Kepala DKLH Bali: Sampah Plastik di Pasar Desa Belum Bisa Ditekan

Ayo bersama-sama kita peduli lingkungan Bali

Denpasar, IDN Times – Penanganan sampah menjadi masalah yang sampai saat ini belum terpecahkan di setiap daerah. Termasuk di Provinsi Bali, wilayah yang terkenal dengan pusat tujuan wisata, ternyata juga belum sepenuhnya berhasil menangani persoalan sampah. Apabila diamati, sesungguhnya cukup banyak aktivis lingkungan dan Non-Govermental Organisation (NGO) yang menjalankan berbagai programnya di Bali. Terutama yang fokus dalam menangani sampah plastik.

IDN Times sempat mencari data soal kondisi sampah plastik di Bali saat ini. Mulai dari menelusuri laman Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, hingga menghubungi beberapa NGO. Namun belum ada yang menyajikan secara utuh laporan terkini kondisi sampah plastik di Bali. 

Lalu apakah lingkungan Bali baik-baik saja? Apakah sampah plastik di Bali masih mengkhawatirkan? Berikut fakta-faktanya:

1. Malu Dong, gerakan mengajak millennials disiplin soal sampah di Bali

Kepala DKLH Bali: Sampah Plastik di Pasar Desa Belum Bisa DitekanInstagram.com/maludong

Gerakan Malu Dong ini diinisiasi oleh warga Bali, Komang Sudiarta (55), yang sudah 12 tahun konsisten mengajak dan merubah mental millennials di Bali agar lebih disiplin sampah. Laki-laki yang akrab disapa Om Bemo ini menilai bahwa masalah lingkungan adalah masalah kehidupan, yang ia artikan sebagai masalah bagi generasi yang akan datang.

“Kalau tidak betul-betul ditangani dengan baik, dengan cepat, professional ya, Bali itu akan hancur. Apalagi di pariwisata. Itu keinginan saya mengapa saya melakukan ini gitu, mengapa kepedulian saya lebih,” jelasnya pada Kamis (16/9/2021) malam.

Sejak tahun 2009 melakoni gerakan ini, menurutnya kini sudah sekitar 60 persen dari generasi muda Bali yang mau mendedikasikan dirinya untuk peduli lingkungan bersama Malu Dong. Namun pendidikan mental peduli lingkungan ini menurutnya tetap tergantung pemimpin daerah. Begitu pula dengan para pengusaha, harus peduli dengan produk yang mereka hasilkan dan pasarkan sehingga bisa lebih ramah lingkungan.

2. Memulai kesadaran lingkungan dari diri sendiri dan tularkan ke sekitar

Kepala DKLH Bali: Sampah Plastik di Pasar Desa Belum Bisa DitekanKegiatan komunitas trash hero di Denpasar (Dok. IDN Times/Evi)

Salah satu aktivis dan bendahara Trash Hero yang tinggal di Desa Kesiman Kertalangu, Denpasar, Putu Evi (39), saat dihubungi melalui sambungan telepon, menyampaikan bahwa ia mulai bergerak untuk lingkungan sejak tahun 2002. Putu Evi yang tinggal di dekat Pantai Sanur, merasa prihatin dengan banyaknya sampah di pinggir Pantai Biaung, terutama sampah plastik. Lalu tahun 2004 ia memulai gerakan kecil dengan membawa tas kain sendiri dan berhenti menggunakan kantong plastik saat berbelanja. Semangatnya kian bertambah setelah semakin banyak muncul aksi kepedulian terhadap sampah, sebagaimana yang diunggah oleh sejumlah akun di media sosial.

“Apakah kita benar mau memberikan generasi yang buruk? Dari kita yang harus memulai. Kita yang menyadari, kita yang memulai. Jadi itu yang memotivasi dulunya,” ungkapnya.

Pada tahun 2007, Putu Evi mulai mendekati Kepala Desa Kesiman Kertalangu dan memulai gerakan peduli lingkungan dari tempat tinggalnya.

3. Kebiasaan buruk pengunjung pantai harus segera dihentikan

Kepala DKLH Bali: Sampah Plastik di Pasar Desa Belum Bisa DitekanKegiatan komunitas trash hero di Denpasar (Dok. IDN Times/Evi)

Evi mengungkapkan kegiatan bersih-bersih pantai yang pernah dilakukannya adalah membersihkan sampah pembungkus makanan yang dibuang begitu saja oleh para pengunjung. Sampah dari bungkus lumpia atau tipat tahu tersebut banyak ditemukan sengaja diselipkan di antara pasir pantai. Selain itu juga ada sedotan plastik yang banyak dibuang sembarangan.

“Sedotan, kami sering banyak dapat,” katanya.

Selain itu, ia juga memerangi penanganan sampah dengan cara dibakar. Ia pun tak segan menegur para pelaku pembakar sampah. Menurutnya, apabila tidak ditegur langsung, maka ia mengambil potret pembakaran sampah tersebut dan meneruskannya ke Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DLHK) untuk segera ditangani.

Chapter Trash Hero Desa Kertalangu yang ia bawahi, juga sempat bekerja sama dengan komunitas lain. Trash Hero juga mencatat produk dari brand-brand yang sering ditemukan dan tipe-tipe sampah apa saja yang banyak di wilayah pantai tempat tinggalnya. Namun sejak pandemik ini, kegiatan tersebut dihentikan sementara.

4. Sampah plastik di pasar tradisional dan pura belum tertangani maksimal

Kepala DKLH Bali: Sampah Plastik di Pasar Desa Belum Bisa DitekanIlustrasi sampah di Denpasar. (IDN Times/Ayu Afria)

Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali, I Made Teja, saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Jumat (24/9/2021), menyampaikan bahwa pihaknya telah mengupayakan penanganan sampah-sampah plastik. Misalnya, evaluasi dan sosialisasi penanganan sampah plastik di pasar tradisional atau pasar desa yang belum bisa ditekan jumlahnya. Pihaknya menemui kendala karena belum sepenuhnya seluruh masyarakat bersedia mengganti kemasan plastik.

Selain itu juga, untuk penanganan sampah plastik di pura-pura di desa adat telah dikomunikasikan dengan Bendesa Adat masing-masing daerah. Terutama saat pelaksanaan upacara, pemedek (umat) disarankan mengurangi menggunakan kantong plastik.

Hingga saat ini ia mengklaim jumlah sampah plastik di Bali telah menurun, meskipun belum ke luar data pastinya. Masyarakat pun terlihat sudah banyak mengalami perubahan, terutama terkait dengan penggunaan plastik. 

Ukuran perubahan ini, ia jelaskan, dari kondisi pemulung di TPA Suwung, Kota Denpasar. Dahulunya keberadaan pemulung di TPA Suwung lebih kurang ada 100 pemulung. Namun saat ini tidak lebih dari 20 orang. Menurutnya, semakin sedikitnya jumlah sampah plastik karena berdasarkan informasi yang ia terima, pemulung ini sudah kesulitan mendapatkan sampah plastik. Mereka juga sulit menemukan sampah kardus di TPA karena pengaruh hadirnya bank-bank sampah di setiap banjar yang dimodifikasi oleh lembaga-lembaga yang peduli sampah dan lingkungan. Kondisi ini, ia nilai sebagai bukti adanya penurunan jumlah sampah plastik di TPA.

“Saya belum dapatkan angkanya. Artinya kan begini, di TPA itu memang penurunan jumlah plastik. Gitu ya. Karena dari awal sudah mengurang dari sumbernya itu. Cuma angkanya, saya melihatnya dari TPA ini, belum saya bisa informasikan, biar saya nggak salah,” ungkapnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya