TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Makna Ritual Bhuta Yadnya di Bali, Demi Penyeimbang Alam

Semoga semua makhluk diberikan kedamaian

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Kehidupan masyarakat Hindu di Bali tidak lepas dari yadnya (Persembahan tulus ikhlas). Dalam kitab Atharwa Weda disebutkan bahwa yadnya termasuk salah satu penyangga bumi. Apabila yadnya dilakukan secara terus menerus, maka pemeliharaan kehidupan di dunia ini juga dapat terus berlangsung dan berkelanjutan.  

Salah satu bentuk yadnya yang dilakukan umat Hindu di Bali adalah Bhuta Yadnya. Sebagaimana dijelaskan dalam buku berjudul Jenis dan Hakikat Ritual Bhuta Yadnya pada Masyarakat Hindu Bali, upacara Bhuta Yadnya dilakukan untuk nyomnya (Menetralisir) semua kekuatan yang bersifat Asuri Sampad (Sifat keburukan), yang telah bersemayam di dalam Bhuana Agung (Makrokosmos). 

Dengan pelaksanaan Bhuta Yadnya, diharapkan akan tercapai Bhuta Hita, antara Bhuana Agung dan Bhuana Alit diperoleh sebuah keseimbangan dan keselarasan yang berkesinambungan. Dalam buku yang ditulis oleh Dosen Universitas Udayana I Gusti Ayu Putu Suryani, terbitan Udayana University Press tahun 2011, dijabarkan makna-makna upacara Bhuta Yadnya, sebagai berikut:

Baca Juga: Mengenal Ilmu Leak, Paling Ditakuti di Bali Tapi Diminati Orang Eropa

1. Bermakna sebagai pengeruat

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Biasanya dalam pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya, digunakan persembahan binatang. Dalam hal ini, pelaksanaan upacara Bhuta Yadnya ini tergolong perbuatan yang bersifat suba karma karena membunuh binatang untuk konteks ini bertujuan sebagai penyupatan (nyomnya). 

Melalui upacara ini, diberikan jalan kelepasan kepada binatang yang digunakan sebagai korban dalam upacara Bhuta Yadnya tersebut. Harapannya, nanti roh binatang tersebut, apabila nantinya reinkarnasi, bisa kembali ke dunia menjadi manusia.

2. Bermakna sebagai kesejahteraan alam

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Upacara Bhuta Yadnya juga menjadi sarana untuk menyejahterakan alam semesta. Dalam hal ini terkait dengan adanya kekuatan-kekuatan yang memiliki kecenderungan Asuri Sampad. Ada kekuatan bhuta, kala, raksasa, danawa, danuja, dan hal lainnya. Kekuatan tersebut sesungguhnya ada yang bersifat negatif, ada pula yang positif.

Melalui pelaksanaan upacara inilah kemudian hal-hal yang negatif di-somnya (dinetralisir) agar kemudian menjadi bersifat positif (Bhuta Hita). Harapannya, tercipta kesejahteraan antara Bhuwana Agung (Makrokosmos) dan Bhuwana Alit (Mikrokosmos). Dalam hal ini, pengaruh negatif yang terjadi di Bhuwana Agung termasuk bencana alam dan munculnya hal aneh sehingga para ahli kedokteran merasa kewalahan menghadapinya. Sementara pengaruh negatif pada Bhuwana Alit terkait dengan perilaku manusia.   

3. Bermakna sebagai peleburan dosa

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Makna ketiga adalah untuk peleburan dosa manusia, terutama umat Hindu. Terkait hal ini pula, umat Hindu melaksanakan Panca Maha Bhuta sebagai sarana untuk penyucian diri melalui perbuatan kebajikan. Segala perbuatan yang didasari atas kebajikan, dengan demikian karma wasananya lambat laut akan dapat berfungsi sebagai penetralisir atas segala dosanya (asubha karma). Itulah mengapa upacara Bhuta Yadnya dapat dikatakan memiliki makna peleburan dosa.  

Berita Terkini Lainnya