TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nasib Petani Subak Tohpati, Lahannya Kering & Terancam Gagal Panen

Mereka pernah bersitegang dengan Subak Tembuku

Ilustrasi sawah. IDN Times/Wayan Antara

Klungkung, IDN Times - Permasalahan air irigasi di Subak Desa Tohpati, Banjarangkan, Klungkung tidak kunjung menemukan titik temu. Bahkan saat ini, lahan pertanian padi warga yang sudah berusia tiga minggu tidak mendapatkan air irigasi. Petani pun mengalami kerugian hingga jutaan Rupiah akibat gagal panen. Petani setempat mengaku kecewa dan kesal. Bertahun-tahun perjuangannya dinilai tidak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah Provinsi Bali.

1. Petani yang menanam padi merugi Rp15 jutaan per hektarenya

Pexels.com/Icon0

Kelian Subak Desa Tohpati, I Nengah Sudana, menjelaskan, total ada 17 hektare lahan pertanian padi yang mengalami kekeringan dan sudah dapat dipastikan akan mati. Apalagi usia padi sudah memasuki usia tiga minggu. Sementara sekitar 58 hektare lahan lainnya terbengkalai, karena mengalami kekeringan.

"Petani yang menanam padi, per hektarenya merugi sampai Rp15 juta karena tidak mendapatkan distribusi air irigasi," ungkapnya.

Petak sawah warga tersebut tersebut sama sekali tidak teraliri. Kondisi tanah di lahan pertanian sampai retak-retak.

"Beberapa minggu lalu memang ada air, tapi kecil. Sehingga petani berani menanamkan lahannya padi. Tapi saat setelah ditanam padi, justru lahan petani di sini tidak kebagian air oleh Subak Tembuku. Padahal sudah ada perjanjian, dan petani di subak Tohpati sudah membayar," ujar Nengah Sudana, Kamis (24/10) lalu.

 

2. Petani Subak Tohpati dan Subak Tembuku pernah bersitegang karena masalah air

ustaliy.ru

Jika pemerintah provinsi Bali tidak turun tangan dan masalah ini dibiarkan berlarut-larut, Sudana khawatir akan terjadi konflik antara petani Subak Tohpati di Klungkung dan Subak Tembuku di Bangli. Karena masalah distribusi air irigasi ini melibatkan Subak Tembuku di Bangli sebagai hulu, dan Subak Tohpati di Klungkung sebagai hilir.

Terlebih dua desa ini lokasinya bersebelahan. Mereka sudah berkali-kali kerap mengalami ketegangan antara petani Subak Tohpati dan petani Subak Tembuku.

"Antara petani kucing-kucingan. Petani dari Subak Tohpati malam begadang, untuk mengairi air. Belum sampai di Tohpati, kembali air itu ditutup oleh petani di sana (Subak Tembuku). Padahal hanya tinggal meneruskan aliran air ke hilir," ujar Sudana.

3. Para petani akan mendatangi Kantor Gubernur

Dok.IDN Times/Istimewa

Kondisi ini membuat Nengah Sudana dan petani di Subak Tohpati gerah. Menurutnya, pemerintah Provinsi Bali selama ini tidak bisa menyelesaikan masalah kekeringan di Subak Tohpati. Dalam waktu dekat ini, petani Subak Tohpati akan menyambangi Kantor Gubernur Bali untuk menyampaikan keluhannya kepada Gubernur Bali, I Wayan Koster.

"Ini kan masalahnya lintas Kabupaten, antara Subak Tohpati di Klungkung dan Subak Tembuku di Bangli. Sehingga ini menjadi kewenangan Provinsi Bali. Tapi justru selama ini Pemprov Bali justru tidak becus. Kami merasa dianaktirikan. Petani di daerah lain, terus mendapatkan bantuan. Sementara kami bertahun-tahun mengalami masalah , tidak kunjung mendapatkan penyelesaian," jelas Sudana.

Bahkan proyek rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi dari Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Bali di Subak Tohpati, tidak jelas keberlanjutannya. Para petani mengaku menunggu proyek senilai senilai Rp 1,4 miliar ini, dan berharap bisa mengatasi solusi masalah air irigasi. Padahal proyek ini disebutnya dimulai sejak bulan Juni 2019.

"Sudah dipasang plang proyek, beberapa orang juga sudah bekerja. Tapi kenapa tiba-tiba tidak ada kelanjutan proyek ini? Surat atau pemberitahuan secara lisan juga tidak ada ke saya selaku Kelian subak. Jadi kan proyek ini gabeng (Tidak ada kejelasan)," keluhnya.

Berita Terkini Lainnya