Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Muhaimin Dianggap Tokoh PKB yang Tidak Bisa Diawasi

Sekretaris Fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), A Malik Haramain. (Dok.Khadafi)
Sekretaris Fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), A Malik Haramain. (Dok.Khadafi)

Badung, IDN Times - Sekretaris Fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), A Malik Haramain, menyebutkan kisruh internal partai ini sudah terjadi sejak pelaksanaan Muktamar 2019 lalu. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) mengalami beberapa perubahan. Perubahan tersebut dianggap sangat prinsipal karena dinilai melanggar beberapa aturan main yang diputuskan ketika PKB dibentuk pada 1998 silam.

"Yang paling prinsipal menurut kami adalah pascaMuktamar 2019 di Bali, peran kiai yang tergabung dalam dewan syuro itu diamputasi sedemikian rupa," ungkapnya, Sabtu (24/8/2024) malam.

1. Perubahan prinsipal yang terjadi di tubuh PKB

Muktamar PKB di Bali (IDN Times/Amir Faisol)

Menurut Malik, peran strategis dewan syuro itu kemudian dihilangkan dalam AD/ART hasil Muktamar PKB 2019 di Bali. Itu terlihat dari lembaga bernama Dewan Mustasar (dewan penasihat). Dulu, Mustasar adalah tempat bernaungnya para kiai, dan para ulama di PKB. Ada kewenangan prinsipal yang diberikan kepada jajaran dewan syuro untuk mengawasi dan mengawal, serta membuat kebijakan-kebijakan strategis PKB. Setelah Muktamar PKB 2019, kewenangan itu berubah. 

"Jadi hasil Muktamar PKB 2019 itu, Dewan Syuro hanya memiliki kewenangan mengawasi. Tidak lagi memiliki kewenangan membuat atau merencanakan kebijakan besar, kebijakan strategis untuk masa depan PKB. Jadi intinya peran kiai peran ulama di dewan syuro itu diamputasi," ungkapnya.

2. Terjadinya sentralisasi kekuasaan Muhaimin Iskandar

Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin saat mau berangkat ke acara Muktamar PKB di Bali. (IDN Times/Amir Faisol)

Pihaknya merasa prihatin karena peran kiai dan ulama dikurangi. Sehingga tidak ada kontrol dalam kepengurusan atau kepemimpinan PKB selanjutnya. Muhaimin Iskandar kemudian menjadi satu-satunya tokoh sentral di PKB yang tidak bisa diawasi, tidak bisa disupervisi oleh kekuatan Dewan Syuro yang justru menjadi kekuatan PKB.

"Padahal PKB dibentuk itu untuk sekali lagi memastikan peran kiai dan ulama. (Mereka) itu berperan besar dalam perjalanan PKB," jelasnya.

Sentralisasi kekuasaan Muhaimin Iskandar itu kemudian memunculkan manajemen atau pengambilan keputusan partai yang selalu tertutup, tidak melibatkan banyak orang terutama para kiai dan ulama dalam tubuh PKB. Hal ini terjadi sampai ke tingkat yang paling bawah DPC, PAC maupun ranting.

3. Kiai dan ulama banyak yang dipecat tanpa musyawarah

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf. (IDN Times/Trio Hamdani)

Malik melanjutkan, para tokoh pendiri PKB juga dipecat tanpa musyarawah. Misalnya pemecatan Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, diberhentikan dari keanggotaan

"Padahal beliau itu masih anggota PKB. Selanjutnya pemecatan Gus Yaqut Cholil Qoumas, Lukman Edi, dan Abdul Kadir Karding yang juga diberhentikan dari kepengurusan tanpa melalui permusyawaratan tanpa melalui rembug dengan Dewan Syuro. Karena itu kami mendapatkan mandat dari ratusan DPC dan beberapa DPW. Pemberian mandat ini mempertimbangkan panel atau seruan moral pengurus besar Nahdlatul Ulama yang meminta agar PKB dikembalikan kepada NU, meminta kepada PKB bahwa peran, posisi, eksistensi para ulama, kiai, bisa kembali dipulihkan seperti awal berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa tahun 1998," ungkapnya.

Share
Topics
Editorial Team
Ayu Afria Ulita Ermalia
EditorAyu Afria Ulita Ermalia
Follow Us