TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Festival ke Uma di Tabanan: Jika Sawah Ditinggal, Siap-siap Dibeton

Ajak anak muda untuk kembali mencintai sawah 

Festival Ke Uma di Desa Penatahan Penebel (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Tabanan, IDN Times - Festival ke Uma kembali digelar selama dua hari, pada Sabtu (9/7/2022) dan Minggu (10/7/2022). Setelah sempat vakum selama masa pandemik COVID-19, kali ini Festival ke Uma digelar di areal persawahan Subak Kekeran, Banjar Kekeran, Desa Penatahan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

Walaupun pagelaran yang dihadirkan tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, namun Festival ke Uma kali ketiga ini dinilai memiliki kesan tersendiri. Terlebih sudah dua tahun lamanya aktivitas dibatasi. Festival ini digelar oleh Sanggar Buratwangi dan Sanggar Wintang Rare, bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali Women Crisis Centre (WCC).

"Kegiatan ini bermanfaat untuk membangkitkan kearifan lokal, khususnya pertanian yang ada di Penatahan ini," kata Perbekel Desa Penatahan, Nengah Suartika, saat membuka Festival ke Uma, Sabtu (9/7/2022).

Baca Juga: Mengenal Baleganjur Wave of Springs di PKB, Filosofi Sungai di Ubud

1. Mengangkat kearifan lokal yang sudah banyak dilupakan masyarakat

Festival Ke Uma di Desa Penatahan Penebel (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Suartika mengatakan Desa Penatahan merupakan daerah agraris yang hampir 80 persen daerahnya merupakan sawah. Karena itu, dengan adanya festival ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman akan pentingnya pertanian, khususnya kepada anak muda dan anak-anak.

"Mudah-mudahan ke depan festival ini kembali digelar di Desa Penatahan karena daerah kami terdiri dari 6 banjar yang memiliki sawah masih asri," ujarnya.

Kegiatan festival ini menurutnya sangat bagus untuk mengangkat kearifan lokal yang sudah banyak dilupakan masyarakat. 

"Saya rasa festival ini mengingatkan kita untuk menggali kearifan lokal. Apalagi Desa Penatahan sedang mengembangkan desa wisata, sehingga kegiatan seperti ini sangat penting," ungkapnya.  

2. Mendorong anak-anak untuk lebih mencintai pertanian

Festival Ke Uma di Desa Penatahan Penebel (Dok.IDNTimes/Istimewa)

Suartika menambahkan, melalui festival ini, dapat mengenalkan pertanian kepada anak-anak era kini yang tidak banyak mengetahui aktivitas persawahan. Menurutnya anak-anak lebih banyak mengetahui sawah dari buku, bukan dengan secara langsung melihat sawah.

"Jujur anak-anak sekarang jarang yang memiliki niat ke carik (sawah). Apalagi mau menjadi petani. Jika carik ditinggalkan, maka siap-siap carik ditimbuni beton," imbuhnya.

Penggagas acara, Made Adnyana Ole, mengatakan Tabanan memang dikenal sebagai daerah agraris. Festival Ke Uma dibuat untuk mengingatkan bahwa Tabanan masih tetap sebagai daerah agraris yang memiliki banyak permainan tradisional, tradisi dan kesenian yang berkaitan dengan daerah persawahan.

"Festival ini hanya mengingatkan kalau di Tabanan itu masih menjadi lumbung berasnya Bali. Maka kita harus tetap menjaga dan meningkatkannya. Apalagi tradisi pertanian itu banyak melahirkan kesenian. Di mana awalnya muncul dari pemainan yang kemudian berubah menjadi kesenian. Dari aktivitas pertanian, melahirkan berbagai permainan," ujarnya.

Berita Terkini Lainnya