Pedagang Upakara di Pasar Kumbasari Pesimis Modal Jualan

Denpasar, IDN Times - Tumpukan upakara di Pasar Kumbasari menggunung. Barang dagangan tersebut basah dan berlumpur. Sudah tidak ada lagi nilai jualnya. Seorang perempuan warga Jalan Kartini, Kota Denpasar, didampingi saudara laki-lakinya tampak kebingungan. Sesekali Agung Ketut Srinadi (57) ditepuk pundaknya dan dirangkul oleh kakaknya. Ia merugi hingga Rp100 juta setelah barang dagangannya di empat toko terdampak banjir. Selama 43 tahun berjualan di Pasar Kumbasari, musibah banjir Bali 10 September 2025 lalu merupakan musibah banjir terparah yang ia alami.
"Jual peralatan sembahyang. Alat-alat sembahyang. Tikar. Semua hancur, tidak ada yang bisa diselamatkan. Kan dari anyaman," katanya.
1. Banjir tahun ini terparah bagi para pedagang dan Kota Denpasar

Menurut kesaksian Bu Agung, panggilan akrab Ketut Srinadi, lokasi Pasar Kumbasari sudah sering terdampak banjir. Kali ini, air bah meluluhlantakkan pasar tersebut. Dari pengakuannya, pada tahun-tahun sebelumnya, banjir yang terjadi tidak separah tahun ini. Banjir sebelumnya tidak memakan korban dan air tidak sampai naik ke lantai Dua Pasar Kumbasari.
"Paling dahsyat ini (banjir). Biar bagaimana perbaikin pasarnya," harapannya untuk pemerintah.
2. Korban berharap uluran tangan pemerintah

Sebagai korban banjir, ia dan saudara-saudaranya berharap uluran tangan pemerintah. Tempatnya berjualan upakara tersebut disewanya seharga Rp40 ribu setiap harinya atau Rp1,2 juta per bulan. Saat ini Bu Agung dan kerabatnya hanya bisa meratapi nasibnya, sumber ekonomi mereka lumpuh.
3. Pengunjung pasar sepi meski sudah buk

Sementara itu penjaga toko suvenir di Pasar Kumbasari, Anak Agung Sri Wahyuni (47), mengatakan ia bekerja di Lantai 3 Pasar Kumbasari. Ia berada di rumah saat kejadian banjir. Hari ketiga pascabanjir ,ia tidak bisa bekerja karena pasarnya sepi pengunjung.
"Masing-masing ngurusin barangnya sendiri. Biar bagaimana semoga cepat pulih biar pedagang-pedagang bisa beraktivitas seperti semula," katanya.