TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[OPINI] Thrifting Semakin Ngetren, Mending Tukar Baju

Belilah barang yang memang dibutuhkan, bukan sekadar suka

foto hanya ilustrasi (pexels.com/cottonbro)

Pernah dengar istilah thrifting? Menurut Oxford Languages, kata thrift memiliki makna hemat atau penghematan. Jadi thrifting adalah kegiatan berburu barang bekas dengan tujuan penghematan.

Selain thrifting, istilah preloved juga pasti sering didengar oleh pencinta barang bekas. Tetapi, dua hal itu berbeda. Preloved adalah barang jualan milik pribadi yang masih layak pakai. Sedangkan thrift identik dengan pakaian bekas yang biasanya berasal dari luar negeri.

Hasil riset YouGov mencatat, 66 persen masyarakat dewasa membuang paling tidak satu buah pakaian mereka per tahun, dan 25 persen membuang setidaknya lebih dari 10 pakaian per tahun. Di samping itu, sebanyak 41 persen kalangan milenial di Indonesia juga menjadi konsumen produk fast fashion yang menyumbangkan potensi sampah pakaian lebih banyak lagi.

Baca Juga: [OPINI] Konten Ekstrem Ria Ricis di Jet Ski, Eksploitasi Anak?  

Baca Juga: Tren Bisnis Thrifting di Bali: Gelar Lapak Hingga di Toko Modern

Kenapa thrifting semakin ngetren?

Ilustrasi pria melakukan thrifting (pexels/MART PRODUCTION)

Fashion berkembang sangat cepat yang membuat seseorang lebih konsumtif demi mengikuti tren fashion terbaru. Menurut Thefashionfrill.com, tren fashion tahun 2000-an (Y2K) diprediksi akan kembali eksis. Hal ini akan menguntungkan pemilik thrift shop, mengingat produk yang dijual didominasi oleh pakaian bernuansa vintage/retro yang dapat mendukung tren Y2K itu sendiri.

Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk membangun self branding, apalagi jika memiliki ketertarikan dalam fashion. Thrifting bisa menjadi hal yang tepat untuk membangun self branding, karena produk yang dijual cenderung jarang beredar di pasaran. Apalagi thrift shop online banyak juga yang berlomba-lomba untuk membangun ciri khasnya masing-masing agar meningkatkan pembelian.

Apakah thrifting bisa menjadi solusi untuk permasalahan limbah pakaian?

Ilustrasi pria sedang thrifting (pexels/cottonbro studio)

Untuk memenuhi kebutuhan demand yang tinggi, maka supply jadi tinggi juga. Hal tersebut bisa kita perhatikan melalui akun Instagram, TikTok, dan e-commerce lainnya yang semakin banyak memiliki koleksi pakaian thrifting. Bahkan banyak bazar yang bekerja sama dengan thrift shop ternama di Indonesia untuk mendatangkan konsumen pencinta thrifting. Apalagi produk yang dijual biasanya memiliki merek fast fashion ternama yang dapat dijual kembali dengan harga lebih terjangkau.

Eits, tapi hal tersebut justru bisa menjadi ancaman bagi lingkungan kita, mengingat banyak sekali thrift shop yang mengambil produk dari luar negeri. Kenyataannya, pakaian bekas dengan pos tarif HS 6309 dilarang untuk diimpor, dan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, dan Permendag Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Produk tersebut dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, hingga lingkungan.

Writer

Tabitha Angelica (tbt)

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya