TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Deretan Alasan Desa Penglipuran Bali Menentang Poligami

Kamu pasti belum tahu tentang Tradisi Karang Memadu di sini

Suasana Desa Wisata Penglipuran. (Unsplash.com/satria setiawan)

Penglipuran termasuk desa wisata populer di Bali, dan mendapat julukan sebagai desa terbersih di dunia. Desa Penglipuran tetap mempertahankan arsitektur rumah sejak zaman dulu.

Desa berada di wilayah Kabupaten Bangli ini memiliki tradisi yang sangat unik. Namanya Tradisi Karang Memadu yang sangat menentang adanya poligami. Seperti apa tradisi ini? Simak penjelasannya ya.

Baca Juga: 5 Teknik Ciuman di Kitab Ananga Ranga, Gairah Jadi Bertambah

Baca Juga: 5 Fakta Tari Bali Baris Kupu-kupu, Unik dan Sakral

1. Sekilas tentang Desa Penglipuran

Suasana Desa Wisata Penglipuran. (Unsplash.com/Ruben Hutabarat)

Desa wisata ini terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Penglipuran berasal dari kata "pengeling pura". Pengling memiliki makna ingat, dan pura adalah tempat leluhur. Selain itu ada juga yang mengartikan penglipuran berasal dari kata pelipur atau hibur. Jadi dapat diartikan sebagai tempat untuk penghiburan.

Desa Penglipuran berhasil membangun pariwisata yang menguntungkan bagi seluruh masyarakat tanpa menghilangkan adat dan budaya asli mereka. Arsitektur rumah dan kehidupan sehari-harinya masih tetap dijaga kelestariannya. Desa ini juga berhasil mendapatkan Kalpataru pada tahun 1995 dari Pemerintah Indonesia atas usahanya melindungi hutan bambu di lingkungan desa.

2. Perkawinan dan poligami

Ilustrasi ungkapan cinta. (pixabay.com/Comfreak)

Apa hubungannya desa wisata ini dengan perkawinan dan poligami ya? Tradisi Karang Memadu sangat erat kaitannya dengan perkawinan dan poligami. Sebelum itu, sebaiknya kita membahas sekilas dulu mengenai perkawinan dan poligami.

Makna perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang sudah diubah menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan. Asas yang dianut adalah monogami.

Sedangkan poligami adalah sistem perkawinan yang satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu bersamaan. Kebiasaan poligami ini sering dijumpai sejak zaman kerajaan, di mana seorang raja bisa memiliki istri lebih dari satu orang.

3. Masyarakat Desa Penglipuran menentang poligami

Foto ilustrasi ditolak. (pixabay.com/MARTYSEB)

Mengutip jurnal berjudul "Pemberian Karang Memadu Sebagai Sanksi Adat Untuk Mencegah Poligami di Desa Adat Penglipuran", yang ditulis oleh I Nyoman Putu Budiartha, I Wayan Suka Wirawan, dan I Nyoman Srimurti pada tahun 2021, poligami dianggap sebagai perilaku menyimpang dari norma, dinilai melanggar hukum adat yang dihormati dan ditaati oleh masyarakat setempat. Hal ini karena poligami memberikan dampak yang kurang baik bagi istri pertama dan anak-anaknya.

Bentuk penentangan Desa Penglipuran terhadap poligami itu terlihat dengan adanya Tradisi Karang Memadu. Tradisi ini ditujukan kepada penduduk yang melakukan poligami.

4. Sanksi dalam Tradisi Karang Memadu

Ilustrasi umat Hindu saat upacara di Pura. (unsplash.com/Ruben Hutabarat)

Karang Memadu berasal dari kata "karang" yang berarti tempat dan "memadu" artinya orang yang melakukan poligami. Karang Memadu ini berdiri di atas lahan kosong seluas 9x21 meter yang terletak di ujung selatan Desa Adat Penglipuran. Lahannya terpampang papan yang bertuliskan Karang Memadu.

Tradisi Karang Memadu adalah sanksi adat untuk orang di Desa Adat Penglipuran yang melakukan poligami. Orang tersebut nantinya dipindahkan ke lokasi Karang Memadu. Jadi jika ada warga yang ketahuan melakukan poligami, maka ia bersama istri-istrinya dan keluarga akan dibuatkan pondok sebagai tempat tinggal mereka di lokasi Karang Memadu.

Verified Writer

Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya