Mahasiswa Dwijendra Tak Boleh Masuk Kampus, Yayasan: Tak Ada Kuliah
Dwijendra kembali memanas...
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times - Yayasan Dwijendra kembali memanas. Kali ini Universitas Dwijendra yang jadi sorotan. Sebab ratusan mahasiswanya terlihat berkerumun di depan pintu gerbang masuk kampus yang ada di Jalan Kamboja, Denpasar, Senin (26/11) sore. Mereka tidak bisa masuk karena pintu gerbangnya dikunci.
Apa yang terjadi sebenarnya? IDN Times lalu mengonfirmasi ke Ketua Yayasan Dwijendra yang lama di mana masa jabatannya berakhir tanggal 20 September 2018 lalu, I Made Sumitra Chandra Jaya. Berikut ini penjelasannya.
Baca Juga: Heboh Mahasiswa Dwijendra Tak Bisa Masuk Kampus, Diliburkan Mendadak?
Made Sumitra Chandra Jaya mengatakan mereka yang berkerumun tersebut merupakan mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Fakultas Pertanian. Ia menduga para mahasiswa ini diprovokasi untuk menduduki Yayasan Dwijendra.
"Itu mahasiswa yang diprovokasi oleh dekannya. Mereka ngaku ada kuliah padahal tidak ada kuliah. Pasti itu, tidak ada urusannya dengan perkuliahan. Hanya dari Fakultas Pertanian dan FKIP," katanya, saat dihubungi, Senin (26/11) malam.
1. Sebenarnya tidak ada perkuliahan
Baca Juga: Keributan di Dwijendra Karena Dualisme? Ini Tanggapan Ketua Yayasan
Sementara itu di lokasi kejadian, IDN Times juga mengonfirmasi dr Ketut Wirawan, Ketua Yayasan Dwijendra yang baru. Ia mengaku dirinya datang ke yayasan karena diundang oleh para dosen untuk sembahyang di pura dalam kampus. Namun setiba di kampus pukul 17.00 Wita, pintu gerbangnya sudah dikunci oleh petugas keamanan yayasan.
Saat ditanya Wirawan, petugas keamanan itu menjawab jika penguncian gerbang tersebut karena diperintah dan bukan wewenangnya untuk menjawab. Dalam waktu yang bersamaan, para mahasiswa akan melakukan kegiatan kuliah di kampus. Tapi lanjut Wirawan, mereka juga tidak diperbolehkan masuk oleh petugas keamanan.
Ia mengaku sangat menyayangkan atas sikap ini. Seharusnya ada perwakilan yang diperbolehkan masuk untuk berbicara dan menyelesaikan masalah. "Kalau misalkan ada anarki, siapa yang mau bertanggung jawab?," pungkasnya.