TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemandu Minta Dicarikan Kerja Jika Dilarang Mendaki di Bali

Wacana ini lagi ramai dibahas. Gimana menurutmu?

Gunung Agung di Kabupaten Karangasem yang dilihat dari perkampungan warga Desa Selat. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Karangasem, IDN Times - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melakukan rapat koordinasi Pariwisata Bali menuju Bali Era Baru, Rabu (31/5/2023) lalu. Dalam rapat itu mencuat tentang larangan aktivitas wisata di kawasan gunung. Mengingat selama ini gunung menjadi kawasan yang disucikan oleh masyarakt Bali.

Ini tidak hanya berlaku untuk wisatawan asing (wisman), tetapi juga wisatawan domestik (wisdom). Gunung di Bali ke depannya hanya bisa dilakukan pendakian jika ada pelaksanaan upacara khusus.

Wacana ini memantik berbagai pespon dari masyarakat, terutama para pemandu yang selama ini menggantungkan hidupnya dari aktivitas pendakian.

Mereka berharap pemerintah bisa memberikan pekerjaan dengan upah yang layak seandainya wacana tersebut akan diberlakukan.

Baca Juga: Daftar Larangan WNA yang Liburan ke Bali, Makin Diperketat

1. Ada puluhan pemandu yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas pendakian di Gunung Agung

ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Wacana larangan aktivitas wisata di kawasan gunung di Bali, dikeluhkan oleh para pemandu yang selama ini menggantungkan hidupnya dari aktivitas pendakian gunung.

Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Forum Pendakian Gunung Agung Jalur Sewarung Gawe Puregai (SGP) di Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Wayan Ardana. Ia menyebutkan lebih dari 20 pemandu pendakian Gunung Agung yang selama ini mengais rezeki dari aktivitas ini.

“Kalau di lingkar Gunung Agung ada banyak pemandu pendakian, karena ada 7 jalur pendakian di Gunung Agung antara lain Pasar Agung, Pengubengan (Besakih), Edelwies, Pucang, Dukuh, Puregai, dan Telaga Maya,” ungkap Ardana.

Jika aktivitas mendaki dilarang, para pemandu Gunung Agung tentu kehilangan mata pencaharian. Mereka biasanya hanya menjadi petani atau memelihara sapi yang penghasilannya tahunan.

“Kalau pendakian dilarang, kami para pemandu pendakian mau cari pekerjaan apa?" jata Ardana, Kamis (1/6/2023).

2. Pemandu pendakian gunung minta diberikan pekerjaan yang layak

Pengibaran bendera merah putih di puncak Gunung Agung(Dok. IDN Times/I Wayan Ardana)

Seandainya nanti tetap dilarang melakukan aktivitas pariwisata di gunung, Ardana berharap Pemprov Bali bisa memberikan pekerjaan yang layak untuk para pemandu pendakian gunung. Sebab penerapan wacana seharusnya diikuti juga oleh solusi.

“Harapan kami bisa dicarikan pekerjaan lain yang layak, dengan basic kami sebagai guide (pemandu) gunung,” harap Ardana.

Dalam seminggu, Ardana bisa 2 sampai 3 kali mengantar wisatawan. Untuk sekali pendakian, ia mendapatkan upah sekitar Rp600 sampai Rp700 ribu untuk disdom, dan Rp800 sampai Rp1 juta untuk wisman.

“Kami para pemandu yang tinggal di sekitar Gunung Agung tentu tidak pernah yang namanya merusak kesucian gunung. Bahkan setiap mendaki, kami selalu melakukan persembahyangan dan melukat di pura yang ada di Base Camp Puregai,” kata Ardana.

Selama pendakian, pihaknya juga kerap berpesan agar para pendaki tidak membuang sampah sembarangan, dan merusak hutan.

Berita Terkini Lainnya