4 Alasan Link Berita Tidak Bisa Jadi Alat Bukti di Sidang MK
Cuma anak hukum yang paham ini. Yuk belajar hukum
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times - Saat sidang pertama Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 atau sengketa hasil Pilpres 2019 ke Mahkamah Konsitusi (MK), tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyertakan link berita dari media massa sebagai alat bukti kecurangan Pemilu, Senin (17/6) lalu. BPN mengambil beberapa pernyataan dari pasangan calon dan menjadikan hal itu sebagai alat bukti.
Namun pada sidang ketiga Selasa (19/6), anggota Hakim MK, Saldi Isra, menyatakan majelis hakim belum bisa mengesahkan alat bukti yang telah disiapkan oleh pihak pemohon, dalam hal ini BPN Prabowo-Sandiaga. Majelis hakim menilai alat bukti yang diberikan BPN tidak memenuhi syarat.
"Dengan berkas-berkas seperti ini, kami tidak bisa melakukan verifikasi sehingga tidak bisa disahkan pagi ini. Tadi pagi kami sudah melakukan sidak samapi berkas-berkas yang tdk bisa masuk ke ruangan ini," kata Saldi di ruang sidang MK, Rabu (19/6).
Lalu, kenapa link berita tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti? Berikut ini penjelasan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, pada IDN Times.
Baca Juga: Majelis Hakim MK Nyatakan Alat Bukti BPN Tak Penuhi Syarat
1. Link berita hanya bisa dijadikan sebagai petunjuk, bukan alat bukti yang sah
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, link berita hanya bisa dijadikan sebagai bukti penunjang. Menurutnya, sebuah alat bukti harus memengaruhi bagaimana korelasi yang signifikan, terkait suara yang seharusnya diperoleh paslon nomor urut 02 namun dialihkan ke nomor urut 01.
"Oleh sebab itu, alat bukti harus memengaruhi bagaimana korelasi secara signifikan sehingga suara yang harusnya diperoleh 02 diperoleh 01. Jadi bukti link-link berita dari permohonan 02 sebagai petunjuk," kata dia, Rabu (19/6).
Lebih jelasnya, banyak pihak yang mengaitkan dengan alat bukti lain di pasal 36 huruf F Peraturan Mahkamah Konstitusi PMK) Nomor 4 Tahun 2018 tentang tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pilpres, kemudian pasal 43 menyatakan bahwa alat bukti lain itu berupa yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu. Sementara pasal 8 ayat 2 PMK Nomor 4 Tahun 2018 menekankan alat bukti yang mendukung permohonan.
Sedangkan objek permohonannya adalah keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memengaruhi hasil suara. Untuk itu, kriteria alat bukti tersebut harus mendukung pembuktian perolehan suara yang benar menurut versi pemohon. Jadi, link berita bukan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf F.
"Dan beban pembuktian ada di pemohon," katanya.
Baca Juga: BPN Keluhkan Waktu yang Diberikan Ketua MK untuk Perbaikan Alat Bukti