutkan bahwa bade terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kaki, badan, dan kepala. Masing-masing bagian ini memiliki pepalihan atau hiasan.

Tumpang atau meru ini memiliki jumlah tertentu. Tingkatan ngaben tertinggi atau  yang disebut pelebon biasanya menggunakan bade tumpang solas (Tmpang sebelas).

Baca Juga: 7 Ramalan yang Akan Terjadi Tahun 2022, Waspada Investasi

Berita Terkini Lainnya