Sejarah Bendungan Tamblang yang Diresmikan Presiden Jokowi
Ada terowongan dari masa kependudukan Belanda
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Presiden Joko “Jokowi” Widodo meresmikan Bendungan Tamblang yang berada di Kabupaten Buleleng, pada Kamis (2/2/2023). Dalam agenda peresmian tersebut, Gubernur Bali, I Wayan Koster mengusulkan perubahan nama Bendungan Tamblang menjadi Bendungan Danu Kerthi Buleleng.
Bendungan Tamblang ini secara administratif mencakup Desa Sawan, Desa Bila, dan Desa Tamblang, di Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Lokasinya pada koordinat 8.12913° LS dan 115.18090°BT di ketinggian 158 mdpl. Nah, berikut fakta dan sejarah Bendungan Tamblang:
Baca Juga: Disambangi Jokowi, Lansia di Bali: Bersyukur Sebelum Mati Ketemu Presiden
1. Pemerintah Daerah Provinsi Bali sebut Bendungan Tamblang sebagai wujud cita-cita leluhur abad ke-11
Sebelumnya, pada Februai 2022 lalu, Gubernur Bali, I Wayan Koster menyebutkan bahwa pembangunan Bendungan Tamblang ini sebagai wujud cita-cita leluhur abad ke-11. Keberadaan bendungan ini sebagai upaya pemenuhan kebutuhan irigasi seluas 588 hektare, penyediaan air baku sebesar 510 liter per detik, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) berkapasitas 0,54 MW, dan pengendali banjir, konservasi, serta tujuan pariwisata.
Persediaan air itu bisa dimanfaatkan untuk keperluan di empat kecamatan, di antaranya Kecamatan Tejakula, Kecamatan Kubutambahan, Kecamatan Sawan, dan Kecamatan Buleleng. Daya tampung bendungan ini mencapai 7,8 juta meter kubik.
Pembangunan Bendungan Tamblang disebut menghabiskan dana Rp1,04 triliun. Anggaran pembangunan untuk pembebasan lahan mencapai Rp249 miliar dan pembangunan fisiknya Rp793 miliar. Pembangunan dimulai pada tahun 2018 lalu.
Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) Pembangunan Bendungan Bali-Penida, I Gusti Putu Wandira, saat itu menjelaskan bahwa pada Bendungan Tamblang ini telah ditemukan peninggalan sejarah berupa terowongan pada abad ke-11 atau di zaman Raja Anak Wungsu.
Terowongan ini akan menjadi bukti kepedulian para leluhur yang sudah memikirkan kesejahteraan masyarakatnya dalam mengelola alam sekitar untuk meningkatkan kebutuhan hidup melalui pengairan.